Kesejahteraan Hewan Bagi Kesehatan Manusia

oleh -
oleh

Oleh: Nyssa Firsty Ardhinna

Latar belakang
Isu kesejahteraan hewan di Indonesia memang masih belum keras terdengar, terutama sanksi yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran kesejahteraan hewan ini belum ada karena belum adanya peraturan ataupun standard di Indonesia terkait dengan kesejahteraan hewan. Walaupun baru-baru ini, Indonesia mendapat kecaman dari berbagai negara “maju” yang telah menerapkan kesejahteraan hewan terkait dengan penanganan hewan yang akan dipotong di rumah potong hewan yang dianggap tidak memenuhi azas perikehewanan.

Pada beberapa tahun ke belakang, dimana issu kesejahteraan hewan di Indonesia belum terlalu diperhatikan dan di negara-negara di dunia belum gencar diterapkan, Indonesia masih ber”jaya” sebagai salah satu negara pemasok kera ekor panjang (Macacca fascicularis) ke berbagai negara “maju” seperti Amerika Serikat, Jepang, yang diperuntukkan sebagai hewan laboratorium; atau satwa liar yang dijadikan hewan konsumsi misalnya ular kobra, biawak, kadal dll yang sebagian besar dikirim ke Cina terutama pada musim dingin di negara Cina. Namun dengan gencarnya penerapan issu kesejahteraan hewan oleh lembaga masyarakat di negara “maju”, menyebabkan pengetatan penggunaan hewan sebagai hewan laboratorium bagi perusahaan kosmetik, obat-obatan dsb yang mengakibatkan dikenakannya penolakan kiriman hewan dari Indonesia.

Karantina hewan sebagai  institusi yang mengawasi lalu lintas hewan di pintu pemasukan/ pengeluaran menjadi wajib untuk mengetahui, memperhatikan dan turut serta mengawasi penerapan kesejahteraan hewan ini atas semua hewan yang di lalu lintaskan yang dalam hal ini terkait erat dengan kelayakan alat angkut sebagaimana amanat pada pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000.

Pembahasan
Ada tiga hal terkait definisi tentang kesejahteraan hewan (Animal Welfare) yaitu status fisik (kebugaran), status mental (rasa) dan alamiah. Menurut Fraser & Broom, 1990, kesejahteraan didefinisikan mengenai keadaan hewan dalam upaya mengatasi lingkungannya. Sedangkan menurut Mc Glone, 1993, hewan yang dalam kondisi kurang sejahtera akan terganggu sistim fisiologisnya hingga dapat mengganggu kelangsungan hidup atau mengganggu sistim reproduksinya. Terkait dengan status mental, Duncan, 1993, menyatakan bahwa hewan dalam kondisi sejahtera berarti hewan dalam kondisi sehat, atau kurangnya stress ataupun kebugaran. Jadi kesejahteraan terkait status mental tergantung pada apa yang dirasakan hewan. Untuk status alamiah, Rollin, 1993, menyatakan bahwa kesejahteraan itu tidak hanya berarti mengendalikan rasa sakit dan penderitaan, namun juga berarti memelihara dan memenuhi sifat hewan.
Dari kombinasi dua atau tiga aspek di atas diperoleh lima kebebasan yaitu:
-bebas dari rasa lapar dan haus (Freedom of Hunger and Thirst)
-bebas dari ketidak nyamanan (Freedom from discomfort)
-bebas dari rasa sakit, terluka dan terkena penyakit (Freedom from Pain, Injury and Diseases)
-bebas memengekspresikan perilaku normal (Freedom to express normal behaviour)
-bebas dari rasa takut dan stress (Freedom from Fear and Distress)

Semua mahluk hidup memiliki kebutuhan untuk fisik, mental maupun kebutuhan alamiah dalam kehidupannya. Kebutuhan menurut Broom & Johnson (1993), merupakan suatu persyaratan mendasar dalam biologi hewan, untuk mendapatkan sumber tertentu atau reaksi terhadap kondisi lingkungan tertentu atau rangsangan pada jasmani. Jika suatu kebutuhan tidak dipenuhi maka akan ada pengaruh terhadap fisik atau perilaku misalnya pengaruh fisik dapat berkaitan dengan ketidakberadaannya sumber tertentu dikarenakan tidak adanya perawatan oleh manusia. Jenis kebutuhan yang berbeda memiliki perbedaan tingkat kepentingan pada hewan. Beberapa jenis kebutuhan mungkin lebih penting dibandingkan jenis kebutuhan lainnya misalnya kebutuhan akan makanan dan air minum merupakan kebutuhan dasar yang penting dibandingkan kebutuhan akan area untuk berbaring dengan nyaman. (Hurnik & Lehman, 1985).

Dapat teramati apabila kekurangan makanan dan air minum akan menyebabkan timbulnya masalah fisiologik yang jelas terlihat dengan adanya kondisi dehidrasi dalam jangka waktu tertentu.

Konsep materi kebutuhan ini menjadi bahan pokok yang digunakan dalam penyusunan peraturan, misalnya Konvensi negara-negara Eropa tentang Perlindungan Hewan yang dipelihara sebagai hewan ternak (1976). Peraturan yang disusun akan membuktikan apakah seseorang melakukan pelanggaran atas peraturan dengan menelusuri kejadian pemenuhan kebutuhan dikaitkan dengan ketentuan peternakan dan pengaruh fisiologik serta perilaku tertentu pada hewan.

Kesejahteraan hewan terkait dengan kualitas hidup dari hewan sedangkan kematian hewan terkait dengan jumlah hewan yang tidak hidup yang termasuk sebagai hak hidup hewan yang sudah tidak ada. Manusia, umumnya, ingin menghindari miskinnya kesejahteraan pada hewan yang dapat menyebabkan kematian sejumlah hewan. Namun ada masalah kematian yang terkait dengan masalah kesejahteraan hewan yaitu jika ditelusuri sebab kematiannya. Misalnya tata cara pemotongan hewan yang produknya akan menjadi konsumsi manusia sehingga menjelang kematian hewan menimbulkan rasa sakit atau stress pada hewan. Atau hewan yang dibiakkan di peternakan dengan kondisi yang menyebabkan hewan menderita dan berpotensi menyebabkan kematian. Hal ini dapat terlihat dari indikator laju kematian yang tinggi.

Jika akan dilakukan penilaian terpenuhinya lima kebutuhan dasar hewan, mungkin akan lebih mudah dengan menganalogikannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Karena manusia secara biologis mirip dengan hewan sehingga kebutuhan dasarnyapun mirip dengan hewan. Walau demikian setiap jenis hewan yang berbeda akan berbeda pula kebutuhan perilakunya dan kebutuhan perlakuannya.

Aspek kesejahteraan hewan yaitu lima kebebasan dapat dipengaruhi oleh penyakit. Misalnya jika hewan terkena penyakit abses pada kulit yang bersifat kronis, maka akan membuat hilangnya kebebasan untuk merasakan kenyamanan, karena abses menimbulkan rasa sakit sehingga hewan tidak dapat lagi berbaring dengan nyaman. Hewan yang sedang sakit seringkali akan merasa takut terhadap hewan lain sebagaimana rasa takut hewan yang lebih rentan terhadap predator. Jadi penting untuk mengenali mengenai pencegahan penyakit dan perlakuan /pengobatan.

Kesejahteraan hewan selama transport juga penting untuk diperhatikan karena banyak hilangnya nilai produksi disebabkan oleh adanya kematian dan dehidrasi, dan menurunnya kualitas daging disebabkan karena jeleknya kondisi transportasi atau lamanya perjalanan hewan pada waktu ditransportasikan, padahal beberapa kondisi transportasi dan perjalanan yang panjang berkaitan erat dengan kesejahteraan hewan. Sebagai dokter hewan (dan petugas yang menangani hewan), hal pertama yang perlu diupayakan adalah melindungi kesejahteraan dari hewan selama dalam perawatan atau penanganan kita. Masalah kesejahteraan yang utama bagi hewan selama transportasi adalah cedera; kelelahan yang timbul pada waktu bongkar atau muat; waktu yang panjang dalam perjalanan; stress akibat kepanasan atau kedinginan; cedera yang timbul akibat permukaan sisi bagian dalam alat angkut atau angkutan yang tajam dan menonjol; lantai yang licin; tidak dilakukannya pemisahan hewan dalam kompartemen; pengemudi yang mengemudikan kendaraan dengan kasar; kelaparan, dehidrasi dan kehausan selama perjalanan; kepadatan populasi yang melebihi kapasitas alat angkut; kondisi mabuk.

OIE sebagai badan dunia yang menangani masalah kesehatan hewan, juga menetapkan standar, pedoman dan rekomendasi khusus terkait Perjanjian SPS yang menjadi rujukan dalam perdagangan internasional hewan dan produk hewan. Negara anggota OIE bertanggung jawab untuk membuat dan mengadopsi standard internasional yang sudah ditetapkan OIE dan diminta berpartisipasi aktif dalam melaksanakan standard. (**)

Foto: New.Okezone.com

*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

No More Posts Available.

No more pages to load.