SUARABOJONEGORO.COM – Sebagian besar pedagang kecil di Bojonegoro telah bertahun-tahun menjadi nasabah rentenir dengan kedok koperasi simpan pinjam. Mereka terpaksa meminjam di “bank titil” untuk menambah modal, dan mencukupi kebutuhan sehari-hari akibat pendapatan dari penjualannya tidak menentu.
Kondisi inilah menjadi perhatian serius pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono dan Mitroatin, untuk mengatasi problema yang dihadapi pedagang kecil.
Pasangan yang dikenal masyarakat dengan sebutan “Mulyo Atine” akan memberikan kemudahan akses permodalan dengan bunga ringan melalui perbankan, dan non perbankan. Selain itu, pasangan yang memiliki jargon ”Semua Bekerja Semua Sejahtera” ini, juga akan meningkatan kemampuan bisnis bagi usaha Ultra-Mikro, dan pengembangan kualitas bisnis UMKM.
Program pro pelaku ekonomi kerakyatan ini diharapkan dapat menghindarkan pedagang kecil dari jeratan rentenir. Seperti yang dialami Edi Sutarno (55), pedagang di Pasar Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas.
Bapak tiga anak ini mengaku, sudah lima belas tahun berjualan di pasar setempat. Dari berjualan barang pecah belah, jualan tahu dan tempe, sampai sekarang berjualan kelapa untuk bahan santan.
“Saya sudah lama di sini, jadi tahu aktivitas pasar dari dulu,” katanya kepada wartawan, Kamis (10/5/2018).
Keberadaan rentenir ini mengatasnamakan koperasi simpan pinjam dengan bunga tinggi. Praktik ini lazim terjadi dan banyak pedagang termasuk dirinya menjadi nasabah mereka.
“Saya sudah jadi nasabah ya lama, lima tahunan,” ucapnya.
Uang yang dipinjam selama ini tidaklah besar. Antara Rp500.000 hingga Rp2.000.000, dengan bunga sebesar 25 persen. Pembayarannya dilakukan setiap minggu sampai 10 kali.
“Kalau belum sampai sepuluh kali mau pinjam lagi ya bisa, potong pinjaman yang sebelumnya gitu,” tandasnya.
Pria asal Desa Kalianyar ini belum bisa lepas dari jerat rentenir karena selalu membutuhkan stok uang. Selama berdagang pendapatan yang diterima tidak menentu.
“Ya pokoknya buat jagan aja,” tuturnya sambil tersenyum.
Menurutnya, jika pemerintah memberikan kemudahan pinjaman dengan bunga ringan, pasti akan diterima dengan baik oleh para pedagang.
“Kita ini pinjamnya kan tidak puluhan juta, sementara bank itu kalau mengajukan pinjaman susahnya minta ampun,” ungkapnya.
Nasib serupa juga menimpa Aminah (40), pedagang di Pasar Dander. Sudah lama dia menjadi nasabah koperasi harian atau mingguan untuk modal jualan. Terlebih, jika uang dari hasil berdagang hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
“Suami saya sudah meninggal, jadi saya hanya bertiga dengan anak dan ibu saya dirumah,” timpalnya ditemui terpisah.
Selama ini, koperasi mingguan dianggap telah membantunya dalam mencari dana talangan. Misalnya, meminjam Rp200.000 dibayar setiap hari sebesar Rp25.000 selama 12 hari.
“Ya begitu seterusnya, kadang juga bisa dibayar mingguan kalau nilainya diatas Rp500.000,” jelasnya.
Di Pasar Dander sebenarnya sudah ada Bank Perkreditan Rakyat dan BRI, namun belum memberikan dampak besar bagi pedagang kecil. Selain prosesnya lama, terkadang tidak dicairkan dengan banyak alasan.
“Pinjam dua juta saja, susahnya minta ampun. Ya kalau jaminan, bisanya minta surat keterangan dari pasar desa,” imbuhnya.
Baik Edi Sutarto maupun Aminah berharap, bupati mendatang punya program seperti koperasi harian atau mingguan tetapi dengan bunga ringan atau tanpa bunga sama sekali, agar membantu pedagang kecil sepertinya.
“Agar kami lepas dari rentenir,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan akan memaksimalkan lembaga keuangan yang ada mulai dari koperasi dan perbankan termasuk BPR, untuk memberikan kemudahan akses pinjaman kepada pedagang kecil dengan bunga yang sangat ringan.
“Kita juga akan meningkatkan kemampuan bisnis mereka agar pedagang kecil berdaya dan mampu mengembangkan usahanya, sehingga mereka juga dapat membayaran pinjaman yang dibayarkan sebagai tanggungjawabnya,” pungkas cabup yang berpasangan dengan Kader NU ini. (lis)