Libatkan BUMDes dan Koperasi Stabilkan Harga Gabah

oleh -
oleh
FOTO: Soehadi Moeljono.

SUARABOJONEGORO.COM – Solusi dari pasangan Cabup dan Cawabup Bojonegoro, Soehadi Muljono dan Mitroatin, akan mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi Desa untuk membeli gabah petani, mendapat sambutan baik dari para petani.

Pasangan berlabel ‘Mulyo Atine’ ini memprogramkan, peran lembaga bisnis di desa tersebut, akan dioptimalkan perannya dalam perdagangan komoditas pertanian. Termasuk diberikan kemudahan akses ke perbankan.

Yang pasti anjloknya harga gabah saat penan raya telah menjadi masalah klasik yang dihadapi petani di Bumi Angling Darmo. Belum ada solusi tepat mengatasi problema tersebut.

Saat ini harga gabah kering sawah berkisar antara Rp4.000 – Rp4.200 per kilogram (Kg). Harga ini turun dari sebelumnya Rp 5.000 per Kg.

Anjloknya harga tersebut, ungkap Sukarmi (50), petani asal Desa Kaliombo, Kecamatan Purwosari, menyebabkan petani merugi. Harga ditingjat petani tersebut tidak sebanding biaya produksi yang dikeluarkan.

Biaya yang dia keluarkan untuk menggarap sepetak sawahnya sebesar Rp3 juta. Biaya itu untuk pembelian pupuk, obat-obatan dan membayar buruh mulai tanam hingga panen. Hasil penjualan gabah seberat 1,4 ton dari sawahnya sebanyak Rp5.600.000.

“Jika dihitung-hitung, biaya produksi dengan hasil panen yang didapat sangat sedikt,” kata Sukarmi kepada wartawan, Selasa (27/3/2018).

Sukarmi maupun petani lain seperti desanya biasa menjual gabah kepada pedagang, tak sedikit yang menyebutnya tengkulak. Di desa itu tak ada lagi yang mengambil hasil panen para petani. Berapapun harga yang dipasang terpaksa diterima.

Jika dikalkulasi, selama tiga bulan laba yang didapat Sukarmi sebanyak Rp2.600.000. Laba itu hanya cukup untuk makan satu keluarga.

“Saya hanya tinggal berdua dengan anak,” ucapnya.

Wanita tengah baya itu mengaku, setuju jika hasil panennya dibeli BUMdes atau koperasi desa. Dengan syarat, harga yang diberikan lebih tinggi dari pedagang.

Harga gabah dipasaran Rp4.200 per Kg tersebut, juga menjadikan Sukarman, dan pada petani asal Desa Leran, Kecamatan Kalitidu merugi.

“Bisa dikatakan untung kalau harganya Rp5.000 lebih per kilogramnya,” ujar Sukarman saat ditemui terpisah.

Dituturkan, panen bulan Desember 2017 lalu, harga gabah bisa mencapai Rp5.500 per Kg. Selebihnya dari bulan ke bulan memasuki tahun 2018, harga gabah terus turun.

“Hasil panen ini hanya untuk membayar hutang biaya tanam, dan mencukupi kebutuhan keluarga,” imbuhnya di samping petani lainnya.

Dia hitung, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp6,5 juta. Hasil panen yang didapat 2,5 ton, dan hasil penjualan gabah sebanyak Rp10.500.000.

“Bisa diangan-angan sendiri, cukup apa tidak uang segitu untuk petani seperti kami,” imbuhnya.

Penjualan gabah kepada tengkulak, tambah dia, sudah dilakukan sejak sawah tersebut digarap orang tuanya.

“Kalau BUMDes atau koperasi mau membeli ya setuju saja. Harapannya harga bisa stabil, tidak dipermainkan,” tegasnya.

Baik Sukarmi maupun Sukarman berharap kepada Bupati terpilih mendatang  menjaga harga gabah saat musim panen.

“Petani inginnya harganya itu stabil,” demikian pungkas Sukarman.

Realitas yang menimpa petani tersebut, tak sesuai dengan data yang dipegang Dinas Perdagangan Bojonegoro. Bahkan, Sekretaris Dinas Perdagangan, Agus Hariana, membantah jika harga gabah kering sawah di tingkat petani mengalami penurunan.

Sesuai hasil survei yang dia lakukan di sejumlah wilayah, harga gabah cukup bagus. Harga yang diterima petani berkisar Rp4.800 hingga Rp5.100 per Kg, karena, kualitas padi di Bojonegoro sangat bagus, sehingga diminati pembeli luar daerah.

“Kalau harga gabahnya ada yang turun, itu pasti wilayah banjir,” tukasnya.

Selain kualitas gabah turun akibat banjir, turunnya harga pada musim panen diakibatkan oleh tengkulak.

“Sebisa mungkin, hasil panen harus terserap dengan harga bagus. Makanya harus ada program solutif untuk saudara kita pasang petani,” tegas Soehadi Moeljono saat dikonfirmasi secara terpisah.

Satu diantara program yang dia persiapkan bersama Cawabup dari Muslimat NU, Mitroatin, adalah melibatkan BUMDes dan koperasi di masing-masing desa. Mereka harus dipersiapkan, dilatih agar punya keahlian, dan diberikan akses ke perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Dalam desain program itu, Pemkab akan menjadi pendampingnya.

“Dengan begitu harga gabah bisa stabil, karena petani terhindar dari permainan tengkulak, sistem ijon, maupun tebas yang kerap merugikan petani,” tegas Pak Mul, sapaan akrabnya.

Pelibatan BUMDes dan Koperasi dalam penyerapan gabah akan menjadi usaha baru. Dua organ bisnis desa itu akan memperoleh keuntungan dari usaha tersebut.

“Kedepan kita akan bersama-sama bersinergi merivitalisasi BUMDes agar bisa berkembang dan memberikan kontribusi bagi desa dan masyarakat,” pungkas mantan Sekda yang sudah 32 tahun mengabdikan diri sebagai PNS di Pemkab Bojonegoro itu. (*/red)

No More Posts Available.

No more pages to load.