RUMAH, TEMPAT BELAJAR TERBAIK SAAT PANDEMI

oleh -
oleh

Oleh: Aning Wulandari*)

SuaraBojonegoro.com – Akhir-akhir ini banyak beredar informasi tentang aksi ibu-ibu di sekolah dan meminta sekolah dibuka Kembali. Pun ramai beredar di sosial media maupun grup whatsapp narasi tentang keinginan agar sekolah dibuka Kembali. Sayangnya, baik aksi maupun narasi yang ditunjukkan tidak dengan menggunakan kalimat yang santun, namun lebih cenderung emosional.

Banyak narasi yang cenderung menyalahkan pihak tertentu tentang kebijakan belajar dari rumah (BDR). Banyak hal dikeluhkan, mulai dari tidak semua siswa mempunyai gadget, tidak semua orang tua mampu beli pulsa atau paket data internet, tidak semua rumah terjangkau jaringan internet, orang tua tidak sanggup membelajarkan anaknya di rumah karena sibuk bekerja, takut kalau kelamaan belajar di rumah nanti anaknya jadi bodoh dan bosan, belajar di rumah tidak efektif karena anak lebih banyak main game daripada belajar, dan masih banyak lagi keluhan lainnya.

Keluhan dan keberatan ini merupakan buntut dari dikeluarkannya Keputusan Bersama 4 Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri) tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran 2020/2021 yang memutuskan bahwa tahun pelajaran 2020/2021 hanya sekolah yang berada di zona hijau yang boleh menyelenggarakan pembelajaran secara tatap muka. Sedangkan sekolah yang berada di zona merah, masih harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah (BDR). Oleh karena pemerintah memprioritaskan Kesehatan dan keselamatan peserta didik, maka Sekolah yang berada di zona merah belum diperbolehkan melaksanakan pembelajaran dengan tatap muka karena dikhawatirkan akan menimbulkan cluster baru penyebaran covid-19.

Tidak ada yang salah dengan aksi maupun narasi yang dilakukan masyarakat terkait keberatannya dengan PJJ maupun BDR, pun keputusan pemerintah juga sudah tepat dengan memprioritaskan Kesehatan dan keselamatan peserta didik. Sebagai orang tua, saya termasuk orang yang sangat mendukung keputusan pemerintah. Bahkan, andaikan saat ini sekolah memutuskan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka, saya akan mengajukan keberatan dan akan meminta anak saya belajar dari rumah. Mengapa? Apakah saya tidak takut anak saya bodoh?

Apakah saya tidak khawatir dengan Kesehatan mata anak saya yang akan menghabiskan banyak waktunya dengan main hp atau laptop? Jawabannya saya adalah: saya tidak khawatir dengan itu semua karena satu-satunya menjadi kekhawatiran saya adalah jika anak saya sakit. Satu-satunya prioritas saya sebagai orang tua adalah memastikan anak saya sehat dan ceria.

Saya tidak dapat membayangkan jika sekolah yang berada di zona merah tetap melaksanakan pembelajaran secara tatap muka langsung, lalu terjadi penularan covid di sekolah tersebut. Dampaknya sekolah tersebut akan ditutup dan diisolasi sementara sampai benar-benar bersih dari cluster penyebaran covid. Selain itu, ada dampak yang luar biasa, yaitu bagaimana jika yang terinfeksi covid tersebut adalah anak kita? Naudzubillah…

Apakah bapak ibu sanggup membayangkan anak kita harus diisolasi di rumah sakit, tanpa bisa kita tunggui? Anak kita yang bahkan urusan remeh temeh seperti makan, mandi saja harus sering kita ingatkan, saat tidur masih harus mendapatkan peluk cium dari orang tuanya. Anak kita yang selalu menjadi pertimbangan utama ibu dalam menyiapkan menu makan, yang bahkan ada anak yang tidak mau makan jika tidak disiapkan oleh orang tuanya.

Sanggupkah kita membayangkan, kita tidak bisa menemani anak-anak kita melewati hari-harinya atau merasakan kesakitannya. Saya sungguh-sungguh tidak sanggup membayangkannya. Bagi saya, lebih baik anak saya ketinggalan pelajaran, tapi tetap sehat, daripada memaksakan belajar di sekolah tapi dipenuhi kekhawatiran. Ketinggalan pelajaran dapat dikejar, tapi Kesehatan adalah nikmat Tuhan paling mahal yang harus kita jaga.

Di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB), semua orang harus tetap mematuhi dan melaksanakan protocol Kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, sering cuci tangan pakai sabun, membawa tissue dan hadsanitizer, membawa peralatan ibadah sendiri, membawa peralatan makan minum sendiri dan menjaga imun tubuh. Semua protocol Kesehatan ini akan sulit dipatuhi anak kita, terutama yang masih usia TK, SD atau SMP.

Mereka masih suka bergerombol, jadi akan susah menjaga jarak dan besar kemungkinan maskernya dilepas saat bercanda dengan teman-temannya. Mereka masih suka main lari-larian, kejar-kejaran, berbagi minum dengan temannya, meminum dari botol yang sama-sama, bahkan banyak dari anak-anak yang memegang makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Semua protocol Kesehatan yang seharusnya diterapkan juga oleh anak-anak, besar kemungkinan diabaikan.

Parahnya lagi, orang tua maupun guru tidak bisa mengontrol aktifitas anak setiap saat. Orang tua dan guru juga tidak dapat mengontrol dengan siapa anak-anak kita berinteraksi.

Terkait dengan berbagai keluhan dari orang tua seperti dituliskan di atas, sebenarnya pemerintah sudah memberikan solusi. Pembelajaran jarak jauh tidak melulu daring atau online. Guru dapat memilih pembelajaran model luring (luar jaringan) untuk mengatasi kendala pembelajaran daring. Terkait masalah kuota internet, banyak kebijakan pemerintah yang dapat mendukung pemecahan masalah kuota internet. Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sekarang boleh digunakan untuk memberikan bantuan kuota internet bagi guru maupun peserta didik. Kementerian Agama juga telah melakukan Kerjasama dengan operator seluler terkait dengan penyediaan paket telekomunikasi tejangkau untuk madrasah. Pemerintah juga menjadikan televisi sebagai salah satu sumber belajar luring. Dalam penyelesaian permasalahan pembelajaran jarak jauh, diperlukan komunikasi efektif antara pihak sekolah dan orang tua agar dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi.

Selain itu, banyak orang tua yang merasa tidak mampu mengajar anaknya di rumah dengan alasan tidak memahami materi yang diajarkan, tidak punya waktu karena sibuk bekerja, tidak sabar menghadapi anaknya yang tidak mau diam, kesal karena anaknya diajari tidak bisa bisa, dan masih banyak lagi. Disinilah diperlukan peran guru dan kepala sekolah agar memfokuskan pembelajaran pada Pendidikan kecakapan hidup dan penguatan Pendidikan karakter.

Anak jangan terlalu dibebani dengan materi yang terlalu sulit. Perlu ada pemetaan materi esensial dan non esensial agar dapat dipetakan mana materi yang disampaikan secara daring maupun secara luring. Orang tua juga harus mengambil peran dalam mengontrol penggunaan gadget di rumah, sehingga anak-anak tidak hanya menghabiskan waktunya dengan main game di hp.

Jika kita mau jujur, banyak hikmah yang kita petik dengan adanya pandemic covid ini. Selain mengingatkan kita akan pentingnya menjaga dan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat, pandemic covid mengingatkan kita akan arti penting peran orang tua dalam memantau dan mendampingi anak dalam belajar.

Pandemic covid juga seperti “menampar” wajah Pendidikan di Indonesia, dimana banyak guru yang masih perlu meningkatkan kompetensinya dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, baik secara daring maupun luring. Terlepas dari itu semua, sekali lagi, sekolah adalah tempat belajar. Jika belajar dipenuhi dengan kehawatiran akan penyebaran penularan covid-19, maka saat ini rumah adalah tempat belajar terbaik bagi anak-anak kita, karena Kesehatan dan keselamatan anak-anak adalah prioritas setiap orang tua. Itu menurut saya. Bagaimana menurut Anda?

*) Penulis adalah Pengawas Madrasah Aliyah Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro

No More Posts Available.

No more pages to load.