Lagi lagi uang ini menjadi parasit sukma pejabat

oleh -
oleh

Oleh : Aisyah Az Zazahro

Hidup bagaikan kisah cerita yang telah diciptakan dalam lembaran buku. Mulai dari kisah kelam hingga bahagia. Mulai dari langit mendung berkabut hingga langit cerah yang tak hingga tebaran sinarnya. Bahkan juga di mulai dari barang perak hingga akhirnya membentuk triliun kertas merah. Begitulah kehidupan kita. Terkadang kita menghadapi kehidupan yang buruk bahkan kita bisa tenggelam dalam masa suram itu, terpasung dalam kerasnya belenggu. Namun seiring dengan berjalannya waktu kita bisa bangkit, berdiri kokoh menjadi tiang yang kuat dan membentuk kehidupan kita yang baik lagi.

Data BI menunjukkan jumlah utang pemerintah tembus hingga Rp4.363,2 triliun atau 30,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang mencapai Rp14.395,7 triliun per 31 agustus 2018. Kabar baru yang mengandung kisah pahit. Karena impasnya yang harus di tanggung juga oleh jutaan makhluk hidup dari 17.504 pulau. Dan yang lebih dari itu adalah perangai pejabat yang mulai beban menghadapinya.

Utang sedemikian besarnya dikarenakan untuk membangun infrastruktur di berbagai negara. Bahkan jokowi mengatakan kurang lebih 5000 T yang dibutuhkan oleh Indonesia. Hal yang sama juga dikatakan oleh Josua Pardede, bahwa biaya dari semua itu tidak cukup dari APBN dan APBD saja. Sehingga pemerintah mencari jalan lain, yaitu menarik investasi dari luar negri dengan menerbitkan surat utang.

Kementrian keuangan mulai menenangkan keaadaan Indonesia yang hampir rapuh. Ibu Sri Mulyani menilai secara nominal dan rasio, jumlah utang memang meningkat. Namun, ia memastikan pemerintah akan terus berupaya agar rasio utang dapat dijaga di kisaran tersebut dan tidak melewati batas rasio utang. Kalau ada dinamika nilai tukar yang mengubah nilai nominal, terutama dari luar negri, ia akan adjust (sesuaikan)
Kisah yang pasti telah datang. Memberi kepastian untuk tenang juga memberikan keadaan agar konstan, tidak kacau. Bagai parasit yang melekat pada tumbuhan. Tapi sebenarnya ada manfaat yang terselubung begitu dalam.
Undang undang (UU) nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dinyatakan batas rasio utang pemerintah setidaknya 60 persen dari PDB. Dengan begitu, jumlah utang pemerintah saat ini belum melampaui ketentuan yang ada di UU tersebut.

Dengan hal ini menunjukkan bahwa managemen kuangan atau sebuah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangan, sampai saat ini dianggap terkendali. Melalui infografisnya, mentri keuangan menyampaikan bahwa selama ini utang digunakan untuk belanja produktif, risiko utang terjaga,serta pengelolaan utang dilakukan secara professional.
Kemudian untuk solusi cara bayar utangnya yaitu dengan deficit yang kecil, primary balace nya positif, itu berarti kita bayar utang. Dan setiap kali jatuh tempo, kementrian keuangan selalu bayar melalui apa yang disebut revolving. Dan kalau semakin kecil, berarti ekspsurenya semakin kecil. Makanya debt to GDP ratio walaupun UU membolehkan sampai 60. Kementrian keuangan membuat rules sendiri jauh, yaitu separuhnya tidak boleh lebih dari 30 persen.

Salah satu cara untuk melunasi utang yang lain adalah mengumpulkan pajak. Dalam pengumpulan pajak sebenarnya tidak sepenuhnya untuk melunasi utang saja, tapi untuk membuat ekonomi kita makin baik fasilitasnya sehingga ekonomi kita makin maju, GDP nya kita makin besar , dan efek akhirnya akan mengimbas ke utang kita yang menjadi relative makin kecil.

Dan kita perlu awasi belanja negara. Kita harus cari 4 sekian triliun kemana perginya sebagai fungsi well connected. Sehingga beberapa solusi tadi akan membuat kita untuk meminimalisir utang, membayar utang , maupun membuat utang semakin produktif. (**)

*)Penulis adalah Jurusan Manajemen A,
Universitas Universitas Muhammadiyah Malang

No More Posts Available.

No more pages to load.