MEDHAYOH

oleh -
oleh

Oleh : M. Khundori

SuaraBojonegoro.com  Medhayoh adalah istilah dalam budaya jawa yang berarti bertamu. Namun tidak sekadar bertamu secara umum, dimana seseorang datang ke rumah saudara atau orang lain secara fisik, Medhayoh adalah bertemunya hati seseorang dengan saudara atau orang lain, baik memiliki tujuan penting sampai pada hanya sekadar tilik dulur atau bahkan sekadar mampir karena kebetulan lewat rumahnya. Medhayoh pun memiliki keunikan tersendiri juga tersimpan kearifan di dalamnya, diantaranya: pertama, medhayoh memiliki makna “Aruh”, aruh itu menyapa, menanyakan kabar, mengajak berbicara, membuka pembicaraan. Biasanya tuan rumah yang aktif mendahului untuk menyapa, menanyakan kabar dengan ramah dan hangat penuh keakraban. Membuka percakapan ini bertujuan agar tamu tidak merasa canggung dan tamu tidak merasa diabaikan, istilahnya adalah Nguwongne atau menghargai orang. Kedua “Gupuh”, gupuh itu tergopoh-gopoh, tergesa-gesa. Gupuh memiliki makna ungkapan dari perasaan gembira dan antusias dari tuan rumah saat menyambut tamu. Apabila ada tamu yang mendadak datang tanpa memberitahu terlebih dahulu biasanya tuan rumah “tidak siap” dan terkejut sehingga menjadi repot manakala tamunya datang. Bisa saja tuan rumah harus meninggalkan pekerjaan yang sedang dilakukan, harus berganti pakaian, repot membersihkan dan menata ruang tamu. Gupuh ini adalah antusiasme dalam menerima dan menyambut kedatangan tamu. Ketiga “Lungguh”, lungguh memiliki makna menyambut tamu dengan kehangatan dengan mempersilahkan masuk, duduk, dan biasanya tuan rumah akan memberi sambutan percakapan-percakapan kecil sebagai pencair suasana agar suasana menjadi lebih gayeng atau semarak. Misalnya: “Wah kok makin cantik, masih awet muda saja atau pun tumben jauh-jauh datang mampir ke sini”. Untuk memperkuat agar tamu tidak canggung biasanya tuan rumah akan bilang “anggap saja ini rumahmu sendiri”.

Namun bagi tamu tidak boleh memaknai dengan mentah artinya kita bisa bebas seenaknya sendiri melakukan apa saja di rumah orang lain. Jika belum dipersilahkan masuk dan duduk, jangan masuk ke rumah dan duduk. Keempat “Suguh”, suguh adalah menghidangkan makanan, camilan, dan minuman. Suguh memiliki maksud untuk menyambut dan menghormati tamu yang telah datang dari jauh dan repot-repot menempuh perjalanan demi bertamu. Saat suguhan telah dikeluarkan, biasanya tamu akan berucap “Wah kok repot-repot” sementara tuan rumah biasanya membalas dengan “Nggak ini ga repot kok”. Pembicaraan demikian dimaksudkan agar acara bertamu tersebut tidak ada yang merasa mengganggu dan terganggu. Bagi seseorang tamu bila sudah demikian, maka hendaknya mau mencicipi hidangan meskipun sedikit, minum meski hanya beberapa teguk dan jauh lebih baik bila menghabiskan minuman meskipun sang tamu tidak merasa haus dan tidak menyukai hidangan tersebut. Semua demi menghargai tuan rumah yang sudah bersedia untuk bersusah payah dan repot.

Melihat begitu agungnya budaya Medhayoh di tengah perubahan zaman yang semakin modern seperti sekarang ini dimana masyarakat semakin individualis, budaya Medhayoh nanpaknya semakin hilang. Padahal mobilitas masyarakat sekarang semakin tinggi dengan mudahnya akses transportasi yang bisa memudahkan individu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu perlu ada upaya atau gerakan sosial untuk menghidupkan kembali budaya medhayoh yang agung ini. Dulu masih banyak kita temui seseorang yang dalam perjalanan tiba-tiba masuk dan medhayoh ke rumah seseorang yang tidak dikenal hanya sekedar minta minum dan ngobrol sebentar. Sementara tiap rumah selalu menyediakan kendi air minum di depan rumah atau ruang tamu sebagai persediaan bagi siapapun yang kehausan dan mampir ingin minum.

Berkaca dari fenomena tersebut, Ademos Indonesia mencoba menjawab problem tersebut dengan mengadakan acara yang bernama Medhayoh Fest dengan tagline “Tilik Dulur, Icip Dhapur, Monggo Nandur” dalam rangkaian acara yang akan terselenggara selama dua hari pada tanggal 05 – 06 November 2022 akan terdapat 4 panggung dan pertunjukan di sepanjang area festival. Ada beragam seni pertunjukan, musik, aneka kuliner, pangan lokal, workshop seni sebagai experience untuk pengunjung, ragam tradisi ndeso, dan yang tak kalah menarik adalah rangkaian penanaman pohon secara serentak di 42 titik sumber mata air yang tersebar di Bojonegoro.
Festival ini boleh dikunjungi dan terbuka untuk siapapun, ini juga merupakan realisasi dari tagline tilik dulur, yang artinya pengunjung bebas berkunjung ke festival ini seperti datang ke rumah saudaranya, dan bisa menikmati suguhan yang disajikan seperti tradisi wedhangan (tradisi minum teh/kopi bersama saudara) dan juga tradisi makan bersama mencicipi dan menikmati hidangan makanan yang disuguhkan atau Icip Dhapur.

Selain ragam tradisi tersebut, Medhayoh Fest juga akan mendatangkan “Dhayoh Istimewa” yakni sang maestro tari Indonesia Mas Didik Nini Thowok, serta penyanyi dan seniman muda Budi Doremi. Semua bisa dinikmati oleh para dhayoh atau pengunjung yang datang, hanya saja khusus pertunjukan musik Budi Doremi, pengunjung diharuskan berdonasi dengan membeli bibit pohon yang telah disediakan oleh panitia secara On The Spot, selain itu pengunjung juga disarankan untuk membawa bibit pohon dari rumah. Dalam tradisi Medhayoh, budaya membawa oleh-oleh atau buah tangan untuk pemilik rumah dimaknai sebagai tradisi “Mbukak lawang”. Untuk menghormati pemilik rumah, tamu yang hadir biasanya membawa buah tangan untuk diberikan.

Acara yang dimotori oleh warga Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Bojonegoro dan didukung oleh PT Pupuk Kaltim ini tujuan awalnya adalah membangun kepedulian sosial, yang dimediasikan oleh artis/seniman yang selanjutnya diharapkan akan diikuti oleh penggemar dan masyarakat umum. Festival ini juga dikampanyekan untuk mengingat kembali kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dari perubahan iklim, sehingga wujud untuk mengkombinasikan nilai tersebut adalah dengan melakukan kegiatan yang nantinya akan diikuti oleh para pejabat, artis, musisi, seniman, dan masyarakat umum, salah satunya dengan menanam pohon dan memuliakan sumber mata air sehingga tidak lagi dianggap sebagai hal mistis, tetapi juga bagian dari ekosistem yang harus dijaga keberlangsungannya untuk sumber penghidupan berkelanjutan.

Target penerima manfaat dari Medhayoh Fest ini adalah seluruh masyarakat di kawasan Bojonegoro dan sekitarnya untuk kembali memulihkan ekonomi akibat pandemi, harapan berikutnya adalah pemuliaan seluruh sumber mata air yang tersebar di 42 titik yang ada di Kabupaten Bojonegoro, sehingga kelestarian alam dan pencegahan perubahan iklim terus dilakukan sebagaimana yang pernah dikampanyekan oleh Presiden Jokowi “Setiap kita punya peran dalam pelestarian alam. Setiap orang bisa punya andil menyelamatkan bumi,”

*)Penulis Adalah Direktur Ademos Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.