SUARABOJONEGORO.COM – Layanan mutu pendidikan antara sekolah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, belum merata. Baik infrastruktur sarana prasarana maupun tenaga pengajarnya.
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, Sriminarti, menilai, belum adanya pemerataan ini dikarenakan selama ini sekolah baik di desa dan di kota tidak memiliki program kerja. Padahal, program kerja itulah yang menjadi tolak ukur peningkatan mutu pendidikan sekolah itu sendiri.
“Program kerja setiap tahunnya bisa dibuat dan diserahkan kepada Dinas Pendidikan,” kata dia kepada wartawan, Senin (26/03/18).
Selain itu, keberadaan tenaga pendidik juga terjadi ketimpangan. Contohnya, ketika seorang guru yang mengajar di wilayah pedesaan puluhan tahun, seringkali meminta dipindahtugaskan ke kota.
“Ketika dipindah itulah, kebutuhan guru dikota terpenuhi. Sementara kebutuhan di desa berkurang,” tukasnya.
Akibatnya mayoritas lembaga pendidikan mengangkat Guru Tidak Tetap (GTT) dengan gaji yang disesuaikan dengan kemampuan sekolah. Sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan.
“Terlebih Bantuan Operasional Sekolah atau BOS di Bojonegoro tergolong kecil,” tandas Sriminarti.
Menurut Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, lanjut wanita berhijab ini, kesenjangan antara sekolah swasta dan negeri terjadi pada kewenangan sekolah dalam pengadaan iuran atau bantuan kepada wali murid.
“Sekolah swasta di Bojonegoro dari PAUD sampai tingkat SMP itu diperbolehkan mengadakan iuran pada wali murid. Justru, yang negeri dilarang,” tandasnya.
Apabila sekolah swasta mampu mengatur, mensinergikan, dan mengadakan partisipasi dengan wali murid, komite, ataupun paguyuban, maka sekolah tersebut akan maju, bahkan bisa lebih maju daripada negeri.
“Jadi sekolah swasta kalau mau maju harus bisa bekerjasama dengan orang-orang yang peduli dengan pendidikan,” tandas wanita yang berdomisili di Desa/Kecamatan Purwosari itu.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, Dewan Pendidikan menyarankan kepada Pemkab agar melakukan penelitian untuk mendapatkan data, dan informasi yang kredibel tentang pendidikan di Bojonegoro. Dari penelitian itu kemudian dianalisa untuk mengetahui kebutuhannya sebelum dituangkan dalam sebuah kebijakan.
“Sehingga pendidikan di Bojonegoro bisa maju berbasis penelitian. Bukan menurut ini dan itu yang sumbernya tidak jelas,” tuturnya.
Oleh karena itu, Pemkab harus bekerjasama dengan lembaga penelitian untuk mengatasi permasalahan baik kesenjangan, mutu, dan lain sebagainya. Melalui cara itu kedepan bisa mewujudkan sebuah Kabupaten Pendidikan.
“Kabupaten Pendidikan ini berarti adanya peningkatan mulai dari mutu, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia pada tenaga pendidiknya,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, salah satu Calon Bupati (Cabup) Bojonegoro, Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan akan bersinergi dengan sejumlah pihak termasuk lembaga penelitian untuk memetakan kondisi pendidikan antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Dari hasil itu, lanjut Pak Mul, sapaan akrab Soehadi Moeljono, dapat diketahui kebutuhan, kekurangan serta potensi dari masing-masing sekolah untuk kemudian ditingkatkan sarana prasarana maupun tenaga pengajanya agar mutunya meningkat.
“Seperti di satu kecamatan itu lulusannya banyak yang melanjutkan ke perguruan tinggi atau tidak. Kalau sedikit maka perlu dibangun SMK agar setelah lulus mereka sudah memilki bekal keterampilan,” jelas Cabup yang berpasangan dengan Kader Muslimat NU, Mitroatin ini. (*/red)