SUARABOJONEGORO.COM – Dukungan terhadap program percepatan pembangunan industri jasa dan manufaktur untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan, serta mencipatkan lapangan pekerjaan baru yang digagas pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup), Soehadi Moeljono dan Mitroatin, terus mengalir. Setelah kelompok tani, sekarang giliran gabungan kelompok tani (Gapoktan) mendukung program dari pasangan yang dikenal masyarakat dengan sebutan “Mulyo-Atine” itu.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Sedahkidul, Kecamatan Purwosari, Petekun, mengakui, jika sektor pertanian di wilayahnya masih kurang diminati oleh pemuda.
“Tidak ada tenaga kerja dari generasi muda, semuanya tua-tua yang bekerja di pertanian sekarang ini,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (17/5/2018).
Banyak faktor yang menyebabkan kurangnya minat pemuda dalam bekerja di sektor pertanian. Selain dianggap pekerjaan yang kurang menguntungkan, juga dinilai tidak pas pada zaman modern sekarang ini.
“Mereka maunya kerja yang bergengsi dan gajinya bulanan,” jelasnya.
Selama ini belum ada industri manufaktur berupa pabrik pengolahan hasil pertanian. Semua hasil pertanian baik padi maupun jagung langsung dijual kepada pedagang.
Jika terdapat industri tersebut hasil panen petani bisa ditampung untuk diolah menjadi makan kecil atau produk lain yang dapat mengangkat nilai ekonomi komoditas pertanian, juga membuka lapangan pekerjaan baru.
“Ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, dan mengurangi pengangguran,” tandasnya.
Lembaga yang menaungi beberapa kelompok tani ini berharap, Pemkab kedepan bisa menyiapkan lapangan kerja bagi pemuda setempat. Terlebih di sektor pertanian dengan cara membuat daya tarik tersendiri.
“Seperti adanya pabrik ini, otomatis akan menarik para pemuda untuk bekerja di dalamnya,” tukasnya.
Senada disampaikan Anggota Gapoktan Desa Kedungadem, Kecamatan Kedungadem, Suprianto. Pemuda di tempatnya sebagian besar enggan bekerja di sawah dengan berbagai alasan meskipun mereka adalah anak petani.
“Justru anak-anak petani di sini jarang mengikuti jejak orang tuanya,” sambungnya dikonfirmasi terpisah.
Mayoritas pemuda Kedungadem lebih memilih bekerja di pabrik atau proyek baik di dalam maupun luar wilayah Bojonegoro. Itu karena belum ada inovasi di sektor pertanian yang membuat mereka mau menjadi petani.
“Bagi mereka jadi petani itu kuno,” imbuhnya.
Menurutnya, adanya pabrik pengolahan hasil pertanian, otomatis akan menarik minat para pemuda termasuk anak-anak para petani itu sendiri untuk ikut bekerja.
“Misalnya ada pabrik pengolahan tepung jagung, atau yang lainnya. Pasti membutuhkan tenaga yang lebih muda dan pintar,” tukasnya.
Pihaknya berharap, kedepan, pemerintah setempat memberikan kesempatan bagi para pemuda untuk bekerja di sektor pertanian dengan memberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum berkecimpung di pabrik pengolahan.
“Harus pintar berbisnis selain mengolah bahan bakunya juga,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan telah menyiapkan program percepatan pembangunan industri jasa, dan manufaktur untuk mempercepat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Bojonegoro. Industri ini dipastikan akan meningkatkan nilai ekonomis komoditas pertanian, perkebunan, perikanan, maupun perternakan sehingga dapat mengangkat kesejahteraan petani.
“Juga membuka lapangan pekerjaan yang bisa mengurangi pengangguran,” tegas Pak Mul, sapaan akrabnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengoptimalkan potensi Bojonegoro salah satunya sektor pertanian yang sangat menjanjikan. Melalui percepatan pembangunan percepatan pembangunan Waduk Gongseng, beserta jaringan sarana irigasi persawahan khususnya di wilayah selatan Sungai Bengawan Solo, dan pemberian jaminan ketersediaan pupuk bagi petani.
“Agar tidak ada ketimpangan produksi antara sisi utara dan selatan. Dengan begitu petani Bojonegoro akan semakin sejahtera,” pungkas mantan Sekda yang sudah 32 tahun mengabdikan diri sebagai PNS di Pemkab Bojonegoro ini. [lis]