Gaya Swasembada 32 tahun, akankah terulang kembali?

Oleh : Dita Rismaya

(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang)

“Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang” (Bung Karno).

Dari kutipan perkataan bung karno tersebut jika dikaitkan dengan isu hangat tentang akan adanya pilar ekonomi seperti orde baru yang menuai kritik dan asumsi dari bebagai kalangan memang ada benarnya. Kalau kita mencoba tenggok kembali perekonomian pada era orba tidak semuanya buruk. Beberapa hal positif yang didapatkan dari pembangunan ekonomi secara umum pada masa orde baru ini antara lain pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta perkembangan sektor pertanian. Yang paling terkenal akan keberhasilan orba adalah swasembada pangan hingga mendapat penghargaan internasional.

 

Namun dibalik sisi positif orba masih banyak orang yang takut akan kembalinya orba. Bahkan, Haris Azhar menilai jika ada politisi yang menginginkan agar Indonesia kembali ke era Orde Baru, politisi tersebut sedang sakit. Apa benar para politisi itu sedang sakit ? atau mereka tidak mau membuka kedua mata ?. Wajah ekonomi indonesia saat ini benar butuh seorang pemimpin yang mampu mengangkat ekonomi indonesia. Kemajuan Indonesia akan mempengaruhi gaya kepemimpinan seseorang. Apalagi di zaman reformasi seperti sekarang ini.

 

Apa orba perlu kembali ? tentu saja tidak, karena tidak ada orang yang mau kembali pada era orde baru. Era dengan gaya kepemimpinan otoriter itu memiliki banyak kekurangan. Akan tetapi jangan hanya membuka sebelah mata. Banyak program-program diera ini yang berhasil menciptakan swasembada pangan. swasembada pangan bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Banyak faktor – faktor pendorong untuk mewujudkan program tersbut. Seperti lahan pertanian potensial di Indonesia yang jumlahnya banyak dibarengi sistem pertanian yang kini mulai mengalami kemajuan dengan adanya teknologi alat pertanian dan juga penemuan – penemuan bibit unggul.

 

Dapat mendorong terwujudnya swasembada pangan yang berhasil. Pada era orba pertanian berkembang karena banyak penyuluhuhan – penyuluhan yang dilakukan terhadap petani. Sehingga, pada saat itu kehidupan petani makmur. Kebutuhan bahan pokok terutama beras dalam negeri terpenuhi.
Coba kita lihat kilas balik prestasi apa saja yang diraih oleh swasembada pada masa era orde baru. Antara lain : Produksi beras sebanyak 27 juta ton mengantarkan Indonesia meraih predikat swasembada pangan di tahun 1984 di tengah konsumsi nasional yang saat ini hanya 25 juta ton atau terdapat surplus hingga 2 juta ton. Swasembada pangan di tahun 1984 itu diakui Food and Agriculture Organization (FAO). Apa lagi, kala itu RI masih bisa menyumbang 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di sejumlah negara eropa. Namun, saat memasuki pertengahan tahun 1990-an, RI kembali impor beras dan jumlahnya terus membengkak. Mengutip data BPS, RI mengimpor hingga 3 juta ton beras di tahun 1995. Di akhir periode kepemimpinan Soeharto, impor beras RI mencapai puncaknya yakni sebanyak 6 juta ton di tahun 1998. . Dalam rentang 32 tahun kepemimpinan presiden yang wafat 27 Januari 2008 tersebut,
hanya sekali saja RI mencapai predikat swasembada pangan.

Baca Juga:  Memahami Ekosistem Ekraf dari Kearifan Lokal

 

Apakah swasembada penting untuk diadopsi kembali ? mengingat wajah perekonimian indonesia yang saat ini sedang dalam keadaan yang cukup memprihatinkan. Karena program swasembada ini pernah berhasil maka tidak ada salahnya jika program ini diwujudkan kembali untuk memperbaiki perekonomian saat ini. Terutama untuk mengangkat kesejahteraan petani, pedagang, mengurangi pegangguran dan kurangi candu Indonesia akan impor. Indonesia kaya Indonesia bisa.

 

Mengadopsi swasembada bukan berarti membangkitkan orba kembali di Indonesia. Banyak orang yang salah perspektif atau bahkan membelokan perspektif munculnya orba. Yang nyatanya hanya akan mengadopsi kebijakan positif yang berhasil di era tersebut.

 

Banyaknya keburukan Orde Baru sehingga ditumbangkan pada 1997-1998, namun banyak memiliki kebijakan yang positif. Sekarang bagaimana hal itu direplikasi ulang dengan era digital dan milenial sekarang. Melihat kemajuan teknologi saat ini terutama pada media masa menjadi jalan bagi penerapan kebijakan tersebut dapat diterapkan di Indonesia. Jadi seharusnya lebih memudahkan untuk diterapkan. Bisa atau tidak bisa, bukan menjadi pertanyaaan lagi. Karena kebijakan ini pernah berhasil dan dilakukan dalam perekonomian era sebelumnya maka swasembada ini bisa diterapkan. Kecuali jika kebijakan itu belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka patut dipertanyakan apakah kebijakan ini bisa berhasil atau tidak. Jika saat ini pemerintah dan masyarakat mau melalukan dan menyetujui swasembada yang kembali diterapkan maka hal ini akan lebih mudah terealisasi. Negara lain juga ada yang mengadopsi kebijakan pada di era Orba ini. Bukan masalah relevan atau tidaknya. Nyatanya, negara – negara lain yang sekarang melampaui ekonomi Indonesia, seperti Vietnam, Thailand yang kebijakannya mengadopsi kebijakan Indonesia. Dapat dilihat bahwa perekonomian Vietnam dan Thailand lebih baik daripada perekonomian Indonesia. Dahulu, pada saat Vietnam mengalami krisis di era Soeharto, Indonesia memberikan bantuan dengan mengirim beras.

Baca Juga:  PRAMUKA GARUDA MENUJU INDONESIA EMAS 2045

 

Mengajari mereka menanam padi dan bercocok tanam karena pertanian Indonesia yang saat itu maju. Namun, saat ini Vietnam lebih ahli bercocok tanam. Terutama menanam padi sehingga hasil panen padi menghasilkan banyak beras. Dan akhirnya Vietnam yang memberikan ekspor beras kepada Indonesia. Perekonomian Indonesia saat ini yang kerap kali melakukan impor bahan pangan yang masih bisa disediakan di dalam negeri dengan memanfaatkan lahan yang ada. Dimana tanah surga negeri ini ? sungguh kasihan para petani di desa mereka pahlawan pangan Indonesia yang masih terus memupuk tanah agar palawija terus bersemai mengisi perut rakyat. Sungguh mirisnya Indonesia. Mengapa masih enggan membuka kedua mata melupakan keburukan yang lalu menjadikan pelajaran agar bisa lebih baik. Jika masih enggan melulu, mungkin mereka merasa nyaman dengan zonanya. (**)