Pasca Kasus Korupsi Setya Novanto

oleh -
oleh

Oleh : Rina Rahmawati

Dampak Korupsi e-KTP Negara Rusak

Mantan Ketua DPR Setya Novanto, dituntut 16 tahun penjara oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setya Novanto terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dari proyek pengadaan e-KTP. Selain itu, jaksa pula menuntut Setya Novanto untuk dicabut hak politiknya selama 5 tahun. Adapun pencabutan hak politik Setya selama lima tahun, artinya selama lima tahun sejak menyelesaikan masa hukumannya di penjara nanti, Setya Novanto tidak boleh memilih atau dipilih atau menduduki jabatan publik.

Hakim meyakini bahwa Setya Novanto telah melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 th. 1999 sebagimana diubah dalam UU NO. 20 th. 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan denda 500 juta. Dalam kasus korupsinya Setya Novanto mendapatkan 2,3 triliun dari nilai proyek 5,9 triliun, serta aset – aset berupa tanah tanpa bangunan, tanah dengan bangunan, dan bangunan tanpa tanah.

Adapun yang terlibat dalam kasus korupsi Setya Novanto adalah Pramono Anung dan Puan Maharani yang dituding masing – masing menerima USD 500 ribu dari kasus Setya Novanto. Serta Andi Narogong, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin. Secara keseluruhan, kerugian negara atas kasus ini yakni, Rp2,3 triliun.Dan hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia semakin melemah serta adanya ketidaknyamanan masyarakat dalam pengurusan pembuatan KTP karena terhambat dengan kasus korupsi dari dana tersebut.

Dalam proses persidangan, Setya Novanto tidak mengajukan banding namun bukan karena takut diperberat oleh hakim pada tingkat yang lebih tinggi. Melainkan Setya Novanto sudah merasa lelah dengan proses hukum yang dihadapi pada pengadilan tingkat pertama serta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding. Karena KPK menganggap sudah lebih dari dua per tiga dan semua yang disangkakan atau yang dimasukkan dalam dakwaan juga diadopsi hampir seluruhnya oleh majelis hakim.
Menilai kerusakan yang diakibatkan korupsi e-KTP bukan hanya berdampak lokal, tapi langsung kepada negara. Misalnya berdampak pada gagalnya membangun database e-KTP maka kita gagal membangun data pemilih yang benar, setiap pemilu akan ribut terus pada daftar pemilih sementara maupun pemilih tetap.
Selain terhambatnya pengadaan e-KTP sehingga membuat masyarakat menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkannya, dan masih banyak sekali dampak lain dari Korupsi e-KTP, misalnya pada ;

Bidang Ekonomi,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa kerugian negara akibat kasus mega korupsi e-KTP adalah sebesar Rp 2,3 triliun. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang – orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.

Bidang Demokrasi
Beberapa ahli berpendapat bahwa korupsi e-KTP Cederai Demokrasi, hal ini dikarenakan absennya e-KTP akan membuat warga negara kesulitan untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, karena setidaknya ada tiga aturan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan e-KTP sebagai syarat.
Bidang Pelayanan Medis
Tanpa e-KTP warga akan kesulitan dalam mendapat pelayanan medis, khususnya untuk menjadi peserta BPJS, dalam hal ini data peserta BPJS harus sesuai dengan e-KTP, karena tidak hanya nomor induk kependudukan (NIK), data BPJS Kesehatan juga harus mengacu pada sidik jari dan iris mata sebagaimana yang telah terekam dalam e-KTP.

Adapun dampak selanjutnya yaitu mengenai tingkat kepercayaan masyarakat, Kasus KTP elektronik e-KTP membawa pengaruh yang sangat besar terhadap tinggi rendahnya kepercayaan masyarakat atas berbagai program yang digulirkan pemerintah. Dibutuhkan penyelesaian yang komprehensif agar tingkat kepercayaan masyarakat tidak terus tergerus. Atas kasus e-KTP yang terjadi belakangan ini, ratusan ribu masyarakat pun terkena dampak langsung terkait ketiadaan blangko e-KTP. Akibatnya, hampir seluruh masyarakat yang hendak mengurus e-KTP hanya diberikan secarik kertas sebagai bukti kependudukan.
Karena itu, jika kasus e-KTP tidak diselesaikan dengan baik maka diyakini akan membawa dampak pada rendahnya tingkat kepercayaan publik. Utamanya, juga terkait keikutsertaan dalam Pemilu 2019 mendatang.
Setidaknya ada tiga aturan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan e-KTP sebagai syarat. Pertama, untuk menjadi calon kepala daerah, salah satu dokumen yang harus dilampirkan yaitu fotokopi e-KTP. Tidak bisa dengan KTP biasa. Yang kedua, yakni sebagai syarat dukungan kepada calon perseorangan. Calon perseorangan harus kumpulkan sejumlah dukungan, itu harus berupa dukungan yang dibuktikan pakai fotokopi e-KTP Kemudian, e-KTP juga jadi syarat masuk ke dalam daftar pemilih. Jika warga negara tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dia tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan datang ke tempat pemungutan suara dan menunjukkan e-KTP. Jika belum memiliki e-KTP, orang tersebut harus meminta surat keterangan ke Dinas Dukcapil bahwa dirinya sudah melakukan perekaman e-KTP, namun belum mendapatkan fisik kartunya.

Syarat tersebut justru menyusahkan warga yang belum memiliki e-KTP. Di samping itu, ternyata masih banyak yang belum tahu bahwa mereka harus mengurus surat keterangan bahwa e-KTP mereka belum jadi. Akibatnya, banyak warga yang hak demokrasinya terbuang sia-sia

Agar kasus korupsi di Indonesia tidak semakin merajalela, pemerintah sebaiknya melaukan pencegahan.Pencegahan dapat diawali dengan melakukan supervisi terhadap proyek-proyek strategis dan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara yang langsung dilakukan oleh KPK.
Adapun upaya – upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yaitu dengan melakukan ;

1. Upaya Pencegahan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi adalah melalui tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki benteng diri yang kuat guna terhindar dari perbuatan yang mencerminkan tindakan korupsi di dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2. Upaya Penindakan
Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan upaya penindakan korupsi, pemerintah dibantu oleh sebuah lembaga independen pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Penindakan yang dilakukan oleh KPK semenjak KPK berdiri pada tahun 2002 telah membuahkan hasil yang dapat disebut sebagai hasil yang memaksimalkan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap tindak pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan tidak pandang bulu.

3. Upaya Edukasi
Upaya edukasi yang dilakukan pemerintah dalam usahanya untuk memberantas korupsi adalah upaya yang dilakukan melalui proses pendidikan. Proses pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal, informal, dan non formal. Melalui proses edukasi, masyarakat diberikan pendidikan anti korupsi sejak dini agar masyarakat sadar betul akan bahaya korupsi bagi negara-negara khususnya negara Indonesia. (*)

Penulis Adalah : Mahasiswa Prodi Manajemen, Universitas Muhammadiyah Malang 

No More Posts Available.

No more pages to load.