Negara Harus Hadir Atasi Kebodohan, Usulkan Wajib Belajar 12 Tahun Diterapkan

Reporter : Sasmito Anggoro

SuaraBojonegoro.com – Adanya Raperda penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yg di inisiati oleh DPRD kabupaten Bojonegoro khususnya komisi C Telah memasuki tahapan pembahasan untuk menguji naskah akademik yang telah di buat. Maka pada hari rabu tanggal 7 desember 2023 bertempat di creative room lantai 6 gedung pemkab bojonegoro jalan  Mas Tumapel nomor 1 Kabupaten Bojonegoro Dinas P3AKB Kabupaten Bojonegoro mengundang intansi terkait untuk memberi masukan terhadap raperda PPA dengan  mengadakan kegiatan fokus group discussion (FGD).

Sholikin jamik, selaku panitera pengadilan Agama Bojonegoro yang di undang mewakili instansi pengadilan Agama menyampaikan aprisiasi yang mendalam terhadap raperda ini sehingga perempuan dan anak yang selama ini menjadi kelompok rentan di wilayah publik ada perlindungan, dan kepastian hukum bila ada masalah.

Hanya saja, setelah Sholikin Jamik membaca naskah akademiknya  mempertanyakan perempuan yang menjadi janda itu perlu di lindungi atau tidak di mana data di pengadilan agama Bojonegoro per Nopember tahun 2022 sudah ada 2.809 janda.

“Dan anak anak yang nikah di bawah umur ada 515  orang. Jumlah yg cukup besar di kabupaten Bojonegoro ini cukup rentan terjadi ketidak seimbangan sosial karena janda dengan jumlah cukup fantastis di samping harus mencukupi diri juga menjadi kepala keluarga bagi anak anaknya nya pasca percerain,” Terang Sholikin Jamik, Kamis (8/12/2022).

Baca Juga:  Hutang Puasa Lewat 2 Kali Ramadhan, Bagaimana Menggantinya? (2)

Dijelaskan juga terkait belum anak yang menikah di bawah umur potensi kerawanan akan pasti datang yaitu kematian saat melahirkan dan stunting anak yang di lahirkan serta yang pasti menambah deretan perceraian karena ekonomi dan menambah kemiskinan baru di kabupaten Bojonegoro.

Sholikin Jamik juga menjelaskan raperda ini sebaiknya harus menjangkau Pencegahan bukan hanya membahas tentang Penanganan karena penangganan itu akibat yang harus kita cari itu sebab nya.

Seluruh regulasi yang ada tentang perlindungan hukum perempuan dan anak masih berkisar pada penanganan pasca kejadian, misalnya di Mahkamah Agung ada peraturan Mahkamah Agung  nomer 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan hukum. Dan perma nomer 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi nikah.

“Bahkan dirjen badan peradilan agama mengeluarkan intruksi kepada seluruh pengadilan agama se indonesia dalam suratnya nomer 1669/DJA/HK.00/5/2021 tanggal 24 mei 2021 tentang jaminan pemenuhan hak hak perempuan dan anak pasca perceraian,” Tambahnya.

Semua masih melindungi pasca kejadian dalam penanganan, Belum bicara tentang pencegahan, maka Sholikin Jamik mengusulkan dalam raperda ini agar menjangkau pada aspek pencegahan karena kasus kasus perempuan dan anak yang terjadi di Bojonegoro rata rata akibat pendidikan yang rendah dan masalah ekonomi.

Baca Juga:  TUNTUNAN ZAKAT FITRAH

Raperda ini akan memiliki makna bila aspek pencegahan itu dominan di masukkan dlm pasal pasal yang bersifat memaksa, maka bila semua menyadari bahwa kasus kasus perempuan dan anak akibat karena aspek kebodohan karena pendidikan rendah dan kemiskinan karena ekonomi (baca pengangguran) maka dari aspek pendidikan Sholikin Jamik mengusulkan dalam pasal 7 dlm raperda berbunyi “pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak” di rubah menjadi “pemerintah daerah wajib menyelenggarakan program wajib belajar 12 tahun untuk yang semua anak”

Sehingga Harapan Sholikin Jamik Bojonegoro bebas dari penduduk yang tidak lulus SLTA, Caranya karena wajib maka pemerintah daerah harus hadir memberi bea siswa yang putus SD atau putus SLTP, Kepala desa mendata penduduk nya yg putus SD atau SLTP Untuk di sekolahkan dengan biaya bea siswa dari APBD.

“Sementara untuk mencari solusi kemiskinan maka perlu di buatkan pelatihan pelatihan yang bersifat vokasi yang lebih menekankan skill dan sikap tata krama dan sopan santun,” Pungkasnya. (SAS/Red)