Reporter : Bima Rahmat
SuaraBojonegoro.com – Kebijakan merger atau penggabungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kabupaten Bojonegoro, hingga saat ini masih menjadi polemik dan penolakan. Salah satu penolakan datang dari SDN I Megale. Dari pantauan suarabojonegoro.com, sejumlah siswa dengan didampingi wali murid harus rela belajar tanpa guru di halaman atau lapangan sekolah. Kamis (20/07/23).
Vinda, selaku wali murid menilai program merger oleh Pemkab, memberatkan para siswa lantaran hampir seluruh siswa jalan kaki. Selain itu kondisi jalan poros kecamatan dengan arus lalu lintas yang ramai dianggap membahayakan para siswa.
“Jarak SDN II Megale, 950 meter dan kondisi jalan yang ramai kendaraan. Itu kan membahayakan anak-anak,” katanya.
Para siswa dan wali murid SDN Megale, ini ngotot akan bertahan sampai SK Bupati, terkait dengan merger dicabut.
“Kita akan bertahan disini (SDN Megale I.red),” ujarnya.
Dirinya menjelaskan, jika sebelumnya wali murid juga telah berkomunikasi dengan kepala sekolah SDN II Megale dan mendapatkan penjelasan dari kepala sekolah yakni jika SDN I dan SDN II Megale digabung maka gedung sekolah tidak mampu menampung seluruh siswa. Dengan penuturan tersebut para wali murid menilai jika program merger terlalu dipaksakan.
“Katanya kepala sekolah, kalau di merger gedung sekolahnya nggak muat,” tuturnya.
Para wali murid ini menegaskan akan menempuh segala cara untuk mempertahankan SDN I Megale, agar dapat dipergunakan untuk aktivitas belajar mengajar.
“Kita akan tetap bertahan dan akan menempuh segala cara,” tuturnya.
Para wali murid SDN I Megale, berharap kepada pihak-pihak terkait agar mempertimbangkan kembali program merger serta memperhatikan kondisi 50 anak yang terancam mogok sekolah.
Seperti yang diketahui, sebanyak 50 siswa SDN I Megale, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, terlantar dan hanya bisa belajar di teras depan kelas. Pasalnya, sejak hari pertama masuk sekolah tahun ajaran 2023-2024 seluruh aset sekolah termasuk para guru dipindah ke SDN II Megale. (Bim/red).