SuaraBojonegoro.com – Program prioritas Pemetintah tentang Perhutanan sosial belum berjalan mulus di kalangan bawah. Masih banyak hambatan di bawah.
Kelompok tani hutan, diduga masih mendapat tekanan dari oknum Perhutani. Dengan menyebut program ini tidak jelas dan tidak perlu diikuti. Berbagai manuver pun dilakukan.
Manuver tersebut antara lain, oknum Perhutani terus mempengaruhi para kades untuk tidak menfasilitasi warganya yang ingin mengikuti program perhutanan sosial ini.
Seperti dialami Kelompok Tani Hutan kemasyarakatan Wono Lestari Lanching Kussumo, Desa Clebung, Kecamatan Bubulan dan beberapa desa lainnya.
Menurut M. Alik, ketua klompok tani Wono Lestari Lanching Kusumo, pihaknya mendapat tekanan kanan dan kiri, ketika hendak melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi akses regulasi perhutanan sosial, yang menghadirkan Anggota Pokja Tim Penggerak Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial (TP3PS) KLHK, hari , Selasa (24/5/22).
“Betul, saya mendapat berbagai upaya itu dari oknum, tapi alhamdulillah bisa kita komunikasikan dengan baik, dan akhirnya terlaksana acara sosialisasi ini,” kata Alik.
Sementara Kepala Sub Seksi Perhutani Bojonegoro, Suparjono, yang hadir pada acara sosialisasi di Bale Desa Clebung mengatakan, Perhutani tidak menentang program perhutanan sosial dan KHDPK. Bahkan ia menegaskan, Perhutani mendukung program pemerintah ini.
“Perhutani tidak menentang atau melawan program pemerintah ini, tapi memang masih ada yg belum jelas, yakni tentang PBB dan PNBP, yang akan dikenakan kepada petani penerima manfaat. Teknik pembayarannya bagaimana, kemana membayarnya, semua belum jelas,” katanya.
Apalagi, katanya, pihaknya belum pernah mendapat sosialissi tentang perhutanan sosial ini dari lembaganya.
Sementara Chaerudin Ambong, anggota TP3PS KLHK mengatakan soal PNBP dan PBB pasti diatur oleh pemerintah. Dan pembayarannya nanti langsung ke negara.
“Jadi sudah pasti ada aturannya, bahkan nilainya pasti kecil pbb-nya, karena lahan hutan. Nilainya jauh lbh kecil dibanding dana monosuko yang harus dibayarkan tiap panen kepada LMDH, atao kepada Perhutani,” jelasnya.
Sedangkan nilai besaran PNBP yang hrus dibayar petani pun tidak besar, tergantung hasil panenya. Hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu. Intinya semua akan ada aturannya,” jelasnya.
Jadi kalau masih ada yg mencoba menghambat kelompok tani untuk mengajukan permohonan persetujuan perhutanan sosial, sama dengan melawan program pemerintah yang sah.
Ambong berharap, semua pihak, Pemerintah kabupaten, pemerintah desa, dan badan usaha milik negara pengelola hutan harus mendukung, bahkan harus menfasilitasi.
“Jangan dihambat-hambatlah, program ini sangt jelas. Dasarnya jelas. Ada undang-undangnya, yakni UU ciptaker, lalu ada turunannya, PP no 23/2021, Lalu ada Permenhut no 9/2021 dan Kemen No 287/2022. Jadi sangat jelas, lalu apanya yang tudak jelas,” tegasnya.
Chaerudin Ambong berada di Bojonegoro, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai Pokja TP3PS KLHK, melakukan sosialisasi dan fasilitasi perhutanan sosial kepada para kelompok tani hutan, yang didampingi LSM pemberdayaan kinerja peduli aset negara (PK PAN) Bojonegoro.
Secara terpisah, Sejretaris Umum LSM PK PAN Bojonegoro, Alham M. Ubey membenarkan masih menemukan beberapa oknum Perhutani yang berusaha membatalkan dan/atau menghambat program PS ini dengan berbagai cara.
“Banyak kami temukan memamg, antara lain berusaha mengintimidasi kelompok tani dan mmpengaruhi kepala desa agar tidak menfasilitasi kelompok tani, dengan berbagai dalih yang tidak masuk akal. Anehnya, para kades ini ada yang terpengaruh. Tapi ya ada yang tidak,” kata Alham.
Menurut mantan wartawan RCTI ini, harusnya seluruh kepala desa justru menfasilitasi warganya sendiri untuk bisa mendapatkan ijin resmi dari negara dalam memanfaatkan lahan hutan. “Rakyatnya sendiri, ingin hidup sejahtera, harus didukung dong, kok dihambat,” ujarnya. (Lis/Red)