SUARABOJONEGORO.COM – Sektor Pertanian menjadi bidang yang tidak menarik bagi pemuda di Bojonegoro sebagai peluang lapangan pekerjaan. Diprediksi, 10-15 tahun kedepan akan terjadi kelangkaan pekerja yang bergerak di bidang pertanian.
Fenomena inilah yang akan dicarikan solusinya oleh pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup), Soehadi Moeljono dan Mitroatin. Pasangan yang akrab dikenal masyarakat dengan sebutan “Mulyo-Atine” ini telah menyiapkan program Bojonegoro mandiri dengan percepatan pembangunan industri jasa, dan manufaktur untuk meningkatkan nilai tambah pertanian dan ekonomi masyarakat.
Konsepnya, akan memaksimalkan sektor pertanian mulai hulu hingga hilir, agar mampu menyerap tenaga kerja banyak dalam jangka waktu panjang.
Agar jumlah pengangguran di Bojonegoro seperti Mansur, asal Desa Sumberjo, Kecamatan Sumberjo, berkurang. Pria berusia 35 tahun ini mengakui, tidak berminat bekerja di sektor pertanian karena proses untuk menikmati hasil panen cukup lama hingga memakan waktu berbulan-bulan.
“Apalagi hasilnya belum tentu memuaskan, sehingga saya jadi takut terjun langsung di sektor pertanian,” kata pria yang kini menganggur pasca berhenti bekerja di salah satu pabrik di Surabaya, kepada wartawan Senin (14/5/2018).
Diakui, sebenarnya sektor pertanian berpeluang membuka lapangan kerja jika mampu dikelola dengan baik seperti pembangunan industri manufaktur. Tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan untuk meningkatkan nilai tambah.
“Harus ada proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu juga dari produk pertanian itu sendiri,” tutur bapak satu anak ini.
Hasil-hasil olahan pertanian tersebut, kata Mansur, terdapat sistem pemasaran yang mencakup pemasaran hasil-hasil usaha tani baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
“Pemkab harus menyediakan hal itu, setelah membangun pabrik manufaktur harus bisa membantu petani memasarkan produk,” tandasnya.
Pihaknya berharap, Bupati terpilih mendatang memberikan pelatihan bagi para petani supaya meningkatkan hasil pertanian dan menyiapkan lapangan kerja melalui industri manufaktur.
“Kalau industri manufaktur berkembang, hasil pertanian masyarakat Bojonegoro tidak hanya dijual gelondongan begitu saja. Tapi ada nilai jualnya juga,” tandasnya.
Sementara Pujianto, warga Desa Sobontoro, Kecamatan Balen, mengaku, enggan jika harus menjadi petani atau terjun di sektor pertanian. Selain tidak memiliki pendidikan di bidang pertanian, pekerjaan itu dianggap masyarakat sebagai pekerjaan di level rendah.
“Ya gengsi kalau jadi petani, harus berkotor-kotoran dan membuat capek,” sambung mantan pegawai perusahaan di Sidoarjo, dikonfirmasi terpisah, Senin (14/5/2018).
Menurutnya, dunia pertanian tidak ada jaminan karena sektor ini tergantung banyak faktor diantaranya faktor alam maupun faktor lingkungan.
“Bergerak di usaha tani tidak menjamin tanamannya bisa dipanen, berbeda jika bekerja sebagai pegawai, jaminannya gaji tiap bulan,” tuturnya.
Namun demikian, dirinya setuju jika di Bojonegoro dibangun industri manufakturuntuk mengolah hasil pertanian. Dibutuhkan tenaga terampil untuk bisa menjalankannya, mulai mengolah produk pertanian, hingga tenaga pemasaran yang handal.
“Kalau produknya bagus dan pemasarannya lancar, usaha tani bisa jadi impian dan harapan,” tegasnya.
Dia berharap, Bupati terpilih mendatang bisa mengembangkan industri manufaktur di Bojonegoro, terlebih banyak sekali hasil pertanian yang bisa diolah menjadi bahan baku makanan atau minuman.
“Harapannya bisa benar-benar terwujud agar pengangguran berkurang, petani dan masyarakat sejahtera,” pungkasnya.
Dimintai tanggapannya, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, sektor pertanian memiliki peluang untuk mengurangi pengangguran, dan meningkatkan ekonomi masyarakat Bojonegoro jika dikelola secara maskimal. Pada tahun 2016 perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bojonegoro 2016 sebesar Rp52 triliun, 40 persen atau sekitar Rp20 triliun disumbangkan dari sektor migas, dan 20 persen atau Rp 10 triliun dari sektor pertanian. Dengan serapan angkatan kerja 10 ribu orang di sektor migas, dan 450 ribu orang angkatan kerja di sektor pertanian.
“Ini artinya sektor ini sangat berpeluang mengurangi pengangguran,” tegas mantan Sekda Bojonegoro ini.
Oleh karena itu, kedepan pihaknya akan mempercepat pembangunan industri jasa, dan manufaktur untuk meningkatkan nilai tambah pertanian dan ekonomi masyarakat. Industri ini akan bertahan lebih lama dibanding migas yang menyerap tenaga kerja banyak di awal konstruksi, setelah itu terjadi penumpukan pengangguran.
Untuk mendukung industri manufaktur, lanjut Pak Mul, pihaknya juga akan mempercepat pembangunan waduk gongseng dalam waktu lima tahun kedepan, agar pertanian di wilayah selatan bisa maksimal seperti di wilayah utara Bojonegoro yang selama ini mengandalkan pengairan dari Sungai Bengawan Solo.
“Pertanian ini merupakan potensi dan peluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, dan membuka lapangan pekerjaan. Karena itu kedepan akan kita maksimalkan,” pungkas pria yang sudah 32 tahun mengabdikan sebagai PNS di Pemkab Bojonegoro ini. [*/lis]