SuaraBojonegoro.com — Dyah Setyaningrum, S.Si., M.Sc., dosen prodi kimia Universitas Bojonegoro (Unigoro), menciptakan alat filtrasi air untuk mengatasi problem sanitasi di kawasan pesisir pantai Desa Banjarejo, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban. Alat tersebut berhasil mengubah warna air tanah semula keruh, menjadi bening. Sehingga bisa dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari. Karya ini merupakan bagian dari Pengabdian Masyarakat Pemula 2024 yang berjudul Pemberdayaan Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (Hippam) Tirta Bahari dalam Sanitasi Air Bersih Menggunakan Filter Alam.Program ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) melalui Pendanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2024.
Dyah menuturkan, dia bersama dua rekannya Nindy Callista Elvania, ST., M.Ling, dan Mushtofa, ST., MT., mengamati masih ada desa-desa di Kabupaten Tuban yang mengalami krisis air bersih. Terutama di kawasan pesisir pantai, seperti Desa Banjarejo. Dyah menyebut, buruknya kualitas air di sana disebabkan oleh kondisi iklim, batuan permeabel atau topografi tanah yang memang tidak cocok untuk pengembangan sumber daya air, serta adanya intrusi air laut. “Sehingga kami tergerak untuk mengadakan sosialisasi dan pelatihan tentang sanitasi dasar air bersih di Desa Banjarejo. Dengan sasaran kegiatan konsumen, perangkat desa, serta pengurus Hippam Tirta Bahari,” tuturnya, Senin (21/10/24).
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas air di Desa Banjarejo adalah membuat alat filtrasi air sederhana. Dyah mengatakan, air dari Hippam Tirta Bahari berwarna keruh dan menimbulkan kerak di panci saat direbus. Air harus difilter terlebih dahulu sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dia dan timnya telah menggelar pelatihan pembuatan alat filtrasi air sederhana pada 18 Agustus 2024 yang diikuti oleh anggota Hippam. Kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi sanitasi air bersih pada 19 September 2024. “Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat alat filtrasi air sederhana adalah kerikil, sabut kelapa, pasir pantai teraktivasi, dan karbon katif teraktivasi dari bonggol jagung. Sabut kelapa bisa mengendapkan partikel besar. Lalu ditambah pasir pantai teraktivasi yang berfungsi menyaring unsur Mn dan Fe. Susunan vertikal berikutnya adalah karbon aktif dari bonggol jagung yang bertugas mengurangi kandungan kapur, zat organik, dan menghilangkan bau. Lapisan terakhirnya adalah kerikil pantai yang berfungsi sebagai penyaring lumpur. Masyarakat juga kami ajari cara membuat karbon aktif menggunakan arang bonggol jagung dan cara aktivasinya,” jelas Dyah.
Pemasangan alat filtrasi di tandon milik Hippam Tirta Bahari dilaksanakan pada 17 Oktober 2024. Sebelum dan sesudah pemasangan, Dyah beserta tim melakukan uji kualitas air. secara fisik, tampak perbedaan yang signifikan dari kejernihan warna air. Ditambah ada peningkatan parameter yang telah memenuhi baku mutu. “Tetapi masih ada beberapa parameter yang belum memenuhi. Di antaranya Mg, Cd, dan Pb. Mungkin karena ada pencemaran dari besi yang berasal dari saluran Pamsimas (Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), serta adanya pencemaran dari limbah domestik,” ungkapnya.
Selain itu, hasil uji kualitas air juga menunjukkan adanya kandungan bakteri e-coli. Sehingga untuk kebutuhan konsumsi air minum, maka setiap rumah harus menambahkan membran reverse osmosis (RO) dan lampu UV di pipa sumber air perumahan.
Dyah mengklaim, salah satu pengurus Hippam Tirta Bahari, mengaku sudah ada 20 pelanggan baru yang merasakan manfaat dari alat filtrasi ini. Namun ada sebagian masyarakat yang menolak. Karena medan yang naik dan turun, serta jarak yang cukup jauh dari lokasi Pamsimas. “Kami berharap pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat berdampak keberlanjutan dalam menjawab permasalahan kualitas air di Desa Banjarjo. Partisipasi aktif dari masyarakat dan pemerintah setempat juga sangat dibutuhkan agar tujuan dari SDGs di tingkat desa dapat terpenuhi,” pungkasnya. (Red/din)








