Program Pasporisasi KJRI Jeddah Adalah Hak Warga Negara agar Tidak Stateless

oleh -
oleh

JEDDAH, SuaraBojonegoro.com –  Pasporisasi yang dicanangkan Pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mendapat dukungan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Hal itu disampaikan LaNyalla saat berkunjung ke Wisma KJRI di Kota Jeddah bersama delegasi DPD RI dalam rangkaian kunjungan kerja ke Arab Saudi, Selasa (17/5/2022) malam waktu setempat.

Seperti diketahui, Konjen RI Jeddah mulai melakukan pendataan dan survei terhadap WNI yang overstay dan expired paspor di daerah kerja KJRI Jeddah. Pertimbangan kebijakan tersebut adalah untuk memastikan status WNI tidak stateless (tidak punya negara).

“Dalam perspektif HAM, program Pasporisasi layak didukung, karena membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir, dan itu bisa dipandang sebagai pelanggaran HAM,” tukas LaNyalla yang hadir didampingi Senator Lampung Bustami Zainuddin.

Kepala KJRI Jeddah Eko Hartono menambahkan, program Pasporisasi akan dimulai dengan target 10 ribu WNI di Kota Jeddah. Untuk kemudian dilakukan evaluasi, apakah akan diperbesar volumenya atau tetap dalam kisaran itu. “Kalau diperbesar, kami pasti membutuhkan tambahan sumber daya dari Jakarta,” imbuhnya.

Terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI), Eko mengakui jumlah yang berdokumen resmi dengan yang tidak berbanding tiga kali lipat lebih banyak yang tidak berdokumen.

“Di daerah kerja KJRI Jeddah, yang non dokumen sekitar 560 ribu, sedangkan yang berdokumen sekitar 168 ribu. Kalau di Riyadh, yang berdokumen sekitar 130 ribu,” ungkapnya.

Eko juga menyampaikan beberapa kasus yang dihadapi para PMI di Arab Saudi, khususnya di wilayah kerja KJRI Jeddah yang meliputi Mekkah, Madinah, Tabuk dan Asheer.

“Luasnya wilayah kerja KJRI memberi kendala tersendiri untuk percepatan pelayanan PMI yang mengalami persoalan. Apalagi seperti di Tabuk, yang jaraknya 1200 kilometer dari Jeddah. Sedangkan PMI Ilegal, tidak bisa menggunakan transportasi publik, sehingga harus kami jemput dengan kendaraan lewat darat,” imbuhnya.

Ditambahkan, dari tabulasi kasus, 60 persen terkait upah yang tidak dibayar, 30 persen tidak bisa pulang, dan sisanya 10 persen kriminal dan sex abuse. “Kasus upah dan tidak bisa pulang karena paspor ditahan majikan merupakan salah satu kelemahan dari sistem Kafil yang belum tereformasi dengan baik. Dominasi majikan masih terlalu kuat,” tukasnya.

Untuk itu, Eko meminta dukungan Ketua DPD RI untuk penguatan dukungan dari Kemenlu dan Kementerian terkait, terutama untuk pembekalan pelatihan para PMI yang ditampung di shelter PMI KJRI Jeddah. “Juga fasilitas di shelter, terutama tempat tidur yang perlu peremajaan,” tambahnya.

Sementara terkait Pandemi Covid, Eko juga menyampaikan, pemerintah RI secara resmi mencabut syarat PCR bagi kepulangan jamaah umroh, menyusul keluarnya SE Satgas Covid Nomor 19/2022 yang berlaku per tanggal 18 Mei 2022.

Dalam kunjungan ke Wisma KJRI, Ketua DPD RI juga didampingi Sekjend DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi Lalu Niqman Zahir dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin serta Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman.

Sementara Konjen Eko didampingi sejumlah pejabat KJRI Jeddah, di antaranya Neni Kurniati, Koordinator Pelayanan Warga/Pelaksana Fungsi Konsuler-1, Ahmad Zaeni, Staf Teknis Imigrasi-1 dan Khalid Ibrahim, Staf Teknis Tenaga Kerja. (Red/Lis)

No More Posts Available.

No more pages to load.