Reporter : Putut Sugiarto
SuaraBojonegoro.com – Sidang perkara dugaan pengancaman dan pemerasan oleh 5 orang oknum yang mengaku wartawan, hari ini memasuki agenda mendengarkan keterangan dari saksi-saksi, Kamis (14/03/2024).
Sidang dengan nomor perkara : 32/Pid.B/2024/PN.Bjn dengan terdakwa ORG, SR, TAJ, IR dan GH dengan Majelis Hakim Hendri Irawan, Ainun Arifin dan Hario Purwo Hantoro.
JPU (Jaksa Penuntut Umum) Moch Arifin menghadirkan saksi 2 orang dari anggota Polres Bojonegoro dan seorang pemilik kendaraan roda 4 yang disewa oleh terdakwa untuk digunakan melancarkan aksi mereka berlima.
Dalam keterangan salah seorang saksi dari Anggota Polres Bojonegoro, menyebutkan jika motif dari kelima terdakwa mendatangi lapak minyak milik Nuralim di Desa Kedewan adalah dalam rangka operasi gabungan antara media dengan aparat.
Meskipun keterangan tersebut sempat dibantah oleh salah seorang terdakwa.
“Operasi gabungan media dan aparat, ” ujar salah seorang saksi mengutip perkataan dari salah seorang terdakwa, “ujar saksi.
Sementara dari keterangan saksi pemilik mobil, mengatakan jika dirinya mengetahui kendaraan miliknya digunakan oleh para terdakwa begitu mendapatkan informasi dari pihak Polres Bojonegoro.
JPU Moch Arifin mengatakan bahwa itu adalah penyampaian dari salah seorang terdakwa, tujuannya agar korban pemilik lapak minyak tersebut ketakutan.
“Menyebut operasi gabungan agar membuat pemilik lapak minyak ketakutan, ” Ungkap Arifin.
Agenda sidang akan dilanjutkan Selasa pekan depan 19/03/2024, masih dengan agenda pemeriksaan saksi.
Diberitakan sebelumnya bahwa pada awal bulan Januari 2024 Polres Bojonegoro telah mengamankan lima orang dari 17 orang yang mengaku wartawan terduga pelaku pemerasan kepada Nuralim, salah seorang pengusaha minyak di Kecamatan Kedewan, sebesar 30 juta rupiah dari permintaan awalnya sebesar 100 juta rupiah.
Lima tersangka ini dikenakan Pasal 368 KUHP dan atau Pasal 369 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 KUHP Tentang Pemerasan dan atau Penipuan dan atau turut serta melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman paling lama 9 (sembilan) tahun penjara. (Put/Red)