Nasibmu Petani Di Negeri Agraris

oleh -
oleh

Oleh : Joyo Juwoto

Nasi putih terhidang di meja

kita santap tiap hari

Beraneka ragam hasil bumi

dari manakah datangnya
Dari sawah dan ladang disana,

petanilah penanamnya
Panas terik tak dirasa,

hujan rintik tak mengapa
Masyarakat butuh bahan pangan
Terima kasih bapak tani,

terima kasih ibu tani
Tugas anda sungguh mulia

Lagu di atas masih terngiang di telinga batin saya, lagu itu sering sekali ditayangkan di layar televisi. Selain lagu Pak Petani, lagu lain yang sering diputar adalah lagu tentang jasa guru, dan juga tentang nelayan. Ketiga lagu tersebut adalah kenangan manis yang tak terlupakan. Hari ini pun saya masih suka menyanyikan dan mengenang lagu-lagu legendaries itu.

Tentang petani saya sangat setuju dengan lirik lagu di atas, bahwa menjadi petani adalah tugas yang mulia. Bahkan tidak sekedar mulia, petani adalah soko guru bagi peradapan suatu negeri, termasuk negeri Nusantara yang kita cintai ini. Menjadi petani yang begitu mulia bagi sebuah peradapan ternyata tidak menjamin nasib petani menjadi mulia. Justru nasib petani yang mayoritas di negeri ini terlunta-lunta dan tidak jelas nasibnya.

Perlindungan terhadap petani nihil, saat mencari pupuk dan benih kesulitan, saat panen harga komoditas pertanian turun, masih kadang hasil panen tidak laku alias harga jual turun karena kebijakan impor yang kadang kurang bijaksana. Owh, sungguh nasibmu wahai para petani yang merana di negeri yang agraris ini.

Dari kondisi petani yang sedemikian memprihatinkan dan kurang menjanjikan maka menjadi petani bukanlah sebuah pilihan yang bergengsi. Anak-anak muda sebagai keturunan petani sangat jarang sekali yang ingin menjadikan pekerjaan bertani sebagai pilihan hidup. Sungguh ironi negeri yang gemah ripah loh jinawe ini nantinya harus kehilangan para petani yang menjadi soko guru negeri ini.

Namun memang begitulah wolak-waliking jaman, di mana pekerjaan menjadi petani sudah tidak begitu diminati, padahal menurut dawuhe mbah Yai Maimun Zubair, “Ngalamate qiyamat iku angger wong tani iku wis aras-arasen tani, mergo untunge iku sitik”. Termasuk salah satu tanda kiamat adalah jika masyarakat sudah malas untuk bertani, karena bertani labanya sedikit. Dan tanda-tanda ini sudah mulai nampak di depan mata kita.

Entah benar-entah tidak, memang kenyataannya sekarang masyarakat sudah malas untuk bertani, akrena dari hasil pertanian untungnya sedikit dan kurang menjanjikan. Selain tentu pekerjaan se bagai petani adalah pekerjaan yang cukup berat. Ah saya jadi merindukan lagu tentang jasa-jasa petani di atas. Semoga nasib petani di negeri ini ada perhatian dari pemerintah dan pihak-pihak yang punya tanggung jawab terhadap dunia pertanian Nusantara, negeri yang subur makmur tercinta ini. (**)

No More Posts Available.

No more pages to load.