Operasional Berdalih, Kemiskinan Terpinggirkan

Oleh : Waluyo Wahyu Utomk

SuaraBojonegoro.com – Di sudut-sudut Bojonegoro, kemiskinan masih menjadi pemandangan sehari-hari: rumah reyot dan jalan desa yang rusak hingga berlumpur saat hujan masih menjadi momok masyarakat Bojonegoro, belum lagi masalah biaya pendidikan yang kerap menjadi polemik di masyarakat. Kamis (03/07/2025).

Ironisnya, di meja anggaran Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 2024 ini saja, setidaknya lebih dari sebelas unit mobil Toyota Hilux Double Cabin resmi dibeli oleh berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan nilai ratusan juta hingga dua miliar rupiah.

Dari data pelaksanaan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang di dapat media ini ditahun 2024, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya tercatat membeli mobil Hilux Double Cabin tipe otomatis dengan anggaran lebih dari Rp2 miliar. Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air pun tak mau kalah, dengan anggaran hampir Rp1,9 miliar untuk mobil sejenis. Disusul Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pendidikan, serta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang masing-masing mengeluarkan anggaran hampir Rp1 miliar. Beberapa OPD lain seperti Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Bagian Umum, hingga Dinas Kepemudaan dan Olahraga juga turut memborong kendaraan serupa, meskipun dengan anggaran lebih rendah, yakni di kisaran Rp460– Rp470 juta.

Baca Juga:  Adanya Masalah DPT Ganda, DPMD Minta Diselesaikan

Alasan klasik yang selalu digunakan adalah mobil-mobil tersebut untuk mendukung operasional ke wilayah sulit. Namun, pertanyaannya: apakah benar mobil-mobil ini setiap hari menembus jalan berlumpur, medan bukit, dan pelosok desa? Atau lebih sering hanya terparkir rapi di halaman kantor, menjadi simbol status dan kenyamanan pejabat?

Ini bukan sekedar soal membeli mobil baru atau mempertahankan mobil lama. Ini soal kepekaan dan keberpihakan. Ketika masih banyak warga tidur di rumah berlantai tanah dan bergantung pada bantuan yang jumlahnya terbatas, membeli kendaraan dinas baru dengan harga fantastis terasa seperti tamparan bagi rasa keadilan sosial.

Ironi ini semakin pedih, karena belanja kendaraan dinas baru bukan pertama kalinya muncul dalam APBD. Hampir setiap tahun, tradisi ini terus berulang, sementara persoalan kemiskinan dan ketimpangan tak kunjung tuntas.

Baca Juga:  Banjir Air Hujan Sempat Genangi Halaman Rumah Dinas Kapolres Bojonegoro

Lebih menyakitkan lagi, Tak ada penjelasan rinci: kenapa harus mobil tipe tertentu, bagaimana regulasinya, apa urgensinya, berapa frekuensi pemakaiannya, dan bagaimana indikator keberhasilan penggunaannya. Semua hanya berhenti pada kalimat, “untuk operasional,” yang kian lama terdengar hambar.

Keberhasilan pemerintah daerah tidak diukur dari jumlah mobil dinas baru yang berbaris di parkiran kantor, tetapi dari berapa banyak keluarga miskin yang hidupnya berhasil diangkat. Jika belanja kendaraan mahal tetap jadi prioritas, sementara kemiskinan tetap bertahan, lalu di mana letak keberpihakan kepada rakyat?

Sudah saatnya Pemkab Bojonegoro berani mengatakan cukup pada belanja gengsi, dan mengalihkan dana miliaran rupiah ini untuk program nyata yang menyentuh rakyat kecil. Karena keadilan sosial bukan soal siapa pejabat yang mengendarai mobil paling mahal, tetapi soal siapa yang benar-benar berdiri di sisi mereka yang paling lemah. (Why/Red)