Omong Kosong dan Kacaunya Logika Mantan Bupati

oleh -
oleh

SUARABOJONEGORO.COM – Beliau bilang judul di sebuah media online penolakan Gubernur atas Raperda Dana Abadi Bojonegoro adalah sinyal matinya Inovasi Daerah, lalu di bagian isi bilang gagasan dana abadi itu bukan asli dari Bojonegoro. Lalu mencontohkan negara Timor Leste dan Norwegia.

Cacat pikir diatas soal inovasi saja sudah dibuktikan, pernyataan dibantah sendiri di kalimat berikutnya bahwa inovasi itu ternyata mencontoh, menyontek, meniru dari negara lain. Gagasan itu bukan Inovasi, bukan hal baru karena sudah ada di tempat lain.

Inovasi itu padanan katanya Reka Baru. Lalu apanya yang baru dari gagasan dana abadi jika sudah ada di negara lain ? Ini cacat pikir pertama.

Jika dibantahkan itu nyambung tidak hanya inovasi saja tapi digandengkan Inovasi Daerah ? Inovasi dan Daerah itu satu kesatuan, begitu ?

Inovasi Daerah sudah ada regulasinya yakni PP No 38 tahun 2017 tentang Inovasi Daerah. Disitu jelas apa yang bisa disebut Inovasi Daerah ada syarat dan ketentuan berlaku. Tidak bisa disebut Inovasi Daerah jika mengacu UU Negara lain semisal Timor Leste atau Norwegia malah bisa dikategorikan makar regulasi.

Sebuah produk hukum apalagi baru Rancangan Perda harus memiliki cantolan hukum diatasnya UU, PP, Permen, Pergub dan lainnya. Perda (Raperda) tidak ujuk-ujuk berdiri sendiri terpisah dengan produk hukum diatasnya, itu salah satu syarat yang disebut dalam pangkuan NKRI. Ini bukan negara federal bung… meski ada otonomi.

Raperda Dana Abadi tidak mengacu pada PP No 38 tahun 2017 tentang Inovasi Daerah, artinya logika apa yang disebut Inovasi Daerah yang diungkapkan mantan Bupati runtuh dengan sendirinya. Pun penolakan Gubernur juga menyebut tidak mempunyai dasar hukum atau tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011 yang khusus mengatur keuangan daerah juga tidak mengaturnya.

Bentuk Inovasi Daerah dalam PP No 38 tahun 2017 berbentuk tata kelola Pemerintahan Daerah Pelayanan Publik; dan/atau inovasi Daerah lainnya sesuai dengan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Kalau soal tata kelola keuangan ada regulasi khusus yang mengaturnya yakni Permendagri No 21 Tahun 2011. Jadi apa yang disebut Mantan Bupati soal Inovasi Daerah tentang Dana Abadi Migas itu logikanya hancur.

Dalam tulisan mantan Bupati tersebut juga pake logika perbandingan dengan menyebut : tabunglah dan sisakan untuk generasi berikutnya, sedangkan kebalikan dari prinsip itu adalah : belanjakan semaksimal mungkin (pesta pora) dan jangan sisakan untuk anak cucu.

Prinsip menabung itu setelah kebutuhan dasar pokok terpenuhi, sisa dari pemenuhan dasar pokok itu terpenuhi baru sisanya bisa ditabung. Jalan masih banyak yang rusak tapi yang disalahkan tanah gerak, padahal kesalahan perencanaan pembangunan tanah gerak kok jalan paving yang dibangun, IPM masih rendah salah satu indikatornya pendidikan belum baik, kesehatan belum baik dan lain sebagainya.

Logika menabung kebalikannya belanja dan pesta pora adalah framing kebenaran dan atau monopoli kebenaran. Kenapa ? Kalau ikut logika tersebut artinya rezim mantan Bupati adalah rezim pesta pora karena faktanya duit dari migas malah diantaranya untuk membangun kantor pemkab 7 lantai, dan tidak menabung. Rezim yang menuduh dirinya sendiri sebagai rezim pesta pora jika menganut logika diatas.

Rezim yang menginvestasikan duit ke bank Jatim tapi segi kemanfaatannya ke rakyat sangat diragukan.
Lalu benarkaj menabung itu menyisakan untuk generasi berikutnya ? Menabung di bank jika mengikuti pola ekonomi modern malah tidak efektif, sebab nilai mata uang ditentukan pasar, nilai mata uang fluktuatif.

Bunga bank kecil tidak mampu mengejar inflasi, duit sepuluh ribu sekarang bisa beli 10 kerupuk bisa jadi karena inflasi 50 tahun kemudian hanya bisa dibelikan seperempat cuilan satu krupuk. Artinya generasi berikutnya hanya disisain seperempat cuilan satu krupuk yang seharusnya dapet 10 krupuk.

Solusinya apa ? Investasi. Investasi tidak melulu membangun BUMD produktif dan menghasilkan duit banyak, meski kenyataannya BUMD Bojonegoro kembang kempis karena lebih banyak minta suntikan modal daripada pemasukan PAD. Investasi banyak macemnya misalnya pendidikan, pertanian dan lain sebagainya.

69 persen warga Bojonegoro adalah keluarga petani dan 40 persen lahannya adalah lahan pertanian dan 60 persen lahan milik Perhutani, tapi coba berapa persen mereka mendapatkan manfaat dari APBD ? Sangat kecil.

Padahal menurut para pakar ancaman terbesar masa depan adalah krisis pangan, dan sekarang dunia (beberapa negara terjadi) sedang mengalami krisis pangan karena sejak tahun 80-an hingga sekarang sektor ini kurang mendapatkan perhatian. Dan sekarang kita saksikan di sekeliling kita sendiri, lahan pertanian berkurang tergeser oleh pertumbuhan rumah, pertumbuhan jumlah penduduk dan generasi sekarang enggan bekerja di sektor pertanian.

Regenerasi petani mengalami kemandekan dan makin terjun bebas. Padahal pertumbuhan jumlah penduduk harus dibarengi dengan pertumbuhan produksi pangan, lalu berapa yang terancam kelaparan di masa depan ? Iki soal mangan saja lho.

Maka investasi pertanian sesungguhnya adalah investasi jangka panjang untuk generasi mendatang. Petani adalah tulang punggung dari produksi pangan nasional. Awakmu iso mangan berkat petani nandur dan panen, awakmu iso mangan berkat keringat petani.

Petani harus mendapatkan porsi lebih dari anggaran APBD, selain karena jumlahnya banyak juga untuk masa depan. Toh semakin petani sejahtera PAD dari pajak para petani juga meningkat bukan ? Toh faktanya para petani lah yang rajin ambil bagian bayar pajak. Catat !

Lalu dalam tulisan berikutnya mantan bupati menulis : “Niat baik Bupati Bojonegoro (2008-2018), Suyoto, untuk tidak menghabiskan seluruh pendapatan dari sektor migas pada masa puncak produksi.”

Faktanya menghabiskan seluruh pendapatan dari migas selama 10 tahun berkuasa. Rezim selama ini malah gagal dalam perencanaan pembangunan, tidak sistematis dan menghaburkan duit saja. Contoh kecilnya begini semua jalan dipaving, lalu dalam waktu yang belum habis berkuasa jalan paving sudah rusak pathing mleyot dan mbenggang. Jalan paving yang rusak itu dibongkar dan diganti dengan jalan cor.

Berapa coba buang duit karena buruknya perencanaan ? Mosok yang disalahkan tanah gerak lagi… hehehehe.
Saran saya sih begini : menjadi ibu rumah tangga itu lebih mulia dan tak ada salah menjadi ibu rumah tangga.

Kalau dipaksakan mengelola Kabupaten karena minim pengalaman organisasi, minim pengalaman kepemimpinan, gagal memimpin PKK karena hanya membebani Desa beli buku Dawis nilainya belasan juta maka akan mengancam dan merugikan banyak orang.

Dana Abadi itu alat politik dinasti, alat politik untuk melanggengkan keabadian kekuasaan, alat agen bank, alat yang patut dicurigai sebagai pembegalan maka saran saya berhentilah membohongi rakyat.

Salam !

Penulis : Didik Wahyudi pegiat kebudayaan dan mantan wartawan.

No More Posts Available.

No more pages to load.