Program Harga Stabil Disaat Panen Raya

Reporter: Monika

suarabojonegoro.com – Persoalan yang kerap dihadapi petani Bojonegoro, Jawa Timur adalah turunnya harga gabah di tingkat petani saat panen raya.

Problema klasik ini terjadi, karena ketersediaan beras maupun gabah cukup tinggi, sehingga harganya rendah. Sementara pengendalian harga tergantung kepada para tengkulak yang langsung memborong gabah petani.

Seorang petani di Desa Kedungarum, Kecamatan Kanor, Sarjono,  mengungkapkan,  saat memasuki musim panen raya, harga gabah di tingkat petani pasti mengalami penurunan. Panan raya terakhir yakni pada pertengahan hingga akhir bulan Januari 2018 lalu, harga gabah kering sawah mengalami penurunan dari Rp6000, menjadi Rp5.000 perkilogram.

“Pengalaman tahun sebelumnya, harga gabah bisa turun sampai Rp3.000 perkilogramnya. Tergantung kualitas gabahnya,” ungkapnya di samping Harto, petani lainnya.

Di Kecamatan Kanor, petani padi bisa panen  tiga kali setiap tahun, karena memanfaatkan irigasi dari Bengawan Solo. Petani yang mengandalkan pertanian sawah tadah hujan setiap tahun hanya bisa panen satu kali. Selebihnya ditanami palawija maupun jagung.

Lahan tadah hujan berada di bagian selatan Bojonegoro, diantaranya, di Kecamatan Tambakrejo, Ngambon, Ngasem, Bubulan, Temayang, Sugihwaras, Kedungadem,Kepohbaru, Gondang, maupun Kecamatan Sekar.

Kesulitan yang dialami petani di wilayah selatan saat ini, ungkap Ngajianto (30), Warga Dusun Jatirejo, Desa Deling, Kecamatan Sekar,
sekarang petani masih kesulitan mendapat pupuk.

“Siapapun yang terpilih jadi bupati nanti, kami berharap masalah selama ini dihadapi petani bisa teratasi,” harap Ngajianto.

Di wilayah selatan, selain mengandalkan pertanian padi, petani yang berada jauh dari aliran irigasi sungai ini memanfaatkan lahan hutan untuk pertanian.

Salah satu anggota LMDH Wono Hijau, Kasto, warga Dusun Ngampel, Desa Deling, Kecamatan Sekar, mengatakan, persoalan yang sering dihadapi petani di kawasan hutan  adalah sulitnya mendapatkan pupuk serta akses jalan pertanian yang tak sesuai harapan.

“Saat bertemu kami di acara LMDH beberapa waktu lalu,  Pak Mul berkata rencananya pembangunan jalan poros desa akan dilakukan dengan beton,  dan gang kecil menggunakan paving sehingga memudahkan akses transportasi warga, dan hasil pertanian,” terang Kasto.

Saat dikonfirmasi Cabup Bojonegoro, Soehadi Moeljono, tak menampik jika telah bertemu dengan sejumlah LMDH di wilayah Sekar. Diakui telah menyampaikan program pertanian kepada pengurus dan anggota LMDH di wilayah Sekar dan sekitarnya.

Dia katakan, pihaknya telah menyiapkan program untuk mengendalikan  harga gabah saat panen raya,  dan meningkatkan sumber daya petani agar kualitas panen meningkat.

“Kita akan bersinergi dengan Bulog untuk menyerap gabah petani sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi),” tegas  Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Bojonegoro itu.

Pak Mul, sapaan akrab Soehadi Moeljono, juga telah menyiapkan program air untuk semua dengan melakukan percepatan pembangunan Waduk Gongseng, beserta jaringan sarana irigasi persawahan untuk memenuhi kebutuhan pengairan. Melalui itu  ketimpangan sektor pertanian, antara wilayah utara dan selatan Bojonegoro yang terjadi selama ini dapat teratasi.

“Dengan begitu sektor pertanian di wilayah selatan dapat terangkat dan kesejahteraan petani meningkat lebih cepat,” tutur mantan Sekretaris Daerah ( Sekda) Bojonegoro itu.

Ditambahkan, infrastruktur pertanian akan diintegrasikan dengan program jaringan infrastruktur jalan, dan jembatan yang dipadukan dengan ketersediaan moda transportasi publik yang menjangkau seluruh desa, instansi layanan publik, dan terutama kawasan pertanian, pariwisata, dan industri migas.

“Kami yakin akan dapat mewujudkan Bojonegoro tangguh dan bersinergi untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan,” tegas Cabup yang berpasangan dengan Kader NU, Mitroatin itu. (nik/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *