Oleh : Linda Ayu Lestari
SuaraBojonegoro.com – PANCASILA merupakan hasil dari satu kesatuan proses yang dimulai dengan rumusan Pancasila 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir Sukarno, piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan rumusan final Pancasila 18 Agustus 1945. Adalah jiwa besar para founding fathers, para ulama dan pejuang kemerdekaan dari seluruh pelosok Nusantara sehingga kita bisa membangun kesepakatan bangsa yang mempersatukan kita
Ada satu hal yang menyorot perhatian, yang minim pembahasan namun yang paling kekinian diantara yang paling kekinian; urgensi Pancasila diantara simpul generasi milenial. Sedikit menjelaskan soal zaman dan generasi. Adalah zaman bergerak!! peralihan zaman sekarang kerap disebut dalam fase generasi 1G ke 5G, yang lain menyebutnya generasi S,B,X (generasi yang ada sejak tahun 1928 sampai 1980-an yang disebut generasi Silent, Boomer, X) ke X,Y,Z plus Alpha (generasi 1980 hingga 2000-an sedangkan generasi Alpha adalah generasi tahun 2010-an) adapun yang sekedar menyebut generasi klasik ke generasi milenial. Hal yang perlu dicatat adalah alih-alih menganggap bahwa generasi melanial ini berbeda dengan generasi klasik dari sisi keyakinan religi, pandangan ekonomi dan politik, kehidupan sosial, dan cara-cara kebangsaan yang mereka alami. Mereka memiliki pendifinisian keutamaan kehidupan sosial yang agak sedikit berbeda dari generasi sebelumnya.
Dalam konteks generasi milenial, ciri khas lain generasi ini adalah akrab dengan teknologi dan media sosial. Selain itu, generasi milenial sangat lebih terbuka dengan pemikirannya maka mereka juga dengan mudah mengadopsi nilai sosial yang lebih berprilaku modern. Disinilah titiknya! Untuk memperkokoh mental berbangsa yang berkebudayaan Indonesia, generasi milenial sebagai generasi pemegang masa depan bangsa Indonesia perlu banyak berkenalan dengan banyak nilai dasar Pancasila. Sebut saja sila pertama, Ketuhanan yang maha Esa. Ketuhanan tidak dalam artian yang sempit, tidak terkotak pada identitas agama tertentu namun makna sila satu yang paling esensi adalah “Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang paling leluasa”.
Sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Yang mengandung makna bahwa setiap manusia berhak diperlakukan adil dan menjalani kehidupan yang layak sesuai dengan norma dan adat berbangsa. Sila ini sangat dekat dengan nilai-nilai toleransi antar manusia. Sila ketiga. Persatuan Indonesia. Sila ini mengandung makna nasionalisme bahwa perasaan satu sebagai suatu bangsa.
Tidak membedakan Suku, Ras, dan agama tertentu. Sila Keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila ini menitikberatkan bahwa setiap keputusan berada diatas rakyat yang bebas memilih wakilnya yang akan mewakili pendapat di lembaga perwakilan. Keputusan rakyat adalah mutlak dengan budaya musyawarah dan mufakat untuk memutuskan nasib dan menjalankan kehidupan berbangsa.
Sila ini sangat dekat dengan demokrasi, keterbukaan dan equality. Dan Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini merupakan tujuan, sila ini mencita-citakan akan unsur keadilan yang merata, mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur , yaitu setiap warga berhak memperoleh elemen sosial, politik, ekonomi dengan akese dan perlakuan adil. Semua identitas berhak memiliki kesempatan yang setara dalam bernegara.
Singkatnya, sila-sila Pancasila saling berkaitan dengan sila lainnya. Dengan memandang Pancasila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam menjalani kehidupan berbangsa maka seharusnya kita menjalankan kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila yang seutuh-utuhnya.
Permasalahannya adalah, jika generasi milenial tidak serta merta menyerap nilai-nilai Pancasila seutuhnya, kemungkinan yang bisa terjadi adalah kedepan dominasi generasi ini mudah disusupi paham yang bertentangan dengan budaya dan nilai Pancasila, rentan akan perpecahan, akrab dengan ketidakadilan dan kejujuran yang langkah. Generasi milenial yang tidak dapat menyerap dengan baik nilai Pancasila akan mengakibatkan krisis makna keutamaan pandangan hidup berbangsa, dalam hal ini cita-cita bangsa Indonesia; Pancasila.
Pancasila yang seharusnya menjadi spirit berbangsa dan bernegara dalam bingkai agung nasionalisme akhirnya menemukan lawan tandingnya yaitu zaman yang bergerak. Zaman yang terus melahirkan simpul generasi-generasi baru seperti generasi yang disebut generasi milenial, yang tidak bisa dimusnakan tidak juga bisa diabaikan. Dalam artian bahwa Pancasila akan mengalami benturan pemaknaan nilai Pancasila dengan derasnya kemajuan teknologi dengan arus informasi tanpa batas yang akrab pada generasi milenial.
Meski demikian, kehadiran simpul generasi milenial tidak serta merta membuat Pancasila kemudian menjadi tidak relevan. Justru ini sebuah tantangan zaman bagi bangsa ini. Sampai disini, Pancasila yang Pancasila menemukan titik penting ruang maknanya.
Akhirnya, bahwa momentum hari lahir Pancasila yang mulai 01 Juni 2017 yang telah menjadi hari peringatan nasional menjadi momentum sebagai metode pendekatan perkenalan dengan cara-cara yang interaktif dan ruang-ruang perkenalan lainya yang lebih luas kepada generasi mendatang.
Agar kedepan generasi milenial dapat juga memberikan penghormatan terhadap spirit awal nilai-nilai Pancasila sebagai penangkal konflik SARA, radikalisme,persoalan toleran dan intoleran, propaganda anti-agama, paham terorisme, reduksi nasionalisme atau Pancasila sebagai bagan dari elaborasi keadilan sosial terhadap kemiskinan dibangsa ini, semangat Pancasila adalah pemerataan dan keterjangkauan, persoalan pencapaian reforma agraria mengenai rasio gini 0,58% dengan 1% penduduk yang menguasai 59% sumber daya agraria, tanah, dan ruang, persoalan eksploitasi pemilik modal, rendahnya upah, kesulitan akses ekonomi yang adil, korupsi, pendidikan tidak merata, ketimpangan hukum, persoalan kesehatan yang tidak memadai, dan diskriminasi golongan.
Kesemuanya dalam bingkai nilai gotong royong sebagai falsafah Pancasila yang mendasar.
Ini menjadi pergumulan kita bersama terhadap generasi mendatang, Pancasila harus diwujudnyatakan dalam kompleksitas zaman yang bergerak. Sepenggal penutup. mengutip Soekarno TJAMKAN PANTJA SILA!!
*) Penulis Adalah Mahasiswi UNISMA (Universitas Islam Malang) Fakultas Ilmu Administrasi.