SuaraBojonegoro.com – Agenda keterangan enam saksi harusnya digelar pada lanjutan sidang kasus dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) di Pengadilan Tipikor, Surabaya, pada Kamis (3/2/22).
Namun, majelis hakim yang diketuai oleh Ketut Sinarta hanya memberikan kesempatan pada satu saksi atas nama Imam Muttaqin yang merupakan Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Quran (FKPQ) Kecamatan Baureno.
Dalam keterangannya, Imam Muttaqin menjelaskan jika ia mengenali terdakwa Shodikin, namun ia mengatakan hanya sebatas kenal antara atasan dan bawahan.
“Pada Juni atau Juli kita diundang ke salah satu Pondok Pesantren untuk pertemuan. Dusana kita disuruh menyetorkan susunan pengurus seluruh kecamatan. Pertemuan itu membentuk FKPQ kecamatan, dan katanya akan ada bantuan untuk lembaga sebesar Rp 10 juta,” ujar Imam.
Imam juga mengatakan jika pencairan dana tersebut langsung dicairkan oleh pihak bank ke lembaga masing-masing. “Diterima langsung oleh lembaga dari bank,” ucap Imam.
Dalam penerimaan bantuan ini, Imam mengatakan, di Kecamatan Baureno terdapat 96 TPQ yang menerima bantuan tersebut. Padahal dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, jumlah lembaga yang menerima bantuan sebanyak 98 lembaga.
Hal itu sempat dipertanyakan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, Johanes Dipa Widjaja dan Pinto Utomo dikarenakan perbedaan data yang diungkapkan oleh saksi.
“Kalau di dakwaan jaksa, malah 98 yang menerima. Kalau Kecamatan Baureno, yang menerima itu 115. Di dakwaan tertulis 122,” ungkap Dipa usai persidangan selesai.
Dalam hal ini, Dipa menilai kalau dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu tidak cermat. Tidak sesuai dengan kenyataannya.
Itu juga terkait uang Rp 1 juta yang menjadi pokok perkara. uang itu diterima dari lembaga, bukan pungutan. Uang itu digunakan untuk operasional.
Sama dengan halnya semua saksi yang telah dihadirkan jaksa juga mengatakan uang itu untuk kebutuhan operasional. Itu juga bukan paksaan.
“Kalau gak ngasih ya tidak masalah. Tidak ada kewajiban. Juga, tidak ada sanksi bagi yang tidak memberikan,” tegasnya.
Di petunjuk teknis (juknis) juga sudah diatur. Boleh menerima dari lembaga. Tapi, bukan dari dana bantuan covid-19 yang diberikan oleh Kementerian Agama (Kemenag). “Terdakwa telah menyampaikan bahwa dana bantuan tidak boleh digunakan selain untuk keperluan di dalam Juknis,” ungkapnya.
Dipa melanjutkan, dari semua saksi juga menjelaskan kalau tidak ada satu pun lembaga yang merasa keberatan untuk memberikan uang tersebut. Malah, mereka merasa terbantu.
“Apabila lembaga merasa terbantu dengan peran kortan untuk mengurus dana bantuan dan secara sukarela memberikan apresiasi, maka sah-sah saja. Tapi sudah diimbau oleh terdakwa tidak boleh menyalahgunakan maupun diambil dari bantuan yg ada,” jelasnya.
Dalam kasus tersebut, sebut Dipa, kuat dugaan ada muatan politik. Sebab, ada salah satu saksi yang akan mencabut keterangannya di BAP. Sebab, dalam penyidikan itu, ia merasa tertekan.
“Ada surat pernyataannya kalau saksi itu merasa tertekan,” ungkapnya lagi.
Bahkan, dirinya akan membuktikan dalam persidangan itu, beberapa dari saksi itu yang merasa tertekan saat penyidikan. Mereka takut. Karena, mereka mendapat ancaman.
Menanggapi persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono masih enggan memberikan komentar, ia hanya mengatakan tak memiliki wewenang untuk memberikan jawaban. “Saya tidak memiliki hak untuk berkomentar. silakan langsung ke pimpinan saja,” katanya lantas pergi. (Lis/Red)