suarabojonegoro.com– Bertempat di Balai Desa Gayam, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bojonegoro (UNIGORO) kembali menggelar Sekolah Lapang Pertanian (SLP) yang didanai oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Adapun dalam acara tersebut Tim LPPM UNIGORO mengenalkan Sistem Resi Gudang (SRG). Sabtu (06/01/18).
Hal tersebut bertujuan untuk solusi bagi petani agar gabah mereka terjual dengan harga tinggi. Selama ini, pada saat panen raya petani sering kali tidak memiliki pilihan selain menjual gabah dengan harga murah ke tengkulak. Hal tersebut yang membuat perekonomian petani saat ini semakin sulit.
Acara yang diikuti oleh 80 Petani dari empat Desa yakni Gayam, Mojodelik, Bonorejo, serta Brabowan. Agus Hariyana selaku Sekertaris Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro, yang dalam hal ini selaku pembicara menjelaskan tentang Sistem Resi Gudang, Keuntungan atau manfaat SRG, dan kelemahan system yang telah berjalan saat ini.
“Sistem Resi Gudang merupakan suatu sistem penyimpanan sementara gabah petani pada saat panen raya, sehingga dapat dijual kembali pada saat harga tinggi”, katanya.
Pada kesempatan ini dirinya memberi contoh bahwa sistem SRG, sama saja seperti jaminan. Petani akan menerima resi yang dapat disimpan sebagai surat berharga, atau digunakan sebagai alat jual beli komoditi di pasar lelang, bahkan dapat digunakan sebagai agunan untuk peminjaman di Bank mitra.
“Keuntungan petani menjalankan system ini adalah petani mendapatkan harga jual yang baik, mendapat kepastian mutu karena system ini harus melalui uji mutu oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), mendapat pinjaman dari Bank, bahkan dapat mempermudah jual-beli komoditi baik secara langsung maupun melalui pasar lelang. Berdasarkan keuntungan tersebut, maka pantas jika SRG menjadi system penjualan alternatif yang dapat dipertimbangkan petani. Apalagi SRG tidak hanya berlaku untuk komoditas tanaman padi, tetapi bisa juga untuk jenis tanaman lain seperti kedelai, jagung, gaplek, dan sebagainya.”, jelasnya.
Namun demikian Agus Hariyana, menegaskan bahwa SRG yang telah berjalan di Bojonegoro juga masih memiliki banyak beberapa kekurangan. Antara lain yakni, Posisi Gudang RSG yang belum merata di semua wilayah Kabupaten Bojonegoro, karena hanya ada di Dander, Kalitidu, dan Padangan.
“Sehingga menyebabkan wilayah lain yang lokasinya jauh dari ketiga kecamatan tersebut akan membutuhkan biaya transport yang lebih tinggi. Selain itu, Gudang SRG yang telah beroperasi dengan baik, baru Gudang SRG di Kecamatan Padangan. Sedang Gudang yang berada di Dander dan Kalitidu masih belum bisa beroperasi secara optimal disebabkan beberapa hal, seperti: belum ada pengelola yang memenuhi kualifikasi, pemilihan alat dryer yang tidak efektif, dan design bangunan gudang yang kurang sesuai”, tambahnya.
Ditambah lagi laporan petani yang mengeluhkan lamanya Bank mitra SRG dalam mencairkan pinjaman kepada petani dengan agunan yang berupa Resi Gudang, sehingga para Petani harus menunggu 2 minggu hingga 1 bulan agar pinjaman cair. Meskipun demikian, Ketua LPPM Unigoro, Laily Agustina Rahmawati, S.Si., M.Sc. mengatakan Permasalahan dalam Sistem Resi Gudang harus dikaji ulang. Sehingga SRG dapat dijalankan oleh petani dan tidak malah merugikan petani. Karena pada dasarnya system ini dibuat untuk membantu petani. Biaya produksi pertanian saat ini sudah cukup tinggi, maka hasil pertanian tidak boleh dijual rugi”, katanya.
Sementara itu Arief Januarso Manager Program Sekolah Lapang Pertanian LPPM Unigoro, menyatakan bahwa jika sistem SRG yang berada di Kabupaten Bojonegoro, harus belajar
Sistem Resi Gudang di Cianjur.
“Biar petani bisa belajar dari mereka yang sudah sukses menerapkan Sistem Resi Gudang di sana”, pungkasnya. (Bim/red).