Bojonegoro di Tengah Kelimpahan Minyak dan Potensi Metanol: Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Dr. Mukhamad Roni, S.E.,M.E. *)

SuaraBojonegoro.com – Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur adalah salah satu daerah yang kini menjadi perhatian nasional berkat potensi energi fosilnya yang luar biasa. Blok Cepu, sebagai ladang minyak utama yang dikelola oleh konsorsium besar termasuk Pertamina dan ExxonMobil, telah menjadikan Bojonegoro sebagai salah satu daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia. Selain minyak bumi, potensi gas alam yang bisa diolah menjadi metanol turut menjanjikan geliat industri kimia dasar di wilayah ini.

Namun, ironisnya, kekayaan alam yang melimpah ini belum sepenuhnya menjadi berkah nyata bagi masyarakat lokal. Banyak penduduk di sekitar wilayah eksplorasi masih hidup dalam kesenjangan sosial ekonomi. Pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi yang semestinya mengiringi kemajuan sektor energi belum merata dirasakan. Pertanyaan krusial pun muncul: bagaimana agar kekayaan energi ini benar-benar menjadi jalan menuju kesejahteraan rakyat Bojonegoro?

Potensi Ekonomi Energi: Dari Hulu ke Hilir

Minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya tak terbarukan yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Jika dikelola dengan bijak, tidak hanya menghasilkan pendapatan daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH), tetapi juga mampu menumbuhkan sektor-sektor ekonomi lain melalui efek ganda (multiplier effect). Sayangnya, dominasi industri hulu yang padat modal namun minim tenaga kerja lokal menjadikan manfaat langsung yang dirasakan masyarakat masih terbatas.

Di sinilah pentingnya kebijakan hilirisasi energi, termasuk pengembangan industri metanol. Metanol merupakan bahan baku penting dalam industri petrokimia, bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif, pelarut industri, hingga komponen penting dalam produksi biodiesel dan plastik. Pembangunan pabrik methanol di Bojonegoro berbasis gas lokal seta Etanol dapat memberikan efek yang baik untuk pengembangan industri, maka peluang kerja, pelatihan teknologi, dan pertumbuhan ekonomi lokal akan meningkat pesat.

Baca Juga:  "ABG of IWD"

Tantangan Pemerataan dan Keadilan Sosial

Kekayaan sumber daya alam sering kali membawa “kutukan” jika tidak diiringi tata kelola yang baik dan adil. Kasus ketimpangan di Bojonegoro adalah contoh nyata bagaimana sumber daya bisa memperparah kesenjangan jika tidak ada intervensi kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Dalam banyak kasus, masyarakat hanya menjadi penonton dari lalu lalangnya truk-truk pengangkut minyak dan aparat keamanan di daerah mereka.

Di sisi lain, adanya dana besar dari DBH (Dana Bagi Hasil) dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan migas sering kali tidak terkelola secara transparan dan berkelanjutan. Program bantuan bersifat konsumtif dan tidak menyentuh akar persoalan struktural ekonomi masyarakat, seperti akses modal, pelatihan kerja, dan infrastruktur pendukung usaha kecil.

Upaya Strategis: Dari Desa untuk Bojonegoro

Solusi atas persoalan ini tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah, desa, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus bergerak bersama. Berikut beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh:

1. Membangun BUMDes Energi dan Koperasi Rakyat

Desa-desa penghasil migas perlu didorong membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berfokus pada layanan energi, pengolahan limbah migas, hingga distribusi gas rumah tangga. Selain itu, koperasi energi rakyat bisa menjadi wadah bagi warga untuk berinvestasi dan terlibat langsung dalam industri energi skala kecil-menengah.

Baca Juga:  Ramadan Dalam Pandemi, PEPC JTB Berbagi Dengan Kaum Difabel

2. Hilirisasi Berbasis SDM Lokal

Pembangunan pabrik metanol atau industri turunannya harus disertai dengan program pelatihan dan pendidikan vokasi yang menyasar pemuda-pemudi Bojonegoro. SMK dan perguruan tinggi lokal harus diarahkan untuk membuka jurusan yang relevan dengan industri energi dan kimia.

3. Transparansi Dana dan Partisipasi Warga

Dana DBH dan CSR harus dikelola secara transparan melalui mekanisme musyawarah masyarakat. Pembentukan forum partisipatif warga dan audit publik menjadi instrumen penting agar setiap rupiah yang keluar bisa dipertanggungjawabkan.

4. Ekonomi Islam sebagai Kerangka Keadilan

Pendekatan ekonomi Islam dapat menjadi alternatif pembangunan ekonomi yang inklusif dan adil. Melalui zakat produktif, wakaf energi, dan lembaga keuangan mikro syariah, masyarakat bisa memperoleh akses modal usaha tanpa bunga dan tekanan utang, serta didorong untuk berbagi hasil secara proporsional.

Harapan Menuju Masa Depan

Bojonegoro memiliki semua syarat untuk menjadi model pembangunan energi berbasis rakyat: sumber daya alam melimpah, semangat gotong royong yang kuat, dan struktur pemerintahan desa yang aktif. Namun, untuk mewujudkan semua potensi itu, dibutuhkan keberanian politik, transparansi birokrasi, dan kolaborasi lintas sektor.

Ke depan, kelimpahan minyak dan metanol tidak hanya menjadi kebanggaan statistik, tetapi benar-benar menjadi bahan bakar perubahan sosial dan ekonomi masyarakat Bojonegoro. Inilah saatnya Bojonegoro menulis kisah baru: dari lumbung energi menjadi lumbung kesejahteraan.

 

*)Penulis adalah Akademisi dan Pengamat Ekonomi Kerakyatan, Peneliti Ekonomi dan Keuangan Syariah. Sekretaris III Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) DPW Jawa Timur