Tidak Hanya Tingkat Stres Hewan Kurban Yang Pengaruhi Kualitas Daging

Oleh : Siti Aslimah, S.Pt., M.Si

SuaraBojonegoro.com – Beberapa hari ke depan, dapat dipastikan konsumsi masyarakat akan daging sapi, kambing atau domba meningkat dari hari-hari biasanya karena bertepatan dengan perayaan qurban atau hari raya Idul Adha. Di waktu-waktu itu juga banyak tips-tips yang beredar di media mengenai bagaimana memasak daging agar tidak keras atau alot, empuk, lembut dan pastinya lezat. Sebenarnya, faktor apa yang menyebabkan  daging menjadi keras, alot  bahkan ada yang gelap dan kering?

Berikut ulasan:
Kualitas daging, khususnya kualitas fiisk antara lain dapat dinilai dari keempukan, tekstur, warna dan keberadaan lemak intramuskular (lemak dalam daging). Umumnya, kita lebih menyukai daging yang empuk, mudah digigit dan dikunyah menjadi potongan lebih kecil serta adanya kesan rasa jus daging (juiceness). Baik tidaknya kualiatas daging, dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan.

Faktor Sebelum Pemotongan
Faktor yang masuk dalam kategori ini antara lain: genetik,  jenis atau spesies, bangsa, jenis kelamin, umur dan pakan ternak. Penelitian menunjukkan bahwa 45% keempukan daging sapi saat dimasak karena faktor genetik atau tetua dari ternak yang disembelih. Faktor ini adalah satu penyebab utama perbedaan keempukan antar potongan daging serupa. Keempukan  daging sapi dengan kambing, domba, kerbau atau lainnya juga berbeda karena perbedaan spesies. Sama-sama sapi, tetapi beda bangsa, misal sapi Bali dengan sapi peranakan Limousin, akan menghasilkan perbedaan keempukaan atau kualitas daging lainnya. Secara umum, keempukan daging juga akan menurun dengan bertambahnya umur ternak.  Hal ini terjadi karena perubahan secara alami kolagen (protein jaringan ikat daging). Kolagen menjadi lebih kompleks dan lebih kuat dengan bertambahnya umur.

Terkait pakan, ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian atau konsentrat cenderung lebih empuk dibandingkan dengan pemberian rumput saja. Hal ini dikaitkan dengan cepat atau lamanya pemotongan yang didasarkan atas capaian bobot badannya. Selain jenis pakan, jenis otot atau potongan komersial daging juga mempengaruhi keempukan daging. Perbedaan ini karena adanya sejumlah jaringan ikat pada berbagai potongan.

Jumlah jaringan ikat yang ada disebabkan oleh fungsi otot  pada ternak hidup. Semakin banyak otot itu digunakan untuk aktivitas ternak, maka kecenderungannya lebih alot.  Foreshank dan round digunakan lebih berat dalam pergerakan dengan demikian relatif memiliki sejumlah besar jaringan ikat, sedangkan tenderloin hanya mendukung fungsi ternak, dengan demikian kurang memiliki jaringan ikat, sehingga bagian tenderloin lebih empuk dibandingkan bagian foreshank atau round.

Faktor Saat Pemotongan
Faktor ini diantaranya meliputi kondisi ternak, penggunaan alat atau sarana pemotongan dan teknik pemotongannya. Kondisi ternak seperti stress dapat mempengaruhi kualitas daging. Ternyata stress tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi ternak juga dapat mengalaminya. Pemicu atau penyebab stress pada ternak antara lain akibat transportasi, suhu lingkungan, penyakit, pakan, lingkungan sekitar (suasana ramai).
Menurut Aberle et al., (2001), pengangkutan atau trasnportasi ternak sebelum pemotongan akan menimbulkan stress (cekaman) bahkan kelelahan sebagai akibat lingkungan yang tidak nyaman selama perjalanan. Selama pengangkutan, ternak dalam posisi tidak nyaman, berdiri dan  tidak bebas bergerak  sehingga akan mengalami stress. Kondisi akan semakin parah jika tidak tersedia air minum atau pakan. Pemotongan yang dilakukan pada kondisi stress, kelelahan akan mengakibatkan daging yang kurang baik, yaitu pH tinggi, warna merah gelap , tekstur keras dan kering atau dikenal dengan istilah daging DFD (dark, firm and dry).

Baca Juga:  Generasi Cemerlang untuk Peradaban Gemilang

Oleh karena itu, setelah mengalami proses transportasi yang melelahkan, perlu dilakukan penanganan yang baik sebelum dipotong. Penanganan minimal yaitu memberikan istirahat yang cukup di tempat penampungan agar ternak mempunyai  kesempatan memulihkan cadangan energi sebelum dipotong.
Jenis pakan yang tidak semestinya juga mempunyai andil penyebab ternak menjadi stres. Suhu terlalu panas akan menyebabkan ternak menjadi hyperthermia, sementara suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan hipothermia. Suhu yang disarankan pada saat persiapan sebelum penyembelihan antara 22-290 celcius. Untuk meminimalisir stress akibat pengaruh lingkungan sekitar, sebaiknya ternak dipisahkan dari ternak lainnya sebelum dipotong, tidak melihat rekannya dikuliti, tidak melihat genangan dan mencium bau amis darah. Salah satu ciri ternak mulai stres yaitu menggerakkan ekornya karena gelisah yang akhirnya bisa mengamuk atau berontak. Selain itu, juga bisa disebabkan karena sebelum dipotong ternak tidak dipuasakan. Lamanya pemuasaan yang direkomendasikan adalah kurang lebih 12 jam. Adanya pemuasaan menjadikan ternak kurban tidak agresif, sehingga proses penyembelihan menjadi lebih mudah.

Penggunaan alat-alat pemotongan  yang tepat antara lain alat fiksasi ternak sebelum pemotongan, pisau yang tajam untuk menyembelih dan alat penggantung karkas menjadi faktor penting yang mempengaruhi keempukan daging. Saat penyembelihan berlangsung, harus dipastikan tiga saluran  terputus, yakni saluran nafas, saluran makanan dan pembuluh darah arteri karotis dan vena jugularis. Saluran  sumsum tulang belakang tidak boleh terputus karena untuk pemompaan darah agar cepat keluar.  Jika terputus, maka darah akan banyak menumpuk sehingga daging lebih mudah membusuk.

Faktor Setelah Pemotongan
Faktor ini diantaranya meliputi: penggantungan karkas, pelayuan karkas, penyimpanan dan metode pemasakan. Untuk membantu pemahaman kita mengenai faktor ini, perlu mengetaui tentang istilah karkas dan rigormortis. Karkas adalah bagian dari ternak yang telah disembelih, setelah kepala dan kaki di pisahkan lalu di kuliti dan isi perut dikeluarkan.

Baca Juga:  Harga Minyak Dunia Kembali Melonjak Tinggi

Rigormortis yaitu terjadinya kontraksi otot setelah penyembelihan atau proses konversi otot menjadi daging. Saat rigormotis dimulai, otot yang saat penyembelihan sangat empuk menjadi kurang empuk sampai selesai rigormortis. Setelah rigormortis selesai, daging secara cepat menjadi lebih empuk. Pada sapi, rigormortis membutuhkan waktu 6-12 jam. Di industri daging, cara mempercepat proses konversi oto menjadi daging yaitu dengan pemberian stimulasi listrik. Jika karkas didinginkan atau dibekukan sebelum rigormortis selesai, hasilnya daging menjadi keras/alot. Oleh karena itu, harus dihindari pendiginan singkat setelah ternak disembelih (mati). Daging yang disimpan dalam pendingin/refrigerator dikenal dengan istilah pelayuan. Peningkatan keempukan saat pelayuan disebabkan oleh perubahan enzimatis dalam otot. Peningkatan keempukan daging sapi berlanjut kira-kira 7-10 hari setelah disembelih pada penyimpanan susu sekitar 350 F.

Metode pemasakan ini dapat dimulai dari bagaimana teknik thawing jika sebelumnya daging dibekukan, pengirisan atau pemotongan, penambahan enzim atau bahan-bahan termasuk bumbu, hingga penggunaan tingkat suhu dan lamanya). Daging yang sudah mengalami thawing secara lambat dalam refrigerator umumnya lebih empuk disbanding yang dimasak dengan kondisi beku. Thawing lambat mengurangi kealotan/kekerasan akibat pendinginan singkat dan mengurangi jumlah kehilangan cairan.  Potongan yang berlawanan arah serat hasilnya menjadi berserabut dan daging kurang empuk. Pemasakan yang melampaui batas optimal pada daging empuk menyebabkan terjadinya pengerasan, pemasakan yang optimal mengakibatkan pengempukan yang diharapkan. suhu dengan lama pemasakan sesuai potensi keempukan otot tersebut. Daging dipanaskan pada suhu tinggi tidak akan mengempukan daging tetapi juga menyebabkan off-flavor. Nilai pH juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan untuk menjaga kualitas daging agar tetap baik. Salah satu cara menjaga pH daging tetap baik pada pH 7,0 hingga 7,2 dengan meletakkan daging di tempat tertutup dengan sirkulasi udara secukupnya, tidak membiarkan terpapar udara terlalu lama.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa untuk menghasilkan daging yang berkualitas, empuk dan enak itu ada ilmunya. Tidak berhenti pada para peternak sebagai pembudidaya, namun juga bagi mereka yang berkontribusi dalam rantai penyediaan daging hingga siap saji. Khusus pada moment qurban atau hari raya Idulh Adha, menjadi hal yang sangat penting untuk membekali panitia qurban seputar wawasan penanganan ternak, teknik pemotongan dan penanganan daging untuk meminimalisir dihasilkannya daging kurban yang kualitasnya jelek.  (**)

*)Penulis Adalah: pengajar di Program Studi Peternakan, Politeknik Pertanian dan Peternakan Mapena, Tuban