Oleh : Dr. Tri Astuti Handayani, S.H., M.M., M.Hum.
SuaraBojonegoro.com – Pada 13 Februari 2023, Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, dijatuhi vonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Namun, pada 31 Oktober 2023, Mahkamah Agung (MA) mengubah vonis tersebut menjadi penjara seumur hidup. Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi dan pertanyaan mengenai dasar hukum perubahan hukuman tersebut.
Ferdy Sambo terbukti terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam proses persidangan, Sambo dinyatakan bersalah karena merencanakan dan memerintahkan eksekusi terhadap Brigadir Yosua. Selain itu, beberapa pihak lainnya, termasuk istrinya, Putri Candrawathi, serta sejumlah anggota Polri, juga terlibat dalam kasus ini.
Vonis mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo mengacu pada fakta-fakta yang diungkap dalam persidangan, di mana Sambo dianggap telah merencanakan pembunuhan tersebut dengan sengaja dan kejam. Namun, vonis ini tidak serta merta menjadi keputusan akhir, karena masih ada upaya banding dan kasasi.
Pada 31 Oktober 2023, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengubah vonis Ferdy Sambo yang semula adalah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan sejumlah faktor, baik dari aspek hukum maupun faktor kemanusiaan. Perubahan vonis Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung menunjukkan bagaimana sistem peradilan Indonesia bekerja dalam menilai kasus pidana, dengan mempertimbangkan berbagai aspek hukum, kemanusiaan, dan hak asasi manusia. Meskipun keputusan ini menimbulkan kontroversi, keputusan hukum tersebut menggambarkan mekanisme pengawasan dan peninjauan kembali dalam proses peradilan pidana. Dengan demikian, hal ini menegaskan bahwa dalam hukum pidana, meskipun vonis berat dijatuhkan, terdapat kemungkinan untuk melakukan peninjauan kembali yang memperhitungkan sejumlah faktor hukum dan kemanusiaan yang relevan.
*)Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro.