ERA BARU DHARMA WANITA PERSATUAN DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

oleh -
oleh

Oleh: Aning Wulandari, M.Pd.*)

SuaraBojonegoro.com – “Dharma wanita persatuan, bersatu padu ikut berjuang. Wujudkan masyarakat adil dan makmur Sentosa secara merata. Melaksanakan karya dengan mandiri, membina istri pegawai negeri”.

Itulah sepenggal lirik Mars Dharma Wanita Persatuan (DWP) yang sering dinyanyikan di setiap pertemuan Dharma Wanita. Gara-gara lirik lagu tersebut, saya dulu pernah tidak mau ikut kegiatan Dharma Wanita karena suami saya belum pegawai Negeri. Tentu ini contoh yang kurang baik bagi ibu-ibu yang suaminya belum menjadi pegawai negeri. Kali ini, saya akan membahas bagaimana eksistensi Dharma Wanita Persatuan di lingkungan Pendidikan, khususnya DWP di sekolah atau madrasah atau Dinas Pendidikan atau Kementerian Agama.

Berbicara tentang Dharma Wanita Persatuan atau biasa disebut Dharma Wanita atau disingkat DWP, tentu yang terlintas di benak kita adalah sekumpulan ibu-ibu di sekolah atau madrasah atau dinas Pendidikan atau Kementerian Agama yang berseragam rapi dengan warna khas, memakai lencana, tas hitam, sepatu hitam, dengan riasan dan perhiasan yang sederhana. Betapa anggun dan bersahajanya ibu-ibu yang berseragam DWP.  Karena kekhasan kesederhanaan itulah maka organisasi DWP menjadi salah satu organisasi yang mengeleminir batas antara ketua atau pengurus dengan anggota. Juga mengeleminir perbedaan status sosial ekonomi di antara pengurus dan anggota. Baik pengurus maupun anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga eksistensi organisasi, yang membedakan adalah tugas pokok dan fungsi sebagai pengurus dan anggota.

Bagaimana realita eksistensi organisasi DWP di sekolah atau madrasah saat ini? Kita akan melihat kondisi riil dari sudut pandang ketua DWP dan dari sudut pandang anggota DWP.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak sekali ketua DWP di satuan kerja sekolah, madrasah, kantor Dinas Pendidikan maupun kantor Kementerian Agama yang juga berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau memegang jabatan di kantor atau perusahaan tertentu. Hal ini menyebabkan ketua DWP tidak dapat menjadwalkan pertemuan rutin setiap bulan di satuan kerjanya. Jika diagendakan rutin pun, acapkali yang memimpin kegiatan adalah wakil ketua atau pengurus yang ditunjuk. Apakah ini menjadi masalah? Tentu ini bukan masalah sama sekali, karena ketua DWP tetap dapat terhubung dengan pengurus dan anggota dengan menggunakan berbagai media komunikasi, seperti grup percakapan, surat elektronik, telepon, video call maupun hadir secara virtual melalui aplikasi tatap muka online.

Fakta lain menunjukkan bahwa tidak semua anggota DWP dapat hadir secara rutin mengikuti kegiatan DWP. Ada banyak hal yang menjadi faktor penyebabnya. Diantaranya, adanya anggota yang juga berstatus sebagai PNS di Lembaga lain, sehingga tidak berani ijin meninggalkan tugas. Ada juga yang anggotanya mempunyai bisnis di rumah yang tidak dapat ditinggal. Ada juga yang anggotanya tidak dapat keluar rumah kalau tidak diantar jemput suaminya. Hal-hal tersebut menjadikan persentase kehadiran anggota DWP di sekolah atau madrasah menjadi kurang optimal. Akibatnya, pengurus mengoptimalkan ibu-ibu guru yang mengajar di sekolah atau madrasah tersebut untuk aktif mengikuti pertemuan rutin DWP.

Masih relevankah keberadaan organisasi DWP saat ini? Jawabannya: masih sangat relevan. Mengapa? Karena jika kita Kembali pada tujuan DWP yang tertera di AD/ART hasil Munas III tahun 2014, disebutkan bahwa:
Tujuan organisasi Dharma Wanita Persatuan adalah terwujudnya kesejahteraan anggota dan keluarganya pada khususnya serta masyarakat pada umumnya melalui peningkatan kualitas sumber daya anggota, untuk mendukung tercapainya tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Saat ini pemerintah, khususnya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menggalakkan pelaksanaan kurikulum merdeka dengan ciri khasnya adalah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Di Kementerian Agama, juga sedang digalakkan proyek penguatan profil pelajar Pancasila dan pelajar Rohmatan Lil ‘Alamin, serta penguatan Moderasi Beragama. Sebagai istri, kita wajib mendukung kinerja suami. Ketika di sekolah atau madrasah, para suami sedang melaksanakan penguatan konsep dasar NKRI, Pancasila dan UUD 1945, maka para istri yang tergabung dalam organisasi DWP juga harus melakukan penguatan konsep dasar NKRI. Di sinilah arti penting organisasi DWP dalam penguatan konsep kebangsaan. Ketua DWP mempunyai kewajiban moral untuk mengajak anggotanya untuk selalu menguatkan konsep kebangsaan dan mengingatkan anggotanya manakala ada anggotanya yang terindikasi melakukan hal-hal yang bertentangan dengan wawasan kebangsaan.

Kegiatan rutin DWP jaman dulu identik kegiatan yang membosankan. Anggota datang duduk diam, sambutan ketua DWP, arisan, lalu pulang. Kegiatan ini rutin dilakukan tiap bulan sehingga dapat menyebabkan kebosanan bagi anggotanya. Akibatnya banyak anggota yang enggan datang karena kegiatan rutin yang membosankan tersebut.  Lalu, bagaimana konsep kegiatan rutin DWP di era millennial sekarang ini? Tentu saja kegiatan difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya anggota. Ibu-ibu jaman sekarang, sudah berbeda dengan ibu-ibu jaman dulu, dimana ibu-ibu jaman sekarang sudah banyak mengikuti trend kecantikan dan gaya hidup dari berbagai sumber, mulai dari televisi, internet maupun sosial media.

Berikut beberapa contoh kegiatan yang dapat diagendakan di kegiatan DWP yang relevan dengan kebutuhan ibu-ibu jaman now: daily make up look, daily body care, parenting keluarga (mengatasi anak puber atau mengatasi anak kecanduan game atau mengatasi pergaulan bebas anak), bhakti masyarakat, olahraga, membuat aneka olahan praktis untuk bekal, penguatan religi keluarga, penguatan wawasan kebangsaan, penguatan moderasi beragama, membuat garnis, membuat aksesoris, pelatihan MC dan dirigen, family gathering, dan masih banyak lagi. Lalu siapa narasumber dari kegiatan-kegiatan tersebut? Narasumber dapat dilakukan dengan mengoptimalkan potensi dari anggota, atau mendatangkan narasumber dari luar anggota.
Lalu, bagaimana dengan dana yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut? Kita dapat kembali kepada AD/ART DWP, bahwa Keuangan organisasi DWP diperoleh dari: iuran anggota, bantuan pemerintah, sumbangan lain yang tidak mengikat dan usaha lain yang sah.

Jika kegiatan-kegiatan tersebut diagendakan secara rutin bergantian, maka kegiatan DWP akan menjadi menarik dan tidak membuat jenuh. Yang paling penting dari semua itu adalah, bahwa organisasi DWP harus mampu menguatkan konsep peran istri dalam keluarga. Bahwa istri, selain sebagai pendamping suami, juga adalah ibu bagi anak-anak di rumah. Maka memprioritaskan keharmonisan keluarga bukan lagi sebuah keharusan, namun sebuah kebutuhan. Kesibukan istri tentu bukan penghalang untuk tetap mendukung karir suami dan menjaga keharmonisan keluarga. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo mendukung karir suami dengan aktif mengikuti kegiatan DWP di sekolah atau madrasah atau kantor.

*) Penulis adalah Ketua Dharma Wanita Persatuan SMPN 1 Dander

No More Posts Available.

No more pages to load.