ISNU Bojonegoro Menuju Santri Perdamaian Diera Milenial Untuk Teguhkan Khittah

SuaraBojonegoro.com – Meskipun kondisi pandemi Covid-19, tidak menyurutkan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Bojonegoro ikut mencerdaskan anak bangsa. Badan otonom NU yang mewadahi para sarjana itu mempersiapkan santri dan juga pemuda dalam mempersiapkan diri diera milenial.

Melalui wenibar nasional, Kamis (29/10/2020), hadir secara virtual Dr KH Ali Masykur Musa, MS.i selaku ketua umum PP ISNU, Prof Dr HM Mas’ud Said yang juga ketua PW ISNU Jawa Timur dan dr H. Kholid Ubed, SpPD, mantan ketua PC ISNU Bojonegoro yang sekarang menjabat ketua PCNU Bojonegoro dua periode. Serta H.Yogi Prana Izza, Lc MA, ketua PC ISNU Bojonegoro dan dimoderatori Dr Hamam Burhanudin.

Kegiatan yang mengusung tema ‘meneguhkan khittah serta peran santri dan pemuda dalam menebar pesan perdamaian dan menangkal narasi kekerasan diera millenial’. Diawali dengan pembukaan, menyanyikan lagu Indonesia raya dan yahlal wathon, sekaligus sambutan Bupati Bojonegoro diwakili Bapak Yayan Nur Rahman.

Setidaknya ada sekitar 200an peserta yang ikut dalam acara webinar nasional. Ketua PP ISNU, Dr Ali Masykur Musa memaparkan banyak hal, utamanya tentang program jangka panjang 2045 (Indonesia emas). Dimana PP ISNU terlibat dalam merumuskan draf naskah akademik arah kompetensi pendidikan generasi 2045 Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Oktober 2020.

Baca Juga:  Antusias Santri Sangat Tinggi Untuk Dapatkan Vaksin Covid 19

“PP ISNU dalam draft ini merumuskan spiritual-kompetensi-ketuhanan dan kompetensi kewarganegaraan,” paparnya mengawali webinar nasional.

Prof Masykur mengaku, kompetensi ini penting karena pemuda atau santri kedepan nantknya yang akan membawa arah Negara Indonesia. “NU dan masyarakatnya juga harus mempunyai kemandirian ekonomi sehingga tidak mudah menjadi objek,” ungkapnya.

Sementara itu ketua PW ISNU Jawa Timur, Prof Mas’ud Said menjelaskan terkait konsep wasathiyah (moderat) yang menjadi ciri khas NU, harus dikedepankan oleh generasi muda dan santri. “Menguasai teknologi sangat penting di era milenial karena pesan-pesan perdamaian bisa disebarluaskan melalui teknologi guna mengimbangi narasi-narasi kekerasan,” jelas Prof Mas’ud.

Profesor yang juga ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Bojonegoro itu sudah mempersiapkan trobosan yang dilakukan pengurus PW ISNU Jawa Timur, dengan dimilikinya website Da’i Intelektual Nusantara Network (DINUN). “Intelektual itu penting sekali. Karena kapasitas intelektual yang mumpuni, bangsa menjadi maju, dan narasi-narasi kekerasan akan ditinggalkan. Dalam bahasa lain, harus mempunyai kemandirian intelektual,” sambungya.

dr H.Kholid Ubed, SpPD mengungkapkan melihat pada sejarah, kasus kekerasan yang disebabkan bukan karena perseteruan akidah, tetapi karena politik. Padahal politik itu adalah satu bentuk gerakan yang tidak bisa ditinggalkan untuk kebaikan. “Sehingga seharusnya orang sadar bahwa pergesekan politik tidak harus saling baku hantam dan menghunus pedang,” terang pak dokter Ubed.

Baca Juga:  Penerimaan TNI Angkatan Darat khusus Jalur Santri dan Lintas Agama Dikampanyekan Kodim Bojonegoro

Dokter spesialis penyakit dalam, yang menjabat ketua PCNU Bojonegoro dua periode menambahkan, jika warga NU sudah mandiri secara ekonomi, maka ekonomi itulah yang digunakan untuk kemaslahatan umat melalui pergerakan. Bukan sebaliknya, pergerakan digunakan untuk mencari ekonomi.

Sedangkan Yogi Prana Izza mencoba mengidentifikasi akar dari narasi kekerasan. Menurutnya yang pertama adalah persepsi. Pasalnya pikiran, perkataan dan perbuatan berasal dari persepsi. Jika persepsi keliru, maka yang muncul dari pikiran, perkataan dan perbuatan adalah negative.

“Banyak yang tidak bisa membedakan antara opini dan fakta. Oleh karena itu, dalam istilah sufi perlu dikedepankan Shihah al-Uqul (akal sehat) dalam memandang sesuatu,” ucap dosen IAI Sunan Giri Bojonegoro itu.

Ketua PC ISNU Bojonegoro, lulusan Mesir itu menyebut yang kedua adalah nafsu. Sebab semua pikiran, perkataan, maupun perbuatan yang negatif, seperti menghujat, menjegal dan lain-lain sumbernya adalah nafsu. Oleh karena itu perlu yang disebut dalam tradisi spiritual sufistik dengan taharah al-qulub (pembersihan hati).

“Sehingga dua hal tersebut shihhah al-uqul (akal sehat) dan taharah al-qulub merupakan tradisi spiritual yang perlu dilestarikan. Atau melengkapi dari narasumber sebelumnya (kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual, kemandirian gerakan), maka ditambah dengan kemandirian spiritual,” pungkasnya. (Lis/Red)