Oleh : Gunawan Hadi Purwanto
SuaraBojonegoro.com – Tragedi Kanjuruhan, yang terjadi pada 1 Oktober 2022, menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya dalam kerusuhan yang terjadi setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tragedi ini menimbulkan dampak yang sangat besar, baik secara sosial, psikologis, maupun hukum. Dalam perspektif hukum, terdapat sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan terkait dengan peristiwa ini, baik dalam konteks tanggung jawab hukum, penyelidikan, maupun upaya pencegahan di masa depan.
Dalam setiap acara yang melibatkan banyak orang, pihak penyelenggara, dalam hal ini Arema FC dan pihak berwenang yang bertanggung jawab atas pengelolaan stadion (baik pengelola stadion maupun aparat keamanan), memiliki kewajiban untuk memastikan keselamatan dan keamanan penonton. Tanggung jawab ini berdasarkan pada prinsip kehati-hatian yang diatur dalam hukum perdata Indonesia, khususnya terkait dengan kewajiban penyelenggara untuk menghindari risiko yang bisa membahayakan keselamatan umum. Undang-undang terkait keamanan publik juga mengatur kewajiban pihak penyelenggara untuk mencegah kerusuhan. Dalam konteks ini, tragedi Kanjuruhan menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi yang efektif antara aparat keamanan dan penyelenggara acara bisa berakibat fatal, yang berpotensi menimbulkan tanggung jawab pidana bagi pihak-pihak yang terlibat.
Menurut UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, setiap tindakan aparat harus mempertimbangkan prinsip proporsionalitas, yaitu penggunaan kekuatan yang tidak melebihi yang diperlukan untuk menanggulangi kerusuhan. Dalam hal ini, apabila gas air mata digunakan secara tidak tepat atau berlebihan, hal itu bisa mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia dan bahkan kelalaian dalam penanganan kerusuhan yang memadai. Hukum harus mengambil langkah tegas dalam menuntut keadilan bagi para korban dan memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban. Di sisi lain, reformasi dalam kebijakan pengelolaan stadion dan keamanan acara olahraga sangat penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Hukum tidak hanya berfungsi untuk menghukum, tetapi juga untuk mencegah agar tragedi seperti Kanjuruhan tidak terjadi lagi.
*)Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro.