Eksepsi Bupati Bojonegoro Ditolak Atas Dugaan Penyerobotan Tanah Warga

oleh -
oleh

SuaraBojonegoro.com – Sidang gugatan terhadap Kasus dugaan permufakatan jahat yaitu penyerobotan tanah warga yang ditengarai dilakukan oleh Pemkab Bojonegoro dipastikan akan terus bergulir di Pengadilan Negeri Bojonegoro, karena eksepsi Tergugat dalam nomor perkara 5/Pdt.G/2023/PN Bjn tertanggal register 2 Februari 2023 antara S. Marman melawan Bupati Bojonegoro dalam klasifikasi perbuatan melawan hukum ditolak Majelis Hakim PN Bojonegoro.

Dalam perkara gugatan ini, selaku Pemohon gugatan dalam perkara perdata ini yaitu Warga Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, S. Marman, melawan Tergugat I Bupati Bojonegoro, Tergugat II Kades Banjarsari Fatkhul Huda, dan Turut Tergugat BPN Bojonegoro. Dengan penolakan eksepsi ini, maka Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan berwenang melanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara.

Dari data dan pantuan awak media ini saat sidang dalam amar utusan sela atas sidang yang dilaksanakan secara E-Court ini, Ketua Majelis Hakim Nalfrijhon, S.H., mengadili : Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II; Menyatakan Pengadilan Negeri Bojonegoro berwenang mengadili perkara ini; Memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan persidangan; dan Menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.

Humas PN Bojonegoro, Sony Eko Andrianto, S.H., membenarkan saat dikonfirmasi awak media bahwa jadwal sidang pada Hari ini adalah putusan sela diupload. Tanggal 4 April 2023 lanjut sidang pembuktian, Selasa (28/03/2023).

Sementara Penggugat, S. Marman melalui koordinator Tim Kuasa Hukumnya, Nur Aziz, mengatakan, bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim yg menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II telah tepat mengenai kompetensi absolut, telah cermat dan benar berdasarkan hukum.

Pengacara yang menjabat Ketua Ketua Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia (DPC IKADIN) Tuban ini menilai demikian, karena menurutnya sesuai ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2019 pada Rumusan Hukum Kamar Perdata (Perdata Umum) menegaskan bahwa “Dengan berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan PERMA No. 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyelesaian sengketa tindakan pemerintahan dan kewenangan mengadili perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrecmatige overheidsdaad), sengketa yg bersifat keperdataan dan/atau bersumber dari perbuatan cidera janji (wanprestasi) oleh penguasa tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan perdata dalam lingkungan peradilan umum”.

“Oleh karenanya eksepsi kompetensi absolut Tergugat I dan Tergugat II ditolak, maka PN Bojonegoro berwenang menangani ini dan akan melanjutkan pada pemeriksaan pokok perkaranya. Yang tentunya Penggugat akan membuktikan semua dalil-dalil yang telah Penggugat sampaikan dalam gugatan,” ujar pria yang juga menjadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban.

Dikonfirmasi terpisah, Kuasa Hukum Bupati Bojonegoro, Analis Hukum Ahli Muda Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bojonegoro, Abdul Aziz tidak banyak memberikan komentar.

“Kita ikuti saja prosesnya, Mas,” ucapnya singkat.

Untuk diketahui, dalam gugatan ke dua ini, ditariknya Kepala Desa (Kades) Banjarsari Fatkhul Huda menjadi Tergugat II oleh Penggugat karena ada alasan kuat yang mendasari. Yaitu Tergugat II (Kades Banjarsari) diduga telah membuat Surat Keterangan dan Surat Pernyataan yang tidak benar.

Pengacara S. Marman, Nur Aziz menduga kuat Tergugat I (Bupati Bojonegoro) dan Tergugat II (Kades Banjarsari) telah melakukan perbuatan permufakatan jahat yang melawan hukum. Dugaan kuat itu dia katakan, pertama berkaitan dengan keterangan dan pernyataan yang tidak benar yaitu, bahwa di atas tanah yang kini disebut objek sengketa itu disebut didirikan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sejak tahun 1970. Padahal sesuai fakta yang dia dapatkan dan menurutnya juga diketahui oleh semua orang, RPH itu baru didirikan tahun 2022.

Kemudian yang kedua, berkaitan dengan keterangan bahwa objek itu dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro sejak 1970. Nur Aziz mengaku memiliki bukti bahwa hal itu juga tidak benar. Karena faktanya Sertipikat Hak Pakai (SHP) itu baru terbit tanggal 18 Agustus 2022. Oleh karena itulah gugatan pertama dicabut oleh Tim Advokat.(Lis/Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.