Reporter : Yudianto
SuaraBojonegoro.com – Penyaluran dana bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) di desa kedungbondo kecamatan balen diwarnai kabar tak sedap. Berdasarkan Penelusuran Media SuaraBojonegoro.com di lapangan, Senin (7/9/2020), Warga penerima bantuan atau keluarga penerima manfaat (KPM) di sejumlah rukun tetangga (RT) di Desa kedungbondo, Kecamatan Balen kabupaten Bojonegoro mengaku dana BST maupun BLT DD yang harusnya diterima Rp 600.000, setelah cair diminta Rp 220.000 oleh pihak Ketua RT.
Pengakuan Beberapa warga yang ditemui oleh Wartawan media ini bahwa pemotongan ini ditengarai bahwa uang potongan yang dibahasakan keikhlasan dan sukarela itu akan digunakan untuk pemerataan dan akan diberikan kepada warga yang tidak menerima bantuan apapun. Dan pemotongan terjadi hampir di sebagian besar RT dengan nominal potongan bervariasi.
Salah satunya di Dukuh Gampeng. Salah satu warga penerima BST Kemensos, (Nama dan Identitasnya di Redaksi) membenarkan dirinya sudah menyetor Rp 220.000 ke Ketua RT-nya setelah dana cair ke rekeningnya. Dia menceritakan, dana BST itu cair melalui rekening BRI dan ia ambil lalu di setorkan kepada pak RT.
Setelah cair, sorenya dirinya dan warga penerima BST kemudian didatangi Pak RT dan diminta menyetorkan Rp 220.000 dengan alasan untuk pemerataan dan akan diberikan ke warga yang tidak mendapat bantuan apapun.
“Sebelum bantuan cair, semua yang dapat sudah dikumpulkan Pak RT di rumah Pak Kaur kemarin. Waktu itu disampaikan kalau nanti cair, diminta Rp 220.000 di suruh menyerahkan ke Pak RT untuk dibagikan ke warga yang nggak dapat apa-apa. Katanya diikhlaskan, kalau nggak manut nanti kalau ada bantuan apa-apa akan dicoret. Saya bilang apa adanya Mas,” paparnya sembari mewanti-wanti identitasnya tak diunggah vulgar karena takut.
Warga itu kemudian menguraikan saat dikumpulkan itu, sebenarnya sempat ada satu warga penerima BST yang sempat keberatan jika diminta setor Rp220.000.
Namun keberatan itu diabaikan dengan alasan potongan harus Rp 220.000. Warga pun pasrah dan akhirnya setelah dana cair, mereka menyetorkan Rp 220.000 ke Pak RT seperti pesanan awal.
“Jane dalam bathin ya gimana gitu. Masa kami yang punya nama dan hak dari pusat, hanya terima Rp 380.000 Padahal Pak Presiden Jokowi saja sampai mengawal agar bantuan bisa diterima utuh. Kalau sumbangan atau seikhlasnya mestinya ya semampu kita, apakah mau ngasih Rp 50.000, Rp100.000 atau berapa. Bukan langsung diputusi di haruskan Rp 220.000, tuturnya.
Ia menuturkan seingatnya di wilayah RT-nya ada empat warga yang menerima BST. Ia mengaku selama puluhan tahun, baru kali ini menerima bantuan dari pemerintah. Ia juga mengungkapkan ada beberapa penerima bantuan sembako yang juga masih menerima BLT DD. Warga penerima tak kuasa untuk melawan atau memberontak lantaran sebelumnya sudah ada warning kalau tak manut, maka ke depan jika ada program bantuan tak akan diikutkan.
Namun potongan yang dibahasakan untuk dibagi ke warga yang tidak menerima itu, tidak disertai kwitansi atau tanda terima.
Di tempat terpisah salah satu tokoh Desa yang tak mau di mediakan namanya mengungkapkan, bahwa Apapun alasannya, pemerintah sudah menegaskan tidak boleh dipotong meski dengan bahasa dibagi ke warga lain. Kalau bahasanya keikhlasan, mengapa ditentukan nominalnya. Kami hanya ingin semua dijalankan sesuai aturan dan kebenaran saja. Harapannya ini jadi perhatian agar tidak menjadi kebiasaan, karena selama ini kalau ada bantuan selalu diupayakan diratakan.
“Padahal aturannya harus diterimakan utuh. Yang tidak ada potongan hanya beberapa RT saja, salah satunya RT wilayah saya karena sudah saya ingatkan agar disampaikan utuh agar tidak jadi masalah,” tegasnya.
Sementara itu kepala desa kedungbondo Mata Fauzi waktu di temui wartawan menyampaikan bahwa hal itu sudah biasa mas, “hanya kecemburuan sosial saja kalau ada pemotongan di lingkup RT itu di luar tanggung jawab kepala desa pk RT sudah saya bilangi seperti itu mas,” ucapnya kades Kedungbondo. (Yud/SAS)
*) Foto : Ilustrasi Bantenpos