SUARABOJONEGORO.COM – Saksi keempat sidang gugatan pengisian perangkat desa, Bambang Ekmantoyo, warga Desa Kuniran, Kecamatan Purwosari Bojonegoro, memberikan kesaksiannya saat sidang di Pengadilan Negeri Bojonegoro, Rabu (04/04/18).
Ia sebagai ketua tim desa. Dia menyatakan, bahwa sebagai ketua tim, ia menandatangani surat kuasa yang diberikan, Kamim (tergugat II) pada bulan Desember lalu.
“Waktu itu, saya datang ke Kantor Dinas PMD Boj0negoro, dan disuruh tanda tangan surat kuasa rangkap dua, yang satu bermetrai dan satu tidak bermetrai,” katanya memberi kesaksian.
Dalam kesaksiannya, ia juga menyatakan, bahwa dalam penandatanganan surat kuasa tersebut ada poin yang dianggap memberatkan. Yakni, pada poin delapan berbunyi melakukan koordinasi dengan pemberi kuasa dalam penentuan titik lokasi untuk koreksi lembar jawaban.
“Itu kan dalam butir delapan hanya menunjuk titik lokasi tidak disertai dengan koreksi jawaban yang dijawab dengna skener,” ucapnya.
Yang menjadi persoalan, lanjut saksi II ini, bahwa ia mempertanyakan mengapa dalam koreksi jawaban di gunakan alat elektronik atau skner dan tidak menggunakan manual. Menggunakan alat elktronik, menjadi permasalahan di wilayahnya, yakni yang mendapat nilai 0 (nol).
Sebagai koordinator tim, dirinya juga menyatakan, kurang adanya transparan dari pihak Universitas Negeri Semarang (UNNES). Dalam sosialisasi yang diberikan kepada calon peserta pengisian perangkat desa tidak ada yang menerangkat siapa yang menjadi penyelenggara ujian.
“Pada waktu itu, saya juga di intervensi oleh Camat, saya ini sudah beku sama Camat karena tidak ada kepala desa yang mengintervensi waktu itu. Yang memberikan SK itu kepala desa. Jadi, untuk mengutarakan sudah sulit sekali,” ujarnya.
Dihadapan majelis hakim, dia menjelaskan jika selaku kordinator, seharusnya lembar jawaban tes pengisian perangkat desa diberikan kepadanya atau paling tidak menjadi saksi koreksi tersebut. Sehingga, apabila terjadi kesalahan dapat dikoreksi.
“Saya diundang ke Pendopo Pembkab lantai 2, itu undangannya dari semua masing-masing desa untuk datang. Untuk mekanisme penunjukkan UNNES, itu hanya di tunjuk saja tidak ada footing, jadi hanya musyawarah saja. Dalam musyawarah, saya tidak tahu apa-apa karena pesertanya banyak dan situasinya sudah malam, waktu itu dibacakan saya sudah lupa dan tidak jelas karena banyaknya hadirin,” pungkasnya. (bim/yud)
Reporter : Bima Rahmat
Editor : Wahyudi