Ada Proyek Gas, Satu Desa Hanya 4 Orang Yang Bekerja Di Proyek Gas

Reporter: Sasmito

SuaraBojonegoro.com – Kepala Desa/Kecamatan Ngasem Suwondo mengakui keberadaan proyek infrastruktur pengolahan gas Jambaran belum memenuhi kebutuhan warganya untuk terlibat bekerja. Tidak hanya untuk rekanan (pemilik CV:Red). Namun juga untuk warga usia kerja sulit mendapatkan pekerjaan.

“Dari data yang kami miliki untuk pekerja dari desa kami hanya empat orang. Itupun hanya sebagai pengatur lalu lintas kendaraan bermotor di lokasi proyek. Padahal proyek sedang membangun sarana fasilitas, yang pastinya dapat dikerjakan warga lokal,” katanya di balai desa setempat, Rabu (21/08/2019).

Pekerja proyek gas yang dioperatori Pertamina Eksplorasi Produksi Cepu (PEPC) dan lokasinya sangat berdekatan dengan desanya itu pernah dilamar melalui pihak desa. Yakni sebanyak 73 pelamar, namun yang diterima hanya 4 pelamar. Menurut Suswondo, saat pernah ditanyakan ke menejemen PT Rekayasa Industri (Rekind). Selalu mendapatkan jawaban pelamar ditolak, karena dalam berkas lamarannya tidak memiliki sertifikasi migas.

Baca Juga:  Pantau Kegiatan Lifting Akhir Tahun, SKK Migas Apresiasi Tim Jambaran Tiung Biru dan ExxonMobil Cepu Limited

“Warga desa yang melamar tanpa ada sertifikasi migas, otomatis ditolak dan harus mengikuti pelatihan migas,” terangnya. Namun pelatihan tidak pernah diselenggarakan kontraktor maupun operator, sehingga warga desanya dari kalangan usia kerja pasrah dan hanya ingin suatu saat dipastikan dapat bekerja di lokasi proyek yang berada di desanya sendiri.

Dari fakta sulitnya warga lokal maupun rekanan mendapatkan pekerjaan di proyek yang anggarannya membangun fasilitas sebesar Rp 27 trilyun, ternyata diketahui pekerjanya banyak dari luar daerah Bojonegoro. Hal itu dikarenakan rekanan lokal tidak terlibat, PT Rekind hanya memilih rekanan luar daerah. Akibatnya pekerjanya juga didatangkan dari luar daerah.

“Kalau ini dibiarkan terus menerus, Bojonegoro hanya menjadi penonton dan selamanya tidak mendapat perhatian untuk terlibat bekerja. Padahal proyek ini berlokasi di tanah sendiri, tapi tidak dapat apa apa. Jelas ini ada permainan yang tidak beres dalam menejemen proyek,” tegas Parno, tokoh masyarakat di dekat lokasi proyek. (sas*)