Menjaga Kewarasan ditengah Ancaman Virus Wuhan

Oleh: Eko Hardiyanto, S.ST,. M.T.

SuaraBojonegoro.com – Penyebaran virus yang menjadi trending topic di beberapa media baik online maupun media massa bisa merubah tindakan dari sebagian warga dalam menyikapinya. Beberapa merasa waspada, banyak juga lainnya yang menjadi resah karena virus corona yang belum ada obatnya ini jika sampai ke negerinya. Di Indonesia sendiri juga sudah terdampak virus Corona, salah satunya adalah adanya larangan kunjungan wisatawan dari China yang menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Padahal menurut data BPS, wisatawan tertinggi seperti ke Provinsi Jawa Timur di tahun 2018 berasal dari Tiongkok sebesar 18,19 ribu kunjungan.
Media sosial (medsos) memang ikut andil peran dalam penyebarluasan informasi yang begitu cepat, sehingga antisipasi dapat dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus jenis baru ini.

Berbicara mengenai media pemberitaan, medsos yang paling berperan dalam tersebarnya informasi baik fakta yang benar terjadi maupun yang sekedar halusinasi. Dalam kenyataanya, medsos saat ini bak pedang bermata dua. Sehingga masyarakat harus meningkatkan diri, dimana di era derasnya arus informasi saat ini masyarakat harus rajin melakukan memverifikasi dengan tidak menerima mentah-mentah informasi yang mereka terima.

Informasi fakta dapat digunakan sebagai data, namun tak sedikit informasi palsu atau hoax. Secara statistik kasus mis-informasi sudah sering terjadi seperti pemilu amerika dimana ditengarai yang banyak menyebarkan hoax adalah kaum muda, namun faktanya yang menyebarkan hoax adalah masyarakat berusia diatas 64 tahun. Kasus lain dimana media sosial seperti di Facebook, kejahatan hoax terjadi 8x kali lebih tinggi dibandingkan media sosial lain menurut M. Qodari yang merupakan Peneliti Indobarometer. Di Indonesia sendiri menurut Kominfo, penyebar hoaks itu bukan anak-anak muda namun lebih cenderung orang tua yang menyebarkan. Sebagai contoh banyak dilakukan ibu-ibu melalui chat. Asal forward tanpa harus membaca dahulu yang kira-kira penyebar hoaks itu umur 45 ke atas.

Orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk malas mengecek informasi sehingga berita hoax sangat sering berseliweran. Namun hoax sendiri tidak hanya terjadi di Indonesia namun di negara lain juga terjadi. Sehingga, saat informasi yang bersumber dari media luar kecenderungan orang Indonesia selalu mempercayai, padahal sumber luar negeri belum tentu terklarifikasi. Akibatnya probabilitas menyebar hoax semakin tinggi tanpa terinterupsi.

Menurut pengamat sosiolog UI, zaman saat ini adalah zaman yang ingin semua orang men- jadi bintang ingin dikenal. Zaman teknologi saat ini, sangat mudah mereka memperoleh jalur untuk menjadi menjadi tenar. Saat ini orang sudah sangat dimudahkan dengan dapat membuat tulisan di blog, postingan di facebook, membuat story di whatsapp membuat cuitan utas di twitter hingga posting video pada youtube dan tiktok.

Baca Juga:  Belajarlah Pada Seni Tradisi

Media-media ini san- gat mengijinkan untuk melakukan hal tersebut, hanya digunakan dalam meraih ketenaran bahkan sampai penipuan. Didukung keberadaan medsos, semua orang saat ini ingin eksis. Terkadang mereka yang mengetahui fakta yang terjadi cepat tenggelam dan kalah tenar dengan mereka yang pencari sensasi dengan berhalusinasi seperti munculnya kerajaan-kerajaan baru di negeri ini.
Munculnya akun baru, tulisan hingga berita yang tersebar membuat angka hoax kian melonjak. Secara statistik, hoax yang paling masif itu masih politik dan agama selanjutnya adalah topik kesehatan yang di dalamnya termasuk isu obat dan makanan, menurut presidium Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. Senada dengan hal tersebut isu hoax terbanyak menurut Kominfo di tahun 2019 terkait isu politik, agama, kesehatan, pemerintahan, hingga fitnah terhadap individu tertentu yang mengarah ke penipuan.

Sebagai contoh seperti kejadian yang akhir-akhir ini terjadi, bahwa adanya Virus Corona di Wuhan yang seharusnya berkaitan dengan bidang kesehatan namun dengan dipelintir sedikit, maka menjadi hoax di bidang agama bahkan disangkutkan dengan pandangan Politik. Padahal, pada media cek fakta Tempo menyebutkan tidak adanya hubungan antara Wabah Corona di Wuhan dengan isu agama ataupun politik.

Masyarakat harus selalu menjaga kewarasan dalam menyikapi sebuah informasi, waspada boleh namun langkah selanjutnya validasi wajiblah dilakukan. Karena terkadang hoax ini untuk menciptakan keresahan di suatu wilayah, seperti virus corona yang sampai tulisan ini dibuat belum ada obatnya. Sehingga, banyak sekali hoax yang menyebarkan mengenai makanan tertentu yang bisa menyembuhkan dari Virus ini. Banyaknya informasi yang disebar hingga populasi penyebarannya meluas yang lama-kelamaan akan dianggap sebagai sebuah fakta, padahal sebuah penelitian pun belum pernah dilakukan. Hal ini menjadi semakin berbahaya jika informasi makanan yang dikonsumsi tersebut bukan membawa kepada kesembuhan namun membawa kesakitan bahkan bisa berujung kematian. Menurut para pakar kesehatan, informasi jenis makanan yang dikonsumsi tanpa melalui penelitian dapat membahayakan karena meningkatkan komplikasi penyakit yang diderita seseorang.

Baca Juga:  MALAM TERBAIK DARI 1000 BULAN BUKANLAH INSTAN

Saat hoax terjadi tidak dapat dipungkiri di era digitalisasi yang saat ini terus berubah, pasti akan adanya perang ideologi antara satu kubu dengan yang lain. Karena manusia akan lebih meyakini sesuatu karena adanya kedekatan. Seperti kedekatan dalam beragama, pilihan politik, aliran ideologi bahkan kedekatan dalam grup yang sama dalam satu kepengurusan. Informasi yang tersebar di dalam sebuah grup yang memiliki kesamaan seperti ini akan cepat menyebar secara berlipat saat informasi yang disebar di dalamnya, menurut peneliti Indobarometer. Karena pada saat ini, seperti contoh di grup Whatsapp mereka terjebak dalam ego trap yaitu jebakan ego dimana dalam melihat sesuatu berdasarkan like atau dislikenya. Bahwasanya pembenaran suatu fakta akan muncul belakangan karena yang pertama mereka gunakan adalah kecenderungan suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Hal ini dapat menjadi berbahaya karena kita hanya akan melihat dari satu sisi saja. Seperti dalam ajang pemilu suatu calon akan berusaha menampilkan yang bagus-bagus dari calon yang diusungnya dan memberikan keburukan-keburukan yang ada pada lawannya dimana informasi yang diberikan belum tentu sepenuhnya benar.

Menurut Prof. Komaruddin Hidayat (Rektor Univ. Islam Internasional Indonesia) saat ini akun-akun sudah dapat dilihat apakah akun seseorang tersebut adalah karbitan, selebritis atau ingin menumpang populer saja. Menurut beliau kita harus memegang sebuah ’prinsip untuk selalu meragukan sesuatu’. Dengan meragukan sesuatu kita akan berfikir kritis mencari sumber yang valid, mencari sumber yang benar dari sebuah informasi atau berita. Karena terkadang informasi tersebut sudah dicampur adukkan antara yang benar dan keliru. Kita misalnya, menurut profesor dapat memilih akun-akun yang terverifikasi yang kredibel, kita lihat tulisannya kita lihat kecenderungan seperti apa sehingga kita sedikit memfilter akun-akun mana yang dapat dipercayai. Karena kendala manusia saat ini adalah malas untuk mencari fakta informasi sehingga informasi yang disebar tentunya akan ditelan begitu saja tanpa klarifikasi. Karena dalam prinsipnya dengan sedikit filter yang kita lakukan dapat menyelamatkan masa sekarang juga generasi kita di masa mendatang. (**)

*) Penulis Adalah Pranata Komputer Muda BPS Provinsi Jawa Timur