SuaraBojonegoro.com – Badan usaha milik desa (BUMDes) di Bojonegoro sudah berdiri hampir di tiap desa. Dari 419 desa, sudah ada 393 desa yang memiliki BUMDes. Artinya hanya 26 desa saja yang belum memiliki BUMDes.
Sebagai upaya penguatan BUMDes, Bupati Bojonegoro Anna Muawannah meminta agar dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Penguatan BUMDes dilakukan untuk meningkatkan pendapatan asli desa (PAD). Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDes.
Untuk tujuan penguatan BUMDes, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Bojonegoro menggelar pelatihan bagi BUMDes. Kegiatan ini dilaksanakan di aula lantai II DPMD Kabupaten Bojonegoro, selama dua hari, yakni Kamis (20/5/2021) dan Jumat (21/5/2021).
Hadir dalam pelatihan itu, Bupati Bojonegoro Anna Muawannah secara virtual, Kepala Dinas (Kadin) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Machmuddin, Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Lembaga Ekonomi Desa Provinsi Jawa Timur Lianto, 28 Kasi PMD se-Kecamatan Bojonegoro, dan 24 pendamping BUMDes.
Sebagai narasumber dari Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Jogjakarta Bambang Kuseno dan Asep Kurniawan.
Bupati Anna Muawannah dalam sambutannya mengapresiasi sesuai dengan target kinerja DPMD yang tidak ada lagi desa yang tertinggal. Hal ini suatu capaian kabupaten maju dan mandiri karena pergerakan ekonominya sangat kuat. Ekonomi bukan hanya perdagangan saja, tapi melingkupi tourism, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan dan masih banyak lagi.
“Dengan adanya BUMDes, desa dapat dikatakan mandiri. Hal itu tentunya adalah cita-cita besar yang bersumber dari undang-undang pemerintah desa. BUMDes adalah gaya dorong untuk mempercepat suatu desa kategori berkembang jadi maju, maju jadi mandiri. Dari sanalah tolak ukurnya,” tutur Bupati Anna.
Berdasarkan data DPMD, dari 419 desa di Kabupaten Bojonegoro, 393 desa telah memiliki BUMDes dan sudah berbadan hukum. Tingkat pertumbuhan masing-masing BUMDes terbagi menjadi 4 kategori. Kategori maju ada 15 desa (mulai memberikan PAD untuk desa), kategori berkembang ada 64 desa (belum maksimal), kategori baru tumbuh sebanyak 173, dan kategori dasar sebanyak 161 BUMDes. Sementara 26 desa masih belum ada BUMDes.
“Jadi yang 393 desa kemudian bisa dikluster lagi. Seperti usaha sehat, usaha sangat sehat, usaha tidak sehat, usaha yang tidak hidup tidak mati. Sementara itu, 26 desa lainnya bisa direncanakan ke depan,” terangnya.
Bupati Anna juga menegaskan, dari 393 BUMDes minimal tahun ini ada 10 yang pelaporan keuangannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Pelaporan tahun 2021 yaitu pelaporan keuangan BUMDes tahun anggaran 2020 yang sudah diaudit KAP.
BUMDes yang bisa diaudit KAP bisa diberi insentif dari Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P APBD) serta menggandeng BPR Pemkab. Hal ini berguna untuk memberikan dorongan untuk BUMDes sebagai bentuk pengembangan pemodalan. Dengan syarat usaha yang dijalankan prospektif dengan manajemen yang baik.
Sementara itu, Kepala Dinas (Kadin) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Machmuddin mengatakan, terkait audit dari 15 BUMDes yang maju akan disisir kembali dan akan dibuat surat kepada BUMDes. Contohnya di Pejambon, Ngringinrejo, dan Mojodelik sambil melihat kondisi di lapangan nanti.
“BUMDes adalah salah satu penggerak ekonomi dan merupakan titik sentral. Masih ada 26 desa yang belum ada BUMDes. Kami harapkan dari pendamping desa bisa memberikan gambaran dan potensi. Selain itu bisa memberikan analisa bisnis,” imbuh Machmuddin. (Red/Lis)