PEMAHAMAN IDUL FITRI DAN TUNTUNAN SHOLAT IDUL FITRI

oleh -
oleh

Oleh: Ust. Sholikin Jamik

SuaraBojonegoro.com – Bulan mulia Ramadhan telah bersiap meninggalkan kita. Sebagai tamu istimewa yang dulu kita sambut kedatangannya dengan ungkapan mulia, Marhaban Yaa Ramadhan, maka kini dengan hati sedih kita harus ucapkan kata-kata perpisahan Ma’a Assalamah Ila Alliqo.

Dalam menyambut perpisahan ini pasti terdapat rasa was-was sekiranya amalan kita tidak diterima dan juga rasa penyesalan dalam diri kita karena belum mampu menjamu Ramadhan secara maksimal. Dan karena itu pula maka tak heran dahulu setiap akhir Ramadhan para sahabat Rasulullah senantiasa sedih atas kepergian bulan Ramadhan.

Namun demikian, tak boleh berlarut dalam kesedihan karena Allah telah mempersiapkan moment lain selepas berakhirnya bulan Ramadhan.

Lebaran atau hari raya Idul Fitri adalah peristiwa istimewa lainnya yang telah ditetapkan oleh Allah untuk umat Islam pasca bulan Ramadhan. Hari Raya disebut “Id” karena pada hari itu Allah Swt mempunyai kebaikan dan kemurahan yang kembali berulang-ulang dan dianugerahkan kepada makhluk-Nya setiap tahun yang membawa kegembiraan dan kepuasan. Kata “Id” yang selalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan ‘hari raya’ menurut etimologinya berarti al-mausim (musim), disebut demikian karena setiap tahun berulang.

Dinamakan Idul Fitri karena pada hari itu orang-orang Islam yang menjalankan puasa Ramadlan berbuka dan tidak lagi berpuasa seperti hari-hari sebelumnya selama bulan Ramadlan. Hari Idul Fitri ini dirayakan dengan melakukan shalat Idul Fitri secara berjamaah. Ibadah ini disyariatkan pada tahun pertama Nabi saw sampai di Madinah. Dari sini pula maka menjadi kurang tepat kalau memaknai Idul Fitri hanya sebagai hari kembali suci (fitroh). Secara bahasa antara fitri dan fitroh itu berbeda karena itu maka disebutlah sebagai Idul Fitri bukan Idul Fitroh.

Baik pada hari raya Idul Fitri, maupun hari raya Idul Adha, umat Islam disunnahkan untuk melakukan shalat hari raya. Hal tersebut dijelaskan oleh banyak hadis Nabi, diantaranya adalah hadis Nabi berikut ini:

Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar melakukan shalat dua hari raya sebelum khutbah dilaksanakan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Berikut adalah tuntunan Nabi seputar shalat ‘Idul Fitri

(sambungan dari tulisan kemarin)

Tata Cara Shalat ‘Idul Fitri

1. Sebelum shalat Id dimulai dan sesudahnya tidak ada tuntunan mengerjakan shalat sunnah qobliyah ‘ied dan sunnah ba’diyah ‘ied.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

Artinya: “Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya Rasulullah saw pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua rakaat, dan tidak mengerjakan shalat apapun sebelum maupun sesudahnya. [Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadis].

2. Untuk menyerukan dimulai shalat tidak dituntunkan mengumandangkan adzan dan iqomah ataupun bacaan-bacaan lain seperti ashshalatu jami’ah
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata,

“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”[ HR. Muslim]

3. Shalat Idul Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah rakaat shalat Idul Fitri adalah dua rakaat, dengan tujuh kali takbir setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dasar-dasarnya adalah:
Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu keluar pada hari Idul Fitri dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama yang ia lakukan adalah shalat …” [HR. Al-Bukhari].

Artinya: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca (al- Fatihah dan surat). [HR Ahmad].

Di antara takbir-takbir tersebut (takbir zawa-id) tidak ada bacaan dzikir tertentu

4 Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”[HR Muslim]

Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[ HR Muslim]

5. Sehabis shalat, hendaklah dilakukan Khutbah Idul Fitri sebanyak satu kali; dimulai dengan bacaan hamdalah. Dasarnya adalah:
Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha menuju lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat, kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi saw menyampaikan nasehat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan, kemudia lalu beliau pulang. [HR. Muttafaq ‘Alaih].

“Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw jika memulai khutbah dengan mengucapkan ‘al-hamdulillah’ …”. [HR. Abu Dawud].

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Setiap pidato yang tidak dimulai dengan ‘al-hamdulillah’, maka tidak barakah.” [HR. Abu Dawud].

Sedangkan orang yang memulai khutbah dengan takbir didasarkan kepada Hadits yang berbunyi:

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abdullah Ibnu ‘Utbah ia berkata: Merupakan sebuah sunnah Nabi membuka khutbah dengan tujuh takbir secara pelan-pelan dan yang kedua dengan sembilan takbir secara pelan-pelan.” [HR. al-Baihaqi].

Hadits di atas tidak bisa dijadikan dalil (tidak maqbul) karena termasuk hadits maqtu’(terputus). Disebabkan Abdullah Ibnu Abdullah adalah seorang tabi’in,dan berdasarkan ushulul-hadits ia tidak dapat diterima kalau ia mengatakan ‘sebagai suatu sunnah Nabi’ Demikian dikatakan oleh Asy-Syaukani dalam Nailul-Authar Juz III halaman. Dalam hal ini dengan tegas Ibnul-Qayyim mengatakan bahwa memulai khutbah Idain (Fithri dan Adlha) dengan takbir, sama sekali tidak ada sunnah yang dapat dijadikan dasarnya. Sebaliknya yang disunnahkan adalah memulai segala macam khutbah dengan ‘al-hamdu’

6. Pada Hari raya idul fitri dianjurkan saling mendo’akan antara sesama kaum muslimin dengan mengucapkan kalimah “taqabbalallahu minna wa minkum” ”(mudah-mudahan Allah menerima amal kami dan amal kamu). Hal ini didasarkan pada Hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari Khalid bin Ma’dan, ia berkata: “ Aku bertemu dengan Watsilah bin al-Asqo’ pada hari raya, lalu aku berkata “taqabbalallahu minna wa minkum”(mudah-mudahan Allah menerima amal kami dan amal kamu). Dia menjawab: “Ya, taqabbalallahu minna wa minkum”. Lalu ia berkata: “ Aku pernah bertemu dengan Rasulullah saw pada hari raya lalu aku berkata “taqabbalallahu minna wa minkum”, beliau menjawab “taqabbalallahu minna wa minkum”. (HR al-Baihaqi).

 

*)Penulis Adalah Ketua KBIHU Masyarakat Madani Bojonegoro

No More Posts Available.

No more pages to load.