SUARABOJONEGORO.COM – Program pro ekonomi kerakyatan berupa kemudahan akses permodalan dengan bunga ringan, dan peningkatan kemampuan bisnis bagi bagi usaha Ultra-Mikro, dan pengembangan kualitas bisnis UMKM, yang digagas pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono dan Mitroatin, disambut positif pedagang kecil.
Para pedagang menilai, program dari pasangan yang dikenal masyarakat dengan sebutan “Mulyo Atine” itu, akan mampu mengentas mereka dari belenggu rentenir yang melilit selama ini.
“Sangat setuju. Itu akan memudahkan pedagang kecil memperoleh pinjaman modal,” kata Feni Rahmawati (45), pedagang di Pasar Desa Gayam, Kecamatan Gayam, kepada wartawan, Jumat (11/5/2018).
Pedagang Sembilan bahan pokok (Sembako) ini mengaku, masih terbelit hutang dengan rentenir yang mengatasnamakan diri Koperasi Simpan Pinjam.
“Sudah lama pinjamnya, dan belum pernah lunas,” ucapnya.
Pada awal meminjam uang jumlahnya tidak seberapa. Yakni berkisar Rp200.000 hingga Rp500.000. Untuk pinjaman Rp200.000 dicicil sebesar Rp25.000 selama dua minggu setiap harinya.
“Yang Rp500.000 ya bayarnya Rp55.000 setiap hari selama dua minggu,” ujarnya.
Kemudian dia menambah pinjaman sebesar Rp2 juta dengan angsuran Rp55.000 kali 60 hari atau dua bulan. Pada angsuran ke delapan, bisa pinjam lagi dengan memotong dua angsuran sebelumnya.
“Di sini ya sebagian begitu semua,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dia berharap, Pemkab kedepan bisa membantu pedagang kecil mendapatkan pinjaman modal dengan syarat mudah dan cicilan ringan. Selama ini untuk meminjam di bank harus menggunakan jaminan minimal BPKB sepeda motor.
“Inginnya, ada bank yang bisa menjangkau pedagang kecil seperti kami,” tandasnya.
Senada disampaikan Sutarmo (50),pedagang makanan dan minuman ringan di Pasar Desa Purwosari. Dia telah meminjam uang sebesar Rp1 juta di bank titil. Setiap minggu sekali harus membayar cicilan Rp100 ribu selama 12 minggu.
Cara ini terpaksa dilakukan karena tidak ada jalan lagi untuk mencari tambahan modal, karena kondisi pasar juga tidak selalu ramai, dan mendapatkan laba besar. Sementara kebutuhan keluarga, biaya anak sekolah harus terpenuhi.
“Kalau ada bantuan pinjaman yang lebih ringan, saya setuju sekali,” ungkap bapak tiga anak ini.
Dia berharap, Pemkab bisa memberikan pinjaman dengan persyaratan mudah seperti halnya bank titil. Tanpa harus terbebani jaminan BPKB ataupun sertifikat tanah.
“Karena kita butuhnya hanya ratusan ribu sampai sejutaan saja,” pungkasnya.
Disarankan agar pelayanan yang diberikan nantinya maksimal dengan jemput bola saat pembayaran angsuran, yakni dengan cara mendatangi pedagang saat berjualan. Selama ini pedagang tidak ada memiliki libur kecuali Hari Raya Idul Fitri, sehingga untuk mengantri pembayaran di bank dinilai merepotkan dan membuang waktu.
“Ya kalau bisa, petugas banknya datang ke tempat nasabah,” sarannya.
Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan akan memaksimalkan peran lembaga keuangan seperti koperasi unit desa (KUD), perbankan termasuk BPR untuk memudahkan pemberian pinjaman dengan bunga ringan kepada pedagang kecil.
“Kedepan kita akan jemput bola. Nanti ada petugas yang datang ke pedagang untuk menawarkan pinjaman sekaligus menarik angsuran,” tegas cabup yang berpasangan dengan Kader NU ini. [lis]