SuaraBojonegoro.com — Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bojonegoro (Unigoro) kembali menggelar Studium General KKN Tematik Kolaboratif Unigoro 2024, pada Jumat (17/5/24). Pembekalan kali ini menghadirkan aktivis Ademos Indonesia, Putut Prabowo.
Di hadapan 790 mahasiswa, pria yang akrab disapa Bung Putut ingin mengetahui ekspetasi pemberdayaan masyarakat yang diharapkan di KKN Unigoro mendatang. Menurut dia, mahasiswa harus memaknai terlebih dahulu istilah pemberdayaan dalam cakupan luas. Pemberdayaan merupakan salah satu upaya untuk memajukan masyarakat di suatu wilayah tertentu. “Berdaya sinonim dari kata mampu. Hasilnya berupa wujud kemampuan. Contohnya berdaya ekonomi, artinya mampu secara ekonomi. Yang harus dilakukan sebelum mampu adalah punya kuasa. Ini ada kaitannya dengan relasi kuasa,” tuturnya.
Aktivis lingkungan ini mencontohkan, masyarakat miskin yang tersebar di desa-desa adalah orang yang tidak mampu berkuasa atas diri sendiri. Sehingga terbiasa menjadi objek. Ada tiga kata kunci pemberdayaan yang harus dipahami oleh peserta KKN Unigoro. Yakni berdaulat, sistem, dan norma. “Sehingga kita tidak bisa tiba-tiba masuk ke desa, lalu bikin program kerja untuk merubah masyarakat di sana. Harus ada interaksi terlebih dahulu.
Interaksi ini tercipta dalam satu sistem yang tidak bisa disadari. Permasalahan di desa tidak bisa diselesaikan dalam satu waktu. Kita harus baca kondisi di desa dulu dan bersinergi. Salah satunya dengan Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Bojonegoro,” papar Bung Putut.
Pembekalan KKN Unigoro kali ini berlangsung interaktif. Beberapa mahasiswa mengajukan pertanyaan tentang problem yang dihadapi di lokasi KKN masing-masing. Seperti melimpahnya SDA dan banyak warga di desa yang bekerja, namun tetap dikategorikan miskin oleh pemerintah daerah. Bung Putut mengingatkan agar peserta KKN Unigoro tidak menggunakan mindset memajukan desa seperti kota. “Desa adalah sub koordinasi dari kota. Kalau ingin memajukan desa seperti kota, itu bukan pemberdayaan, melainkan transformasi. Meskipun transformasi ini sepele, tapi implikasinya berbeda,” tukasnya. (din/red)