Reporter: Sasmito Anggoro
SuaraBojonegoro.com – Pembangunan proyek jembatan Kare (Kanor – Rengel) yang menelan anggaran Rp88,6 Miliar, dari APBD Kabupaten Bojonegoro memang mendapatkan sambutan baik untuk peningkatan sarana transportasi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun harus juga diperhatikan dampak lingkungan saat proses pelaksanaan pembangunan Jembatan tersebut, apalagi menyisakan gerah warga dan dikeluhkan. Seperti yang dirasakan oleh sebagian warga Desa Semambung, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Pasalnya dalam pekerjaan jalan menuju jembatan kare saat ini juga sedang dibangun pengerasan jalan cor beton. Namun dalam pelaksanaannya mengakibatkan warga Semambung dalam aktivitas ekonomi tergangu.
Sebab dalam pekerjaan saat ini masih dalam tahapan pengerjaan pondasi bawah jalan yakni pekerjaan kaku (rigid pavement). Namun hal tersebut terkesan tidak memperhatikan keselamatan pengendara lalu lintas lainya. sebab dalam pekerjaan tampak terlihat bahan cor beton bertumpahan disisi ruas jalan lainnya yang digunakan dalam lalu lintas.
“Dalam keadaan malam hari tanpa ada lampu penerangan yang diberikan oleh pihak pelaksana proyek dan rambu rambu bahwa ada luberan material ini sangat membahayakan orang berkendara, sangat licin dan terlebih besi sambungan untuk sambungan beton ini bisa membayangkan kalau tidak awasi dengan baik oleh semua pihak,” ujar Khozin, salah satu Warga Semambung, Minggu (19/9/2021).
Lebih lanjut Nur Khozin yang juga salah satu pemuda Semambung, mengkritik dalam Proyek pekerjaan jembatan Kare yang dikerjakan oleh PT Dwi Ponggo Seto dengan nilai tawar Rp 88,6 Miliar dari pagu Rp 93, 8 Miliar, terkesan tidak menghiraukan lingkungan sekitar. Pasalnya sepanjang pengerasan jalan cor beton, rumah rumah warga yang dilewati proyek ini kesulitan untuk masuk akses ke pekarangan rumah.
“Tampak jelas setiap akses jalan ke pekarangan rumah dan jalan lainya cuma ada tumpukan tanah untuk pejalan kaki, bukan untuk kendaraan roda 4 bahkan roda 2 agak kesulitan untuk masuk sebab cuma asal buat jalan lewat saja” tambahnya.
Terlebih dalam pekerjaan proyek jembatan kare ini, informasi dan seputar pembangunan terkesan tertutup dan tidak ada humas dari perusahaan yang berkomunikasi dengan masyarakat atau dari pihak desa. Pasalnya saat Pemerintahan Desa sendiri jarang berkomunikasi atau berkoordinasi dalam pekerjaan proyek.
“Tampak kalau tidak koordinasi, karena Pemerintah Desa saat dikomplain masyarakat dan mendapatkan pertanyaan, akan tetapi pihak Pemdes kurang tahu dan akan segera memanggil Pihak PT jawabnya, terlebih saat para pekerja dikomplain Mereka terkesan menutup nutupi dalam hal informasi, kami mengetahui pemenang tender adalah PT Dwi Pongu Seto bukan subkon-subkon pengerjaan karena tangung jawab penuh pada pemenang tender,” ungkap Khozin.
Selain itu juga, Material seperti pasir dan tanah urug, untuk penimbunan jalan berserkan mememenuhi separuh badan jalan.
lebih lanjut, kondisi ini sudah menjadi pemandangan selama proyek pembangunan jalan itu berlangsung sejak dimulainya proyek jalan menuju jembatan Kanor Renggel. “Kalau aturannya kan pasti ada,bagi rekanan sesuai SOP, berarti ini tak ada pengawasan dari pihak Instansi Pemerintah yang memberikan kontrak kepada pengusaha,” tambahannya.
Dibeberkan pula bahwa pekerjaan ini menggunakan konstruksi beton pengecoran pada rekayasa jalan dan juga termasuk jalan
sering dilakukan oleh pemerintah sebagai cara terbaik untuk meningkatkan kualitas fisik fasilitas yang ada. Keputusan dalam dipengaruhi oleh perhitungan ekonomi, meskipun karakter beton cor terkenal karena menyebabkan tingkat penyerapan air rendah, sehingga bisa membuat genangan air di jalan selama hujan. Oleh karena itu, bisa juga resultin kerugian akibat kerusakan , kemacetan lalu lintas dan jangka panjang juga dapat menurunkan nilai ekonomi dari lingkungan sekitarnya.
“Tampak jelas Masyarakat mengetahui bahwa cor beton yang digunakan pengerasan satu sisi jalan berluberan ke sisi lainya, semestinya proyek sebesar ini yang diawasi banyak pihak harus dikerjakan secara hati-hati dan mempentingkan keselamatan pekerja (K13) dan pengendara jalan lainya,” ujarnya.
Dalam Pantauan di Lapangan,
Pekerja jalan beton itu terlihat pekerjanya juga terlihat tidak dilengkapi Safety atau APK (Alat Perlengkapan Kerja) Seperti Helm, dan Sepatu Boat. (Red/SAS)