Mudiani Hadir Di Acara 7 Hari Meninggalnya M Yamin, Sosok Pejuang Demokrasi Indonesia

Reporter : Bina Rahmat

SuaraBojonegoro.com – Mudiani, Caleg DRI RI, Dapil Bojonegoro-Tuban, mengenag tujuh hari kepergian, M.Yamin, seorang pejuang dan Politisi dari masa Orde Baru hingga diakhir perjuangannya memperjuangkan pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin, untuk kembali memimpin Indonesia 2019-2024. Kamis (28/03/19).

“M. Yamin, adalah bagian sejarah dari beberapa orang yang pernah ikut serta dalam perubahan sistim politik dari kediktaktoran Orde baru menuju demokrasi seperti hari ini,” katanya.

Menurut ibu dua orang anak ini, dimatanya M. Yamin, adalah sesosok pejuang demokrasi yang menentang orde baru diera 1980 an. Selain itu, dimata Mudiani, M. Yamin adalah salah satu putra terbaik bangsa untuk membuka pintu perlawanan bagi generasi tahun 1990 an, dalam menggulingkan orde baru.

“M Yamin, adalah seorang pejuang demokrasi, sosok yang selalu mengutamakan kesetiakawanan, kedisiplinan dan kejujuran,” ujarnya.

Wanita yang saat ini staf wakil Direktur Bidang Organ dan Wilayah , ini menceritakan sejarah perjuangan Muhammad Yamin, berdasarkan sejarah yang menjadi catatannya. Perjuangan M. Yamin dalam kancah pergerakan pers mahasisw Yogjakarta, kota dengan perguruan tinggi negeri dibawah asuhan Orde Baru, Universitas Sebelas Maret.

“Tentu menyandang beban berat dan stigma sebagai kampus yang tenang tanpa perlawanan,” tambahnya.

Dari keterangan berbagai sumber, dalam catatan sejarah perlawanan mahasiswa tahun 1977-1978, dimana saat itu ada gelombang perlawanan mahasiswa anti Soeharto di Yogyakarta, Jakarta dan Bandung, kampus-kampus Solo tampak adem-ayem. Baru pada awal tahun 1980-an baru muncul gelombang gerakan mahasiswa Solo, namun lebih pada gerakan anti-etnis Tionghoa.

Baca Juga:  Dukungan Terus Mengalir kepada Caleg DPR RI Mudiani

“Geliat perlawanan mahasiswa kembali nampak ketika menyeruak kasus Kedung Ombo. Itupun distimulasi/diprovokasi oleh gerakan mahasiswa kota sebelah Yogya dan Salatiga yang sudah berani masuk ke desa-desa yang akan tenggelam oleh air bendungan Kedung Ombo, mengorganisir perlawanan rakyat,” paparnya.

Benih gerakan mahasiswa UII Yokjakarta, lanjutnya, muncul dari aktivitas pers mahasiswa. Dimana pada saat itu jejaring pers mahasiswa antar kota menjadi embrio gerakan mahasiswa. Pada setiap aktivitas jaringan pers mahasiswa, baik dalam bentuk pelatihan jurnalistik ataupun temu pers mahasiswa, diselipkan agenda-agenda perlawanan melawan Soeharto, salah satunya advokasi penggusuran Kedung Ombo.

“Di forum inilah, perjumpaan perdana dengan Yamin, seorang aktivis pers mahasiswa dengan tiga media: LPM FH UII Keadilan, LPM UII HIMMAH dan Majalah Mahasiswa Solusi,” ungkap Ketua DPP Banteng Muda Indonesia bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak ini.

Mudiani, mengenag M. Yamin, yang mana disaat sela-sela acara temu pers mahasiswa, ada pertemuan rahasia beberapa aktivis pers mahasiswa antar kota yang ternyata juga aktivis pro-demokrasi. Erdapat dua agenda yang dibahas dalam pertemuan terbatas itu, yakni advokasi Kedung Ombo dan advokasi pengadilan subversif 3 B (Bambang Isti Nugroho, Bambang Subono dan Bonar Coki Naipospos).

Baca Juga:  Mudiani : Peranan Perempuan Dapat Mengubah Dunia

“Mereka bertiga dituduh melakukan aktivitas subversif menyelenggarakan diskusi-diskusi Marxisme dan mengedarkan atau memperjualbelikan novel Pramoedya Ananta Toer yang saat itu adalah bahan bacaan terlarang bagi Orde Baru,” kenangnya.

Aksi mahasiswa dalam menentang kezholiman Orde Baru memenjarakan mahasiswa dan pemuda Bambang Isti Nugroho, Bonar Tigor Naipospos, Bambang Subono, bentrokan di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, 8 September 1989. Ratusan mahasiswa memprotes keras vonis terhadap Isti dan Bono. Mereka berencana melakukan longmarch dari Pengadilan Negeri Yogyakarta di Jalan Kapas menuju DPRD Yogya di kawasan Malioboro.

Barisan mahasiswa baru nyampai di depan TMP Kusumanegara, dihadang gabungan polisi dan tentara. Terjadilah bentrokan yang tidak seimbang, puluhan mahasiswa diinjak-injak sepatu lars tentara, ditendang dan diceburkan selokan Kusumanegara yang penuh kotoran sapi,” katanya.

Mudiani, berharap dimasa-masa saat ini nantinya akan bermunculan M. Yamin baru, yang rela berkorban, mencurahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk memperjuangkan demokrasi dan menentang segala bentuk kepemimpinan yang otoriter dan tidak pro dengan rakyat.

“Saya pribadi mulai mengenal beliau pada tahun 2014 silam, akan tetapi dari sejarah-sejarah beliau sangat heroik untuk kita teladani. Semoga amal ibadahnya diterima disisinya,” pungkasnya. (Bim/red).