Petani Berharap Ada Industri Pengolahan Hasil Panen

oleh -
oleh

SUARABOJONEGORO.COM – Harga hasil produksi pertanian di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, selalu cenderung turun disaat panen raya. Tak terkecuali komoditas kacang tanah.

Belum maksimalnya pengelolaan industri pertanian mulai hulu hingga hilir, menjadi salah satu faktor harga panen petani turun. Jika industri yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat ini digarap maksimal, dipastikan menumbuhkan industri pengolahan, dan penyerapan tenaga kerja yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.

Masalah inilah yang menjadi salah satu prioritas program pasangan Cabup dan Cawabup Bojonegoro, Soehadi Moeljono dan Mitroatin, untuk menyiapkan solusi. Yakni dengan penanganan pertanian mulai hulu hingga hilir, melalui industri pengolahan hasil produksi dengan dukungan peningkatkan keterampilan, akses permodalan, hingga pemasaran.

Program pengolahan hasil produksi pertanian itu, dinilai Pardi, petani Kacang Tanah, asal Desa Ngunut, Kecamatan Dander bisa mendongkrak harga hasil produksi pertanian. Termasuk komoditas Kacang Tanah di Bojonegoro.

“Bagus kalau memang nanti ada industri pengolahannya, kami petani pasti terbantu,” kata dia kepada wartawan, Sabtu (7/4/2018).

Diakui, harga Kacang Tanah pada musim panen kemarau tahun lalu, sebesar Rp7.500 sampai Rp10.000 per Kilogram (Kg). Sementara Kacang kering Rp15.000 sampai Rp20.0000 per Kg.

“Harganya stabil, belum ada kenaikan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Pardi (45) petani setempat.

Selama ini warga di tepian hutan itu dalam memanen, masih menggunakan cara tradisional dengan memperkerjakan lima buruh tani. Setiap orang diberi upah Rp50.000 sampai Rp60.000.

Pardi mengaku, dari menggarap lahan seluas 1.000 meter persegi bisa menghasilkan 4-5 kuintal kacang tanah. Hasil panen itu dijual kepada pedagang di wilayah Bojonegoro, dan Tuban.

“Itupun belum beli bibit dan perawatan  hingga panen tiba,” tuturnya.

Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan belum sebanding dengan harga jual. Terlebih setiap panen raya harganya dipastikan turun.

Senada disampaikan Warimin, petani asal Desa Temayang, Kecamatan Temayang. Harga Kacang Tanah stabil, dan sempat jeblok tahun 2013 silam. Waktu itu saat panen adalah Rp13.000 per Kg jenis kacang basah, sementara kacang kering sebesar Rp15.000 per Kg.

“Kalau pembelinya ada dari Bojonegoro dan Nganjuk,” sambung dia dikonfirmasi terpisah.

Bagi petani di wilayah selatan Bojonegoro itu, menanam kacang dilakukan saat musim kemarau atau setelah tanam padi. Bulan ini mereka baru mulai tanam.

“Perawatannya mudah, tapi harga jualnya tidak sebanding dengan biaya produksi,” ucapnya.

Warimin mengaku, selama ini belum ada campur tangan pemerintah maupun perusahaan yang menggandeng petani, untuk penanganan pasca panen.

Oleh karena itu, baik Pardi maupun Warimin berharap kepada bupati mendatang bisa memberikan pembinaan kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas kacang tanah. Termasuk pengembangan melalui kemitraan, serta adanya pengolahan produksi pasca panen.

“Kami sangat berharap bupati nanti mewujudkan program itu. Agar bisa mendongkrak harga jual kacang,” pungkas mereka.

Sementara itu, Dinas Pertanian (Disperta) Bojonegoro, mengakui selama beberapa tahun terakhir belum ada program bantuan bagi para petani kacang tanah di wilayahnya. Bagi petani kacang tanah non Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), hanya mendapat pendampingan dari petugas lapangan untuk meningkatkan hasil produktivitasnya.

“Sedangkan kemitraan petani non LMDH itu belum ada, kebanyakan hasil panen dijual ke tengkulak,” kata Sekretaris Disperta Bojonegoro, Bambang Sutopo, saat dihubungi terpisah.

Data di Disperta menyebut, luas panen kacang tanah tahun 2015 adalah 3.435 hektar dengan produksi 5.188 ton, sementara tahun 2016 luas panen 2.445 hektar dengan hasil produksi sebesar 2.811 ton.

Menanggapi hal itu, Cabup Soehadi Moeljono, menyatakan, kedepan pengelolaan pertanian akan dimaksimalkan melalui program industri pertanian mulai hulu hingga hilir. Selain membangun sarana infrastruktur pertanian dan kemudahan sarana produksi, pihaknya juga akan melakukan kemitraan dengan perusahaan dan petani untuk jenis pertanian bukan komoditas utama.

“Dengan begitu kualitas produksi dan harga jualnya bisa meningkat,” tegasnya.

Sedangkan untuk penanganan pasca panen, lanjut Pak Mul, sapaan akrab Soehadi Moeljono, akan dikembangkan industri pengolahan dengan pemberian pelatihan, pendampingan, kemudahan akses permodalan hingga pemasarannya.

“Sehingga petani tetap bisa memperoleh nilai tambah ekonomi,” pungkas Cabup yang berpasangan dengan Kader NU, Mitraoatin ini. (*/red)

No More Posts Available.

No more pages to load.