Cegah Konflik Sosial Melalui Konten Kreatif

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com — Universitas Bojonegoro berkolaborasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Timur dan DPRD Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Pencegahan Radikalisme, Terorisme, dan Konflik Sosial Melalui Wawasan Kebangsaan di Hall Hotel Dewarna, pada Rabu (6/12/23). Seminar tersebut diikuti oleh 165 mahasiswa dan masyarakat umum. Ada dua materi yang dipaparkan dalam forum yang dimoderatori akademisi Mundzar Fahman. Pertama, Konten Strategis Cegah Radikalisme yang dibawakan oleh Yasien Arif selaku content creator sekaligus founder Sabda Perubahan. Lalu kedua, Integrasi Nilai-nilai Kewarganegaraan untuk Mencegah Radikalisme yang dibawakan oleh Dr. Freddy Poernomo, SH., MH. selaku Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur.

Di hadapan para mahasiswa, Arief menceritakan lika-likunya sebagai content creator yang konsisten menyerukan nilai-nilai perdamaian melalui media sosial (medsos). Sabda Perubahan menyebarkan narasi perdamaian dengan cara meng-counter isu-isu yang berbau radikalisme, terorisme, dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Setiap content creator harus memiliki strategi perencanaan yang sistematis agar pesan-pesan yang disisipkan ke dalam konten bisa tersampaikan dengan baik.

“Kultur dari platform digital itu beda-beda. Untuk menjadi content creator yang kontra radikalisme, kita harus bisa mengidentifikasi apa passion dan topik konten sesuai dengan kemampuan kita. Karena algoritma medsos selalu menyuguhkan konten-konten sesuai selera kita. Kalau kita rajin posting tentang konten perdamaian, pasti narasi radikalisme akan tertutup dengan sendirinya,” paparnya.

Pria asal Kota Malang ini mengungkapkan, ada enam tips agar konten dengan narasi-narasi perdamaian bisa viral. Di antaranya membuat konten berkualitas, mengetahui target audiens, konsisten aktif membuat konten, mempertimbangkan waktu posting, evokatif atau menggugah audiens, memahami format dan kultur perform, serta fokus pada tiga detik pertama video. “Sekarang Gen Z itu seleranya adalah konten yang entertain.

Sedangkan tipikal audiens di berbagai platform medsos itu berbeda-beda. Contohnya kalau Facebook audiens-nya mudah diprovokasi, Tiktok lebih suka berbau entertain, sedangkan di Instagram lebih informatif,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Freddy. Meskipun dirinya termasuk dalam generasi boomer, dia juga memperhatikan dinamika generasi muda ketika berinteraksi di media sosial. Menurut politisi partai Golkar ini, Perlu pendidikan karakter atau budi pekerti untuk menghindari perbuatan radikalisme, terorisme, dan konflik sosial. Dia berharap, generasi muda saat ini mampu mewarisi semangat juang 1945, serta mempunyai pemikiran cerdas dan inovatif agar mewujudkan SDM yang unggul.

“Diperlukan pemikiran yang besar untuk membangun bangsa. Pancasila juga tetap diperlukan sebagai basis sekaligus orientasi berpikir dan bertindak,” terangnya.

Freddy melanjutkan, pemerintah daerah harus berperan aktif untuk menguatkan toleransi dan keberagaman di Jawa Timur khususnya. “Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperkuat jaminan hak atas keberagaman, kebijakan yang dibuat tidak diskriminatif, menyiapkan sistem peringatan dini, kerja sama antar komunitas sipil, hadir sebagai mediator dan regulator, serta hadir menertibkan media sosial agar tidak timbul konflik sosial di dunia maya, pungkasnya. (din/Lis)

No More Posts Available.

No more pages to load.