SUARABOJONEGORO.COM – Masih mahal biaya sertifikat tanah menjadikan warga miskin di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, belum mampu mensertifikatkan tanah mereka. Padahal selain untuk melindungi tanah mereka, adanya sertifikat dapat digunakan sebagai anggunan meminjam modal untuk mendirikan usaha baru agar mereka mandiri.
Seperti dialami Wiwik Widiastuti (40). Warga Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, ini mengatakan, hingga kini belum mensertifikatkan tanah dan bangunan miliknya seluas 150 meter persegi (M2), karena terbentur biaya.
“Ini warisan peninggalan orang tua,” ujar wanita yang bekerja sebagai penjual sayur keliling ini.
Sejak orang tuanya meninggal dunia lima tahun lalu, Wiwik dan suaminya Mulyono (45), berusaha mensertifikatkan tanah dan bangunan tersebut namun belum juga terlaksana.
“Biayanya sangat besar, dulu waktu masih ada orang tua itu biayanya ratusan ribu, dan sekarang katanya sudah lima jutaan,” ungkapnya.
Wiwik mengaku pernah pasrah pemerintah desa (Pemdes) untuk menguruskan sertifikat tanahnya. Namun karena biayanya dari tahun ke tahun terus meningkat akhirnya membatalkan keinginan tersebut.
“Kami nggak punya uang sebanyak itu. Apalagi suami saya buruh serabutan,” tutur Wiwik yang mengaku suaminya hanya tamatan Sekolah Dasar.
Karena itu, ibu dua anak ini menyambut baik dengan adanya program sertifikasi gratis bagi warga miskin. Sebab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari selalu pas-pasan.
“Saya berharap, Bupati terpilih nanti bisa mewujudkan harapan kami untuk bisa mensertifikatkan tanah dan bangunan gratis,” tandasnya.
Hal yang sama juga dialami Nusrorin (35), warga Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk. Dia mengaku menunda mensertifikatkan tanahnya seluas 70 meter persegi karena mahal biayanya.
“Tahun lalu, sudah banyak yang ikut program pemerintah. Katanya gratis, tapi ya tetap ditarik biaya sampai Rp500.000,” ujar pemilik warung kopi ini.
Rurin, sapaan akrabnya menyebutkan, tahun 2017 sempat mengajukan persyaratan untuk mensertifikatkan tanah yang kini berdiri bangunan rumah milik suaminya, Karto (40). Tapi tetap, diminta menyiapkan uang kurang lebih Rp1 juta untuk keperluan administrasi.
“Dari keterangan suami yang saya dapatkan, uang itu diperuntukkan pembelian patok, meterai, biaya foto kopi berkas dalam proses pembuatan sertifikat,” tukasnya.
Baginya, biaya tersebut dinilai cukup besar. Selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari, juga biaya sekolah ketiga anaknya belum mencukupi untuk mensertifikatkan tanah.
“Saya sama suami cuma jualan di pinggir jalan, jadi belum bisa nabung untuk mensertikatkan rumah. Itu saja tanah warisan,” jelasnya.
Disinggung tentang rencana program sertifikat gratis, wanita berambut panjang ini sangat mendukung.
“Banyak kok yang belum mensertikatkan tanahnya seperti keluarga saya yang ada di desa lain,” tukasnya.
Dia berharap, Bupati Bojonegoro terpilih mendatang bisa mewujudkan program tersebut dan bukan hanya jani-janji. Karena, sertifikat tanah maupun bangunan bagi warga miskin sangat penting dan merupakan harta berharga.
“Semoga bupatinya nanti bisa memperhatikan nasib warganya yang miskin,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, salah satu Calon Bupati (Cabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan bersama pasangannya, Mitroatin, telah menyiapkan program sertifikat gratis bagi warga miskin. Diharapkan melalui program ini dapat memberikan jaminan perlindungan hak atas tanah bagi warga miskin.
Selain itu, lanjut Pak Mul, sapaan akrabnya, melalui sertifikat gratis ini bisa digunakan jaminan di lembaga keuangan maupun perbankan untuk mendapatkan permodalan guna mengembangkan maupun mendirikan usaha baru.
“Ini merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan warga miskin di Bojonegoro agar mereka tangguh dan mandiri,” pungkas mantan Sekda Bojonegoro yang sudah 32 tahun mengabdikan diri sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Bojonegoro ini. (yud/red)