Pemasangan Proyek Pipa Pertagas Diduga Serobot Lahan Warga

Reporter : Bima Rahmat

suarabojonegoro.com – Proyek pipa milik Pertagas yang terletak di Desa Padangan, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro mendapatkan protes dari Heri, warga Desa Mojodelik, Kecamatan Kalitidu, sebagaimana lahannya telah dipergunakan untuk proyek pipa milik Pertagas. Kepada media suarabojonegoro.com ini dirinya mengaku bahwa selama ini tidak mendapatkan ganti rugi atas lahannya tersebut. Jumat (20/10/17).

Dirinya mengaku bahwa mempunyai lahan di Desa Dengok tersebut dengan lebar 16,5 meter dan panjang 96 meter. Akibat adanya proyek tersebut ia mengaku tidak dapat menanam dan menggarap lahannya. Dari luas tanahnya tersebut dirinya mengakui telah mensepakati 7 meter untuk disewakan ke Pertagas. Dengan rincian 2 meter untuk pipa dan 2 meter untuk limbah dan dalam kesepakatan tersebut juga telah dinotariskan.

“Kok dalam prakteknya malah melebihi luasan yang disepakati, dan luasan tambahan itu tanpa ijin dari saya”, katanya.

Dari penyerobotan tanahnya tersebut ia berharap mendapatkan perhatian dan ganti rugi dari pihak Pertagas atau Konsorsium Wijaya Rabana Karya (KWRK), yang selama ini tidak ada kejelasan.

“Saya minta ganti rugi mas, karena dengan kejadian ini saya tidak dapat bercocok tanam, padahal ini waktunya tanam padi”, ujarnya.

Sementara itu Kepala Desa Padangan Sri Wahyuni, menaggapi hal ini menutu
rkan bahwa pihak Pemdes tidak mengetahui jika ada yang belum mendapatkan pembayaran ganti rugi.

“Kemarin sudah ada pembayaran tunai, tapi ini baru ada laporan kalau ada yang belum mendapatkan ganti rugi. Tapi itu bukan warga Padangan tapi warga Desa Mojodelik yang punya lahan di Padangan”, katanya.

Dalam hal ini Pemdes Padangan menyatakan bahwa untuk tanah ganti ruginya sebesar Rp 15 ribu permeter dan ganti rugi tanaman Rp3 ribu. Dan sudah ada 17 warga yang mendapatkan ganti rugi tunai.

“Untuk kontrak tanah warga selama 25 tahun dan untuk TKD 3 tahun, sedangkan tanaman langsung diberikan lewat rekening. Kesepakatan ada 7 meter yang disewa dan untuk pelebaran tanah belum ada pemberitahuan lebih lanjut”, ujarnya.
Dirinya berharap agar segera mengganti kerugian pada warga yang terkena dampak proyek tersebut. Serta untuk tenaga kerja dirinya berharap untuk memanfaatkan warga setempat agar mengurangi pengangguran.      

“Selama ini belum ada komunikasi. Dulu PJP mau ijin kalau mau masuk kesini, tapi sampai saat belum ada”, terangnya.                                              

Amin Wibisono, selaku Forum Peduli Desa Padangan menyatakan permasalahan penyerobotan tanah milik warga ini agar segera diurus. Menurutnya permasalahan tanah telah diatur oleh Negara dalam pasal 33 ayat 3. Ia juga berharap kepada pihak pemerintah untuk melihat langsung keluh kesah masyarakat.

“Dan laporan kami ke Polsek untuk segera ditindak lanjuti. Dan kepada Pemda dan DPRD permaslaahan Amdal inikan terdiri dari 3 aspek yakni menguntungkan secara ekonomi, diterima oleh sosial dan ramah oleh lingkungan. Untuk dua aspek terakhir ini saya berharap agar Pemda dan DPRD mengkaji ulang karena amdal sangat melanggar di proyek ini”, katanya.

Terkait dengan pelebaran lahan Ia menjelaskan bahwa dalam kesepakatan awal yakni 7 meter dengan harga Rp15 ribu untuk permeter dan dibayar oleh pihak Pertagas. Namun setelah ada penambahan 5 meter dan dibayar oleh KWRK dengan harga 2.500 permeter.

“Harganya beda ini acuannya apa, Pertagas 15.000 sedangkan KWRK 2.500”, terangnya.

Ia mengaku akan melaporkan hal ini kepada yang berwajib. Pasalnya dalam proyek tersebut ia menduga ada penyerobotan tanah milik warga tanpa ijin pemilik.

“Pemakaian tanah tanpa ijin dan menguntungkan satu pihak itukan termasuk penyerobotan, dan kami mohon untuk kasus ini segera ditindak lanjuti. Selain itu juga masyarakat juga tidak bisa tanam, seperti bapak tadi tidak dapat menggunakan sawahnya, istilahnya sandang pangannya mati”, pungkasnya. (Bim/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *