Program Percepatan Mengurangi Angka Pengangguran

oleh -
oleh

SUARABOJONEGORO.COM – Sektor pertanian Bojonegoro dinilai belum bisa dijadikan gantungan hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena tidak mampu memberikan pengahasilan cukup. Pemuda Bojonegoro pun memilih bekerja di luar daerah, sekalipun menjadi buruh kasar atau pekerja pabrikan di luar daerah.

Problema inilah yang akan dicarikan solusi oleh pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (Cawabup), Soehadi Moeljono dan Mitroatin. Pasangan yang dikenal dengan masyarakat dengan sebutan “Mulyo – Atine ini, akan mengoptimalkan bidang pertanian di wilayahnya dengan menyiapkan program percepatan pembangunan industri jasa dan manufaktur untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan, serta mencipatkan lapangan pekerjaan baru.

Harapannya kesejahteraan petani meningkat, dan tidak ada lagi pemuda usai produktif di bumi Angkilng Dharma – sebutan lain Bojonegoro, bekerja ke luar daerah.

Seperti yang dilakukan pemuda Desa Besah, Kecamatan Kasiman. Menurut Andika (32), pemuda setempat, banyak pemuda di desanya yang bekerja sebagai buruh kasar atau memilih keluar kota untuk bekerja di pabrik daripada menjadi petani, karena sektor pertanian dianggap kurang menguntungkan dan tidak memberikan hasil tiap bulannya.

“Kalau bertani, harus menunggu masa panen baru dapat uang,” katanya kepada wartawan, Rabu (16/5/2018).

Dalil itulah yang menyebabkan pemuda seperti dirinya enggan bertani. Apalagi selama ini hasil pertanian berupa padi dan jagung belum terolah sempurna.

“Begitu panen, kebanyakan langsung dijual,” ucapnya.

Diakui, jika ada pabrik pengolahan hasil pertanian dipastikan bisa membuka peluang usaha dan pekerjaan terutama bagi para pemuda.

“Kalau ada pengolahan jagung misalnya, pasti butuh tenaga kerja. Saya mau kalau seperti itu, karena hasilnya jelas ada,” jelasnya.

Banyak produk yang bisa dihasilkan dari pengolahan bahan baku jagung, baik itu tepung maupun makanan kecil, namun dibutuhkan keterampilan untuk bisa mengolahnya agar lebih menguntungkan.

“Semoga bupati terpilih mendatang benar-benar mengoptimalkan sektor pertanian mulai hulu hingga hilir,” pungkasnya.

Senada disampaikan Hadi Nugroho (27), pemuda asal Desa Karangdayu, Kecamatan Baureno. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, menjadi seorang petani dinilai bukan jaminan pekerjaan.

“Ya karena bertani butuh modal besar, waktunya lama, dan potensi merugi jika tanaman diserang hama,” sambungnya dikonfirmasi terpisah.

Permasalahan itulah yang membuatnya mempertimbangkan menjadi seorang petani terlebih jika nanti berkeluarga, karena kebutuhan sehari-hari sebagai seorang bujang sudah sangat banyak.

“Apalagi setiap bulannya, jadi ya cari kerja yang gajinya bulanan,” tegasnya.

Di Desa Karangdayu sebagian merupakan wilayah pertanian, namun belum ada pabrik pengolahan hasil panen yang memiliki potensi usaha jika dikembangkan.

“Setahu saya belum ada, kalau panen langsung dijual gitu saja,” tuturnya.

Menurutnya dengan adanya pabrik pengolahan hasil pertanian, maka bisa dipastikan akan membuka lapangan pekerjaan baru, mulai dari proses pengolahan hingga penjualan produk.

“Kalau ada pabriknya jelas membutuhkan tenaga kerja, dan saya sangat setuju kalau itu dikembangkan di sini,” tukasnya.

Dia berharap, bupati terpilih mendatang bisa mengembangkan industri manufaktur dengan melihat potensi pertanian dan sumber daya manusia yang ada.

“Dipetakan dulu sebelum mengembangkannya, jangan buka sekali lalu dibiarkan saja dan akhirnya tutup,” sarannya.

Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan mengelola bidang pertanian secara optimal. Salah satunya dengan melakukan transformasi secara struktural untuk mempercepat pembangunan industri jasa, dan manufaktur yang dapat meningkatkan nilai ekonomi komoditas pertanian, dan menciptakan lapangan pekerjaan dalam jangka waktu panjang.

“Industri manufaktur bukan seperti industri migas yang membutuhkan banyak tenaga kerja pada jangka waktu satu sampai tiga tahun. Melainkan akan terus berkelanjutan karena produksi pertanian tidak akan pernah habis dan akan selalu ada,” jelas Pak Mul.

Untuk mendukung industri manufaktur ini, lanjut dia, sektor pertanian harus maksimalkan. Caranya melakukan percepatan pembangunan Waduk Gongseng di Kecamatan Temayang, beserta jaringan sarana irigasi persawahan di wilayah selatan Bojonegoro, dan jaminan ketersediaan pupuk bagi petani.

Menurut Pak Mul, PDRB Bojonegoro tahun 2016 lalu sebesar Rp52 triliun. Sebanyak 40 persen atau sekitar Rp20 triliun dari sektor migas, dan 20 persen atau Rp10 triliun dari sektor pertanian, dengan serapan angkatan kerja 10 ribu orang di sektor migas, dan 450 ribu orang angkatan kerja di sektor pertanian.

“Industri manufaktur ini akan mampu mempercepat pengurangan pengguran, dan kemiskinan Bojonegoro,” pungkas Cabup yang berpasangan dengan Kader NU ini. [*/lis]

No More Posts Available.

No more pages to load.