SURABAYA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan kunci utama membangkitkan perekonomian nasional adalah kembali kepada sistem ekonomi Pancasila.
Menurut LaNyalla, sebelum konstitusi diubah tahun 1999 hingga 2002, konsep sistem ekonomi Pancasila tertuang dalam Pasal 33 naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.
“Namun, bangsa ini sudah salah arah. Hanya demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio, mekanisme ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar. Dibiarkan tersusun dengan sendirinya. Bukan lagi disusun atas usaha bersama,” kata LaNyalla dalam Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan di Universitas Dokter Soetomo, Surabaya, Jatim, Selasa (18/10/2022).
Begitu pula posisi negara yang sudah tidak lagi menguasai secara mutlak bumi air dan kekayaan alam. Menurutnya, negara hanya berfungsi sebagai pemberi ijin atas konsesi-konsesi yang diberikan kepada swasta nasional yang sudah berbagi saham dengan swasta asing.
“Padahal, negara dengan keunggulan komparatif Sumber Daya Alam seperti Indonesia, seharusnya lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP,” ujarnya.
Ditegaskan LaNyalla, konsep atau Mazhab pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pemasukan negara dari Pajak Rakyat atas Pendapatan Domestik Bruto di beberapa negara memang sukses diterapkan. Tetapi belum tentu dapat diterapkan untuk negara seperti Indonesia.
LaNyalla mencontohkan Amerika Serikat. Puluhan perusahaan raksasa dunia semua berkantor pusat dan dimiliki oleh warga negara Amerika Serikat. Mereka semua tidak memindahkan kantor atau unit usahanya keluar dari Amerika Serikat. Sehingga miliaran US Dolar keuntungan mereka terdistribusi menjadi pemasukan Pajak bagi pemerintah Amerika Serikat.
Begitu pula industri lainnya, seperti industri film Hollywood yang sampai hari ini mampu mencetak laba miliaran US Dolar dari monetize royalty atas pemutaran film-film produksi mereka di ratusan negara di dunia. Belum industri-industri lain, termasuk farmasi dan obat-obatan serta senjata.
“Bagi Amerika, konsep pajak sebagai sumber pemasukan utama bisa dilakukan. Tetapi bagi negara seperti Indonesia tentu tidak. Dan memang konsep pertumbuhan ekonomi yang dikampanyekan oleh masyarakat Global, berbeda dengan konsep pemerataan ekonomi yang dirancang para pendiri bangsa kita,” paparnya.
Menurut Senator asal Jawa Timur itu, konsep dan sistem ekonomi yang dirancang para pendiri bangsa dalam Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Naskah Asli yang sudah dihapus total, harus kembali diterapkan.
“Kunci agar Indonesia maju dalam ekonomi adalah negara harus kembali berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,” ungkap dia.
Kemudian tiga pilar ekonomi Indonesia yaitu koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik swasta nasional maupun asing melakukan proses usaha bersama secara sinergis. Tentu dengan posisi pembagian yang tegas, antara wilayah public goods dan wilayah commercial goods, serta irisan di antara keduanya.
“Makanya saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Kita harus kembali kepada Pancasila. Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah,” tuturnya.
Hadir Rektor Universitas Dr Soetomo, Dr Siti Marwiyah, SH. MH, Para Wakil Rektor, mantan Anggota DPR RI, Dr Achmad Rubaie, SH. MH, Para Dekan dan mahasiswa Unitomo. (Lis/Red)