Dari Telur Menetas Ekonomi Produktif

Reporter : Tim Advetorial

SuaraBojonegoro.com – Siapapun bisa menyalurkan bantuan. Namun penyaluran bantuan agar bisa bermanfaat dalam jangka panjang yang dapat meningkatkan kemampuan ekonomi sekaligus kemandirian masyakat tidaklah mudah.
Meski tidak mudah, itulah yang kini sedang diperjuangkan PT Pertamina EP Cepu (PEPC) lewat program pengembangan ekonomi kreatif dari dana tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Program ini disalurkan Pertamina EP Cepu (PEPC) kepada Pemerintah Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) disekitar wilayah operasi.

Salah satu program ekonomi masyarakat yang direncanakan sebagai bentuk keberlanjutan penghidupan untuk dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat adalah program budi daya ternak ayam petelur. Program pengembangan masyarakat ini diberikan kepada BUMDesa Makmur Rejo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro.

Bukan tanpa alasan operator lapangan Proyek Pengembangan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) memberikan program peternakan ayam petelur tersebut. Karena, sesuai dengan Studi Sosio Ekonomi Tahun 2013 menunjukkan bahwa dalam dimensi ekonomi, mayoritas mata pencaharian utama masyarakat sekitar lokasi Proyek JTB sebagai petani dan peternak.
Sehingga kemudian, aplikasi penggunaan dana CSR itu dirupakan dalam bentuk pengembangan ekonomi peternakan ayam petelur.

Pengembangan dilakukan dengan pembangunan kandang ayam petelur seluas kurang lebih 2.400 meter persegi dengan kapasitas penampungan sebanyak 1.500 ekor ayam.

Kepala BUMDesa Bandungrejo, Nyamirin (43) mengatakan sejak 2017 BUMDesa Makmur Rejo mendapat pendampingan dari PEPC yang bekerja sama dengan IDFoS. Pendampingan dilakukan mulai dari pelatihan budidaya ayam petelur. Setelah itu belajar langsung di kandang milik Santosa yang berada di Desa Bandungrejo. Santoso inilah yang ikut menyarankan agar BUMDesa mengembangkan ternak ayam petelur.

Berbarengan dengan itu, PEPC juga mendorong penguatan kelembagaan. Mulai menyusun rencana usaha BUMDesa, mulai dari aspek manajemen organisasi, aspek pemasaran dan pasar, serta aspek keuangan.

Sejauh ini, kata dia, hasil produksi ayam petelur baru bisa memenuhi kebutuhan warga sekitar. Dari sebanyak 1.300 ekor ayam, perhari bisa memproduksi telur sebanyak 60 kilogram. Meski begitu, usaha ini telah melahirkan kemandirian, setidaknya dalam pengadaan telur ayam. Usaha ini juga bisa menggaji satu penjaga kandang yang digaji Rp1,8 juta per bulan.

Baca Juga:  Program Agrosilvopastura, PEPC Menginisiasi Kesadaran Kolektif Bersama Masyarakat Untuk Pelestarian Lingkungan

“Omset kotor perbulan mencapai sekitar Rp35 juta. Pernah ditawari untuk menyediakan stok di salah satu hotel berbintang di Bojonegoro tapi belum mampu,” ujarnya.

Dalam menjalankan programnya, PEPC menggandeng Institute Development of Society (IDFoS) Indonesia yang melakukan pendampingan terhadap program CSR. PEPC berharap dengan adanya Pengembangan Lapangan Gas JTB, masyarakat di sekitar wilayah produksi bisa mendapat manfaat secara langsung. Salah satunya dalam kemandirian ekonomi, pemberdayaan masyarakat sesuai dengan program Pemerintah Daerah.

IDFoS Indonesia juga melakukan pendampingan dengan cara memberi sekolah Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Sekolah BUMDesa ini diberikan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan bagi BUMDesa dalam pengelolaan dan manajemen ekonomi mandiri. “Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan anggota BUMDesa dalam menyusun rencana usaha dan juga melakukan analisa kelayakan usaha,” ujar Manager Program IDFoS Indonesia, Lely Mubarokah.

Pengembangan Kampung Wisata Ternak
JTB Site Office & PGA Manager PEPC, Kunadi, mengatakan dana CSR yang dikeluarkan perusahaan ini diharapkan bisa memberi manfaat bagi masyarakat sekitar wilayah produksi dan menambah nilai kesejahteraan masyarakat.

“Sehingga masyarakat lebih produktif dan tidak hanya bergantung untuk bisa bekerja di proyek migas,” ungkapnya.
Melihat kemandirian BUMDesa Makmur Rejo, Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, dalam mengelola usaha ayam petelur itu, PEPC berniat mengembangkan lagi program yang serupa. Dari sebelumnya jumlah ayam petelur yang hanya 1.500 ekor akan ditambah lagi menjadi 4.000 ekor. “Untuk keperluan produksi sehingga luas bangunan kandang juga akan diperluas,” ujar Kunadi.

Dari yang hanya menyediakan keperluan telur bagi warga sekitar, kini BUMDesa Makmur Rejo sudah mulai membuka pasar luar yang bekerja sama dengan pihak hotel, katering maupun industri rumah tangga. Selain sebagai penyedia bahan dasar makanan, di Desa Bandungrejo rencananya juga akan dikembangkan menjadi kampung wisata ternak.

Di dalam kampung wisata ternak itu nantinya selain kandang ayam petelur juga akan disediakan industri rumah tangga dari tata boga yang berbahan baku telur. Sehingga, kampung ternak ini nanti menjadi wisata edukasi bidang peternakan. “Akan menjadi wisata edukasi kepada anak sekolah dan menjadi lumbung telur. Karena kebutuhan telur di Bojonegoro saat ini masih diperoleh dari luar daerah,” pungkasnya.

Baca Juga:  PEPC JTB Serah Terimakan Program Air Bersih

Langkah PEPC dalam mengembangkan ekonomi mandiri melalui budidaya ternak ayam petelur bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.

Program tersebut karena sesuai dengan visi misi Pemkab Bojonegoro dalam mengembangkan ekonomi masyarakat.
Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bojonegoro, Ike Widyaningrum mengatakan aplikasi dana CSR perusahaan yang diberikan kepada BUMDesa Makmur Rejo, Desa Bandungrejo ini sesuai dengan program pemerintah dalam mengembangkan potensi desa dan menciptakan kemandirian desa berbasis potensi lokal.

“Pemkab juga memberi apresiasi bagi BUMDesa yang komitmen dan memiliki konsistensi dalam berusaha,” ujarnya.

Salah satu bentuk apresiasi yang diberikan Pemkab Bojonegoro yakni dengan memberikan pendampingan usaha dan memberikan stimulan Bankeu bagi BUMDesa yang bergerak dalam bidang pengembangan pertanian, peternakan maupun wisata. “Selain itu Pemkab sekarang juga sedang menyusun regulasi untuk menjalankan program pemberian Dana Intensif Desa (DID) bagi desa yang produktif,” pungkasnya.
Apa yang dilakukan Pertamina EP Cepu bekerjasama dengan pemerintah desa memberdayakan BUMDesa juga mendapat apresiasi dari SKK Migas Jabanusa. Sebagai lembaga yang bertugas menjadi pengawas dan pengendali kegiatan hulu migas, SKK Migas sangat berkepentingan agar dana pendukung kegiatan operasi benar-benar tepat sasaran dan bisa meningkatkan kemandirian serta kesejahteraan masyarakat.

Sebagai sumber daya alam yang tidak tergantikan, minyak atau gas bisa saja habis. Keberhasilan pengembangan usaha berbasis masyarakat yang memandirikan sekaligus menyejahterakan masyarakat yang bisa menjamin daerah penghasil migas itu akan terus maju dan tambah sejahtera. Meski tidak mudah, namun jalan terjal itu yang ditempuh oleh Pertamina EP Cepu bersama masyarakat. Bergandengan tangan membangun untuk masa depan.

Proyek Lapangan Gas Unitisasi Jambaran – Tiung Biru sendiri telah memulai pemancangan perdana pada Januari lalu. Proyek ini diproyeksikan untuk memproduksi gas sebesar 315 MMSCFD dan target on-stream pada tahun 2021 dengan sales gas sebesar 192 MMSCFD.  (Tim/SB)